Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Minim Opsi Pembiayaan IKN

Otorita IKN mengkaji skema pembiayaan berupa penerbitan obligasi, sukuk, dan pinjaman. Belum akan dieksekusi dalam waktu dekat. 

14 Desember 2023 | 00.00 WIB

Pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 7 Desember 2023. ANTARA/M Risyal Hidayat
Perbesar
Pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 7 Desember 2023. ANTARA/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • UU IKN membuka ruang bagi Otorita IKN untuk menerbitkan surat utang dan menarik pinjaman.

  • Otorita IKN sedang melaksanakan berbagai pengkajian sebelum mulai menerbitkan surat utang.

  • Obligasi sulit laku jika kegiatan ekonomi di IKN belum semarak.

SEMBARI terus menggaet investasi masuk untuk menyokong pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Otorita IKN mulai menyiapkan pengkajian skema pembiayaan lain di luar investasi langsung. Penerbitan obligasi, sukuk, hingga penarikan pinjaman dari dalam dan luar negeri masuk opsi pembiayaan yang sedang dirumuskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Kami ingin belajar menerbitkan obligasi dan sukuk, seperti Shenzhen yang menerbitkan green bonds dan blue bonds," ujar Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN Agung Wicaksono di sela-sela Lokakarya Pusat Keuangan Nusantara di Jakarta, 11 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600



Shenzhen adalah mitra pemerintah dalam studi pengembangan Nusantara. Kota di Cina ini menjadi percontohan karena dianggap berpengalaman dalam pembangunan kota dari nol sejak 1986. Dalam lokakarya tersebut, perwakilan Shenzhen menyatakan kotanya telah menerbitkan obligasi hijau yang berfokus pada pembiayaan berkelanjutan dan obligasi biru untuk pengembangan area maritim. 

Ruang bagi Otorita IKN menerbitkan obligasi dan sukuk sudah terbuka dengan adanya klausul dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023, yang merupakan revisi atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Klausul itu termaktub dalam Pasal 24B yang menyebutkan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN dapat dibiayai melalui pembiayaan utang. 

Pembiayaan utang tersebut bisa berasal dari obligasi dan sukuk yang diterbitkan Otorita serta pinjaman Otorita dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, perbankan, ataupun lembaga keuangan nonbank. 

Kendati telah memiliki payung hukum, Agung mengatakan, surat utang Otorita tidak bisa begitu saja diterbitkan. Ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan. Menengok pengalaman pemerintah daerah lain, ia berujar, Nusantara harus memiliki penghasilan untuk bisa menerbitkan obligasi.

Karena itu, Otorita pun mulai merumuskan berbagai aturan turunan dari UU IKN. "Misalnya soal pajak khusus atau pendapatan-pendapatan lain Otorita. Dari situ, kami bisa menyiapkan dan merumuskan skema pendanaan, seperti obligasi," ujarnya. Menilik proses tersebut, ia memastikan penerbitan surat utang itu belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. "Tapi pengkajiannya kami siapkan dari sekarang."

Agung pun berujar, Otorita didukung oleh Kementerian Keuangan untuk merumuskan pendanaan pengembangan IKN. Ia mengatakan Kementerian Keuangan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) akan menyiapkan pengkajian skema untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan IKN di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Undang-undang memang memberikan ruang dan amanat (untuk pembiayaan). Itu sesuatu yang terbuka, tapi harus dirumuskan dan dikaji dengan benar."

Agustus lalu, Otorita IKN telah menandatangani perjanjian fasilitas pendukung penerapan skema pendanaan (PPSP) dengan PT SMI. Fasilitas tersebut merupakan fasilitas dari Kementerian Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 Tahun 2022. "PPSP disiapkan, disediakan, dan digunakan untuk mendukung pembiayaan penyediaan infrastruktur di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN," ujar Kepala Otorita IKN Bambang Susantono pada 29 Agustus lalu. 

Fasilitas itu diprioritaskan pada proyek yang berlokasi di Subwilayah Pengembangan 1A, 1B, dan 1C. Total luas lahan Subwilayah Pengembangan 1A adalah 2.876 hektare, 1B seluas 2.037 hektare, dan 1C 1.758 hektare.

Realisasi Investasi Masih Terbatas

Otorita Ibu Kota Nusantara menandatangani letter of intent dengan Stanford Doerr School of Sustainability untuk mengembangkan kerja sama penelitian dalam acara Indonesia Sustainable Forum 2023 di Jakarta, 8 September 2023. Dok. OIKN

Sebagai catatan, pemerintah merencanakan kebutuhan biaya untuk pembangunan IKN sebesar Rp 466 triliun. Sebanyak Rp 90,4 triliun berasal dari APBN, sedangkan sisanya akan berasal dari sumber-sumber non-APBN. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat alokasi anggaran pembangunan IKN sebesar Rp 25,32 triliun pada tahun ini dan Rp 35,45 triliun pada tahun depan. 

Untuk investasi di luar APBN, Otorita mengklaim telah mengantongi 325 surat pernyataan minat atau letter of intent dari calon investor. Dari bejibun klaim surat pernyataan minat yang masuk, Otorita menargetkan setidaknya proyek senilai Rp 45 triliun bisa mulai dibangun hingga akhir tahun ini. Agung mengatakan Otorita saat ini masih berfokus menindaklanjuti pernyataan minat untuk sektor-sektor yang dibutuhkan pada tahap awal.

Guna menarik lebih banyak investor masuk ke IKN, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif berupa kelonggaran pajak dan nonpajak yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di IKN. Kementerian Keuangan sedang menggarap aturan pelaksana dari aturan itu.

"Peraturan Menteri Keuangan mengenai insentif tersebut sedang difinalkan dan harus berbarengan dengan peraturan Kepala Otorita dan sistem lain juga," ujar Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal.

Obligasi IKN Sulit Diterima Pasar

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan berbagai skema pembiayaan, seperti obligasi, sukuk, dan pinjaman, bisa saja ditempuh pemerintah untuk mendanai pembangunan IKN. Namun pemerintah harus bisa menjamin pengembalian pinjaman untuk membuat investor tertarik. Berbagai surat berharga dan pinjaman ini juga harus memberikan imbal hasil yang tinggi. "Kupon ataupun bunga pinjaman harus dapat bersaing dengan bunga pasar."

Melihat kemajuan pembangunan IKN saat ini, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menilai penerbitan obligasi hingga penarikan pinjaman luar negeri untuk IKN akan sulit dieksekusi meskipun ruangnya dimungkinkan oleh undang-undang. Musababnya, obligasi perlu menggambarkan pengembalian hasil yang jelas. 

Sementara itu, pada tahap awal pembangunan IKN, hampir semua dana digunakan untuk membangun infrastruktur non-komersial, seperti gedung pemerintah dan sarana penunjangnya, yang dipastikan tidak akan menghasilkan keuntungan. "Kalau mau pendekatan propasar, kotanya harus jadi dan hidup dulu baru bisa menerbitkan obligasi," kata Eko. Karena itu, opsi pembiayaan yang memungkinkan untuk memperoleh dana saat ini adalah penerbitan obligasi dari pemerintah pusat dan dananya masuk ke APBN untuk kemudian dialokasikan buat IKN.

Pada tahap awal ini, Eko melihat swasta pasti memilih menunggu dan berhitung dulu sebelum menggelontorkan dananya untuk pembangunan Nusantara. Musababnya, populasi awal penduduk IKN pun diperkirakan hanya puluhan ribu orang sehingga perputaran uang di sana hanya setara dengan kota-kota kecil. "Tentu investor akan berhitung juga apakah cukup menguntungkan atau tidak," katanya. Eko khawatir nantinya pembiayaan IKN justru didominasi pendanaan pemerintah.   

Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, sepakat penerbitan surat utang khusus IKN belum layak dilakukan karena sampai sekarang Otorita masih belum memiliki pemasukan untuk menjamin pembayaran bunga dan pokok utang. Kalau obligasi dan sukuk diterbitkan, tutur dia, ujung-ujungnya pemerintah pusat harus menjadi penjamin. Karena itu, Ronny berharap pemerintah cermat dalam mengkaji opsi pembiayaan ini. 

"Jika pemerintah yakin pembangunan IKN akan memakan waktu puluhan tahun, sebaiknya (pencarian pembiayaan) dilakukan secara bertahap," katanya.

Seiring dengan pembangunan itu, Ronny mengatakan pemerintah dapat terus berkomunikasi dengan publik agar mendapat dukungan dan legitimasi. Program ini pun bisa terus berlanjut meski pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir pada 2024. Dengan demikian, utang tidak perlu dilakukan pada fase yang sangat dini. 

"Proyeksi dan prospeknya masih abu-abu, jangan dibebani dengan utang yang akan semakin membuat masa depannya tidak jelas dan memberatkan APBN," kata Ronny.

CAESAR AKBAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus