Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
KCIC mencari sumber pendapatan lain di luar tiket.
Operator kereta di Jepang bisa mandiri tanpa dukungan dana pemerintah.
KCIC kekurangan dana untuk membangun TOD.
JAKARTA — PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) bersiap mencari sumber pendapatan lain di luar tiket untuk menambal kebutuhan biaya operasional pada awal masa operasi kereta cepat Jakarta-Bandung. Musababnya, pada masa awal pengoperasian, KCIC masih perlu menggaet masyarakat untuk menggunakan kereta cepat sebelum bisa mencapai target penumpang harian 31 ribu orang.
Sekretaris Perusahaan KCIC, Eva Chairunisa, mengatakan, ada beberapa sumber pendapatan non-tiket yang dibidik perusahaan, dari bisnis lapak untuk gerai retail serta usaha mikro, kecil, dan menengah di stasiun; hak penamaan stasiun; iklan; serat optik; pengembangan properti; hub mobilitas; hingga sejumlah lini bisnis lainnya. "Skema transit oriented development (TOD) akan masuk dalam pengembangan properti. Kami akan bekerja sama dengan pengembang," ujar Eva kepada Tempo, kemarin, 11 Agustus 2023. TOD merupakan pembangunan kawasan permukiman, bisnis, maupun hiburan di sekitar stasiun.
Untuk saat ini, kata Eva, ada beberapa kerja sama bisnis yang bisa terealisasi. Contohnya kehadiran pedagang pada masa uji coba operasi mendatang. Untuk itu, pengurusan kerja sama dan kontrak dilakukan sejak dini sebelum kereta cepat beroperasi. "Pengembangan kerja sama bisnis akan terus dilakukan," ujarnya.
Kereta cepat Jakarta-Bandung direncanakan melakukan uji coba pra-operasi dengan mengangkut masyarakat pada September mendatang. Rencana ini diundurkan dari target semula 18 Agustus 2023 karena KCIC masih menyelesaikan pengerjaan berbagai prasarana. Kementerian Perhubungan juga masih melakukan sertifikasi terhadap sarana dan prasarana kereta cepat. Adapun operasi komersial ditargetkan paling cepat pada Oktober 2023.
Direktur Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang mengatakan, berbagai upaya untuk mendatangkan pemasukan di luar tiket harus dijalankan KCIC guna menutupi biaya operasi apabila terjadi kekurangan penjualan tiket. Apalagi pada tahap awal, KCIC berencana mematok harga tiket Rp 250 ribu per orang atau jauh di bawah estimasi tarif keekonomian, di atas Rp 350 ribu.
"Kekurangan pemasukan dari penjualan tiket bisa ditutup oleh non-fare box, misalnya jualan lokasi pedagang di stasiun, ruang-ruang iklan di kolom pier dan girder sepanjang Halim-Padalarang, dan TOD," ujar Deddy. Dengan demikian, layanan kereta kilat ini tidak perlu disubsidi oleh pemerintah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo