Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bob Hasan mengambil kotak dari bawah meja tamu di bengkel kerja Penjara Nusakambangan. Dari kotak itu ia menarik selembar kain berhiaskan batu akik warna-warni, dan membentangkannya. ?Lihat, batu-batu yang telah diasah para narapidana itu bisa dibuat begini,? katanya. ?Kalau hanya dibikin cincin, yang laku cuma satu atau dua. Tapi, kalau dibuat begini, batu-batu akik bisa dijual jauh lebih banyak.?
Otak bisnis Bob terus mendengung, meski dia sama statusnya dengan narapidana lain di Nusakambangan, penjara pulau yang dulu terkenal mengerikan itu. ?Batu akik juga bisa dipakai untuk hiasan vas bunga,? katanya, ?Atau, untuk menghiasai dasar akuarium.?
Seperti layaknya seorang pemandu wisata, Bob memamerkan benda-benda kerajinan di bengkel kerja penjara itu. Dia juga meminta tamunya mengamati dua foto yang terpajang di dinding. Foto itu menggambarkan bagaimana batu akik bisa dimanfaatkan secara lebih luas, termasuk sebagai bagian dari dekorasi interior hotel-hotel berbintang, dan karenanya bisa diproduksi lebih massal.
Raja kayu Bob Hasan akan beralih menjadi raja batu akik selepas penjara? Entahlah. Suatu hal yang pasti, penjara tak membuat konglomerat besar itu kehilangan akal. Kecuali kesunyian yang jauh dari Jakarta, dan skala bisnis yang menyusut, penjara bahkan tak mengubah terlalu banyak hal dalam hidup mantan Menteri Perdagangan dan Perindustrian dalam kabinet terakhir Soeharto ini.
?Silakan melihat-lihat. Inilah bengkel saya,? katanya. Dengan uang simpanannya, Bob membangun bengkel kerja penghasil kerajinan batu akik di penjara itu, sama seperti Ricardo Gelael?terpidana kasus Goro bersama Tommy Soeharto?menghidupkan peternakan ayam di Penjara Cipinang. ?Saya buat teman-teman narapidana punya kesibukan supaya tidak sempat memikirkan yang tidak-tidak,? kata Bob.
Pekan lalu, bengkel itu dikunjungi serombongan anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap, yang bertanggung jawab atas kesejahteraan para narapidana di seluruh Nusakambangan. Bob membeli mesin listrik untuk bengkel itu. ?Mesin ini bisa dimanfaatkan lima sampai enam narapidana,? katanya. ?Mesin lama yang masih dionthel, digerakkan dengan tangan, hanya bisa dipakai satu orang.?
Tenaga kerja di bengkel itu adalah para narapidana yang dibayar dengan sistem kupon. Hasil kerajinan mereka dikelola oleh koperasi, dikirim ke Jakarta, dan sebagian diekspor ke beberapa negara seperti Jepang.
?Kehadiran Bob Hasan di sini sangat positif,? kata Soemantri, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Batu. Tak hanya positif, Bob juga sinterklas di LP Batu itu, salah satu blok penjara di Nusakambangan.
Bengkel kerajinan itu hanya salah satu bentuk kedermawanan Bob. Dengan uang dari koceknya, dia mengubah banyak hal di situ sejak masuk pada Maret tahun lalu. Dia memperbaiki sarana fisik, kamar penjara, fasilitas olahraga, dan tempat ibadah (lihat Uang, Siapa Takut?). ?Dari dulu memang sudah ada fasilitas olahraga, tapi tidak memadai,? kata Suryadi Suabuana, 33 tahun, terpidana pembunuhan dengan vonis pidana mati, yang sudah enam tahun menjalani hukuman di situ.
Bob memang peduli pada olahraga pula. Dia mantan Ketua Umum Persatuan Altetik Seluruh Indonesia (PASI). ?Pak Bob membuat lapangan voli, menyediakan dua lapangan tenis meja, dan satu lapangan sepak takraw yang bagus,? kata Suryadi. Kini, Bob sedang merancang lapangan basket.
Dengan Bob di situ, Nusakambangan tak akan lagi terlalu menyeramkan. Dan jika masih hidup, Jaksa Agung Baharuddin Lopa barangkali akan menyesal menjebloskan Bob ke sana.
Sebagai Direktur Utama PT Mapindo Pratama, salah satu dari belasan anak perusahaan miliknya, Bob dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari 2001. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Hukuman itu dinilai terlalu lunak. Pengadilan banding di tingkat yang lebih tinggi menambah hukuman menjadi delapan tahun. Tapi, meski menghuni Penjara Salemba dan belakangan Penjara Cipinang di Jakarta, Bob hanya berstatus tahanan Kejaksaan Agung seraya menunggu permohonan peninjauan kembali perkaranya oleh Mahkamah Agung.
Geram menyaksikan para pengusaha besar memperoleh perlakuan istimewa, Lopa, Jaksa Agung yang dikenal tegas dan tiada pandang bulu itu, mengirim Bob ke Nusakambangan pada 27 Maret 2001. Banyak diramalkan, jika Lopa masih hidup dan bisa bertahan di kabinet, para pengusaha korup kelas kakap akan menyusul ke pulau itu, yang sering disebut sebagai Alcatraz-nya Indonesia, penjara bagi pembunuh, perampok, dan bandar narkotik yang paling sadis.
Tapi, jika satu Bob Hasan bisa mengubah wajah Penjara Batu, apa yang bisa dibayangkan jika ada 10 atau 20 konglomerat berlimpah uang yang dikirim ke situ?
Uang berbicara, kata orang. Uang bahkan berteriak di dalam Penjara Nusakambangan. ?Caranya bersosialisasi dan ke-dermawanan Pak Bob sangat bagus,? kata Suryadi, sang pembunuh. ?Kami, para narapidana lain, tidak merasa iri jika dia memperoleh perlakuan istimewa di sini.? Dengan uangnya, Bob adalah narapidana kehormatan di situ.
Lihat saja ketika dia merayakan ulang tahunnya yang ke-71 pada 28 Februari lalu. Tamu-tamu yang datang bukan orang sembarangan. Ada satu bidadari Cendana, Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mamiek Soeharto. Ada juga adik kandung mantan presiden Soeharto yang tinggal di Yogyakarta, Soewito. Bahkan artis dangdut Camelia Malik pun tak ketinggalan menyempatkan diri hadir. Mereka diantar oleh?siapa lagi kalau bukan?orang terdekat Bob, Andi Darussalam, seorang komentator sepak bola yang terkenal.
Seperti layaknya rombongan tamu agung, para tamu membawa buah tangan berupa kue tar persegi empat warna cokelat, beberapa dus kue mangkok, tiga keranjang apel dan jeruk. Mereka bercanda-ria bersama si Tuan Rumah, yang berulang tahun di dalam ruang besuk seluas 4 x 12 meter. Senyum dan tawa menghiasi wajah para tamu. Bak selebriti jumpa fans, Camelia Malik, yang sudah tak asing lagi di mata para narapidana, malah sempat melongok ruang tahanan dan melambaikan tangan sewaktu penghuninya menyapanya. Tak lupa, ia membagikan semua oleh-oleh yang semula untuk Bob itu ke semua penghuni sel melalui ketua kelompok masing-masing.
Bob sendiri terlihat sudah cukup puas mendapat kunjungan kehormatan seperti itu. ?Saya melarang ibu saya menjenguk, sementara istri saya sedang di Australia,? ujarnya.
Kecuali keterasingan, berbeda dengan Suryadi dan narapidana lain, Bob nyaris masih memiliki segalanya. Kamar yang dia tempati, misalnya, berbeda dengan milik narapidana lain. Ia punya tempat sendiri, yakni ruangan yang disebut Admisi Orientasi IV. Ini ruangan khusus yang dimaksudkan sebagai tempat isolasi dari narapidana lain dan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, umpamanya pemerasan.
?Tapi, mohon jangan salah tafsir, ini bukan keistimewaan,? kata Budi Hardono, Kepala Kesatuan Pengamanan Penjara Batu. Bob mendapat ruang admisi, kata dia, berdasarkan aturan staf pembinaan tentang klasifikasi narapidana seperti anak, orang tua, dan dewasa, yang memang perlu ruang tersendiri demi alasan kesehatan dan keamanan.
?Penempatan Pak Bob di situ untuk menjamin kesehatannya,? kata Budi. ?Saya sih berdoa agar dalam waktu dekat ini Pak Bob bebas. Jadi, tugas saya lebih ringan.? Lebih ringan? Budi mengaku mendapat pesan khusus dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Adi Sujatno, untuk menjaga Bob Hasan. Karena pesan itulah Budi terpaksa setiap hari men-jenguk Bob dan malamnya ikut menginap di penjara itu. Bukan sesuatu yang mengherankan, karena uang dan kekuasaan merupakan kombinasi yang sulit ditaklukkan.
Di dalam ruangan berukuran 4 x 5 meter itu Bob mendapat fasilitas toilet, sebuah dipan lengkap dengan kasur busa, meja, kursi, dan rak buku. Koleksi bukunya cukup beragam, dari yang bertema agama, teknologi, sampai olahraga. ?Bob lebih suka membaca ketimbang menonton televisi,? kata Soemantri, Kepala Penjara Batu. Di sudut kanan ruangan tertumpuk empat setel pakaian yang sehari-hari biasa dikenakan, tertata rapi dalam rak. Di sebelahnya ada baju takwa, sarung, dan kopiah. Di bagian bawah ada sepasang sandal jepit dan sandal kulit. Ada pula sederet botol air mineral dan cemilan.
Aktivitas harian Bob dimulai tepat pukul 06.00 untuk apel pagi. Sesudah itu, biasanya ia mengisi waktu dengan berolahraga, seperti bermain tenis meja atau bola voli bersama para napi. Saat berolahraga, dia terlihat riang dan penuh semangat. Maklum, olahraga merupakan salah satu kesempatan mempertahankan kondisi tubuhnya agar tetap sehat dan bugar.
Usai olahraga, Bob mandi dan sarapan pagi. Di malam hari, diawasi oleh petugas yang berdiri beberapa meter dari ruang tahanan, Bob lebih sering menghabiskan waktu dengan membaca buku dan sesekali mendengarkan radio di kamarnya. Di luar itu, tidak ada yang dilakukannya secara rutin pada malam hari kecuali berwudu untuk salat malam dan buang air kecil.
Di balik kehidupannya yang tenang dan rutin itu, para narapidana mengenal Bob sebagai sosok yang murah hati. Pada acara peringatan Hari Raya Idul Adha yang baru lalu, misalnya, Bob menyumbang dua ekor sapi sebagai hewan korban untuk disembelih. Lalu, daging sapi itu dibagi-bagikan kepada para narapidana dan petugas penjara. Bob bahkan sampai perlu mendatangkan rombongan Yayasan Iqra dari Jakarta untuk memeriahkan acara. Idul Adha yang biasanya biasa-biasa saja pun berubah jadi meriah. Maklum, acara makan-makan berlauk daging sapi, apalagi selama tiga hari berturut-turut, termasuk langka bagi para narapidana. Tak lupa, Bob membagi-bagikan sarung dan baju takwa.
Bob sudah dikenal dermawan sejak masuk ke situ. Suryadi ingat betul, di bulan-bulan pertama Bob datang, se-tiap narapidana bahkan kebagian tiga bungkus rokok dalam satu minggu. ?Kami juga diberi masing-masing empat buah celana dalam merek Li Men. Jumlah yang menurut kami berlebih untuk stok selama satu tahun ke depan,? tuturnya.
Bob juga dikenal gampang bergaul. ?Saya amati mulai pertama beliau datang,? kata Budi, si sipir penjara, ?Bersahaja dan cepat akrab dengan narapidana lain.? Di mata Budi, Bob tergolong bermental baja pula, terutama bila dibandingkan dengan sesama penghuni penjara lain. ?Orang yang baru pindah dari rumah tahanan Salemba biasanya masih punya rasa takut. Pak Bob ini lain. Ia seolah-olah sudah pasrah,? katanya.
Pasrah? Berbeda dengan narapidana lain, yang memperoleh hukuman seumur hidup bahkan mungkin menunggu eksekusi mati, masa hukuman Bob tergolong ringan, hanya delapan tahun. Kalau saja Bob berlaku manis selama di penjara, bukan tak mungkin ganjaran remisi akan diterimanya pula. Itu berarti ia tak perlu berlama-lama di Nusakambangan. Dan dengan uang yang berlimpah, sementara uang bisa membeli segalanya termasuk pula di penjara, siapa yang takut hidup dalam penjara?
Dengan uang di tangan dan sedikit kebaikan hati, wajar saja bila perlakuan khusus yang diperoleh Bob tidak menimbulkan rasa iri di kalangan para narapidana. Selain segan dan hormat, mereka menyadari bahwa Bob masih dalam proses mengajukan grasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung. ?Kami maklum karena dia titipan. Walaupun dia punya kamar sendiri, kami tidak iri,? kata Suryadi, yang meski tengah menunggu grasi pula tidak bisa menyebut diri seorang ?titipan?.
Sifat murah hati Bob berpengaruh besar pada suasana penjara. Dia mengubah atmosfer yang tadinya ketat dan tegang menjadi akrab dan santai. Apalagi kalau rombongan penjenguk Bob datang seraya membawa makanan. Mereka tak hanya disambut dengan tangan terbuka, tapi juga memperoleh perlakuan khusus dari penjara. Misalnya, dalam hal penyeberangan dari Cilacap menuju Nusakambangan.
Anak buah kapal feri penyeberangan sudah hafal betul jika rombongan penjenguk Bob datang. Mereka pasti langsung mengantarkannya dari Dermaga Wijayapura di Cilacap menuju Dermaga Sodong di Pulau Nusakambangan. Begitu pula sebaliknya. Padahal, orang biasa ataupun karyawan sekalipun mesti mengantongi izin khusus sebelum menyeberang. Mereka juga harus menunggu jadwal penyeberangan. Hebatnya lagi, Bob setidaknya boleh menerima tamu empat kali dalam seminggu. Tahanan lain? Paling banter sekali dalam seminggu.
Rombongan penjenguk Bob Hasan itu biasa menginap di Hotel Wijayakusuma, hotel terbaik di Cilacap. Mulyadi, satpam di pos jaga depan hotel, hafal betul tampang mereka yang sering menginap di hotel untuk kemudian menyeberang ke Pulau Nusakambangan. Rombongan pembesuk itu sering memakai sebuah mobil Toyota Kijang abu-abu gelap sebagai kendaraan operasional. Ada seorang sopir yang selalu siap membawa rombongan berkeliling kota atau mengantarkan hingga ke Nusakambangan.
Mulyadi menambahkan, 1-2 bulan lalu ada satu rombongan besar yang menggunakan bus dari Jakarta dan menginap di hotel ini untuk menjenguk Bob. ?Mereka itu karyawan perusahaan Pak Bob Hasan,? katanya. Beberapa pengurus PASI, seperti dituturkan Andi Darussalam, bahkan pernah mengadakan rapat bersama bekas ketua umumnya pada September 2001 lalu. Sungguh luar biasa!
Sekali lagi, jika Anda berpikir Nusakambangan begitu menyeramkan, renungkan kembali. Selama Bob Hasan ada di situ, Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra juga boleh gigit jari jika ingin menjadikan pulau itu sebagai ?penjara maksimum? untuk membuat jera para penjahat narkotik paling menakutkan. Uang berbicara!
Wicaksono, Yura Syahrul, Ecep S. Yasa (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo