Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA lagu dinyanyikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 58 tahun, Sabtu pagi pekan lalu, di depan tim Tempo. Yang pertama Mentari Bersinar, didendangkannya sambil memetik gitar. Yang kedua berjudul Cemburu yang ia bawakan sambil memencet keyboard.
Aku bilang juga apa.
Jangan marah-marah saja.
Bikin rusak suasana...
Tembang politik? Bukan. ”Ini lagu anak muda pacaran. Lagu anak baru gede,” katanya. Mentari adalah satu dari 10 lagu yang diciptakan Yudhoyono dan dinyanyikan oleh sejumlah musisi terkenal, di antaranya Dea Mirela, Kerispatih, Ebiet G. Ade, dan Darma Oratmangun. Sedangkan Cemburu adalah lagu yang baru saja selesai diciptakan sebelum wawancara dilakukan. Dikemas dalam album bertajuk Rinduku Padamu, kumpulan tembang ini diluncurkan pada Ahad malam pekan lalu. ”Album ini dijadikan momentum untuk mencanangkan gerakan antipembajakan hak cipta,” katanya.
Bermain musik adalah hiburan Presiden di kala senggang. Kadang menjelang tengah malam ia memetik gitar dan menciptakan lagu. Setidaknya 2–3 jam dihabiskan Yudhoyono untuk menulis satu tembang. ”Ada Presiden yang hobinya mancing, ada yang berkuda atau naik gunung. Kalau saya menciptakan lagu,” katanya seraya tertawa gembira.
Yudhoyono memang pantas gembira. Albumnya boleh jadi bakal laris manis. Selain itu, ia sadar bahwa menyanyi bisa meningkatkan popularitas. Menjelang Pemilu 2004 dulu ia rajin tarik suara di panggung kampanye.
Di usia ketiga pemerintahannya, popularitasnya memang tak sebaik dulu. Survei mencatat, 80 persen responden jajak pendapat menyatakan puas akan kinerja pemerintah setelah setahun memerintah. Tahun ini, 2007, setelah dirata-rata dari tiga kali survei, skor itu drop hingga 54 persen—nilai yang sebetulnya tidak terlalu jelek mengingat peliknya persoalan yang ia hadapi. Meskipun begitu, Yudhoyono bertekad akan menyempurnakan kinerja. ”Yang kurang tentu akan kami perbaiki,” katanya kepada Budi Setyarso, Arif Zulkifli, Toriq Hadad, Wahyu Muryadi, Bambang Harymurti, dan fotografer Bismo Agung yang menemuinya di kediaman Presiden di Cikeas, Jawa Barat.
Wawancara dilakukan di perpustakaan yang menyimpan ribuan koleksi buku milik Susilo. Di dinding terpampang foto Yudhoyono muda dan sejumlah foto keluarga. Aneka dimsum dan teh panas tersaji di meja. Dalam wawancara satu jam itu Susilo didampingi juru bicara presiden Andi Mallarangeng.
Mengapa Anda merilis album musik?
Saya suka seni. Sejak remaja saya main musik. Sampai sekarang saya pertahankan hobi membuat puisi dan menyanyi. Setelah tiga tahun saya mengemban tugas negara yang begini berat, pada suatu hari libur tahun lalu, tiba-tiba terpikir untuk membikin lagu. Ini saya lakukan untuk mengekspresikan perasaan hati, harapan, dan doa saya agar bangsa ini lebih damai, bersatu, dan rukun. Itulah warna lirik lagu-lagu yang saya bikin.
Sebagian syairnya sangat romantis, itu fiktif atau biografis?
Ha-ha-ha jangan diartikan harfiah. Pesan-pesan moral lagu saya lebih luas. Kasih sayang itu tidak berarti antarkekasih saja, tapi di antara kita semua. Kalau Anda teliti lagu-lagu saya, banyak sekali pesan persaudaraan, perdamaian, kerukunan, kasih sayang, optimisme, bersatu, dan bersama.
Anda masih punya waktu untuk membuat lagu?
Begini, saya menciptakan lagu dua sampai tiga jam pada hari libur. Saya bikin not dan lirik. Besoknya ada perubahan. Mungkin perlu tiga hari untuk sampai jadi. Kalau saya tiga tahun jadi presiden, untuk mengarang lagu total saya butuh 10 jam, itu tidak ada artinya. Kan ada presiden yang hobi mancing, berkuda, ada juga yang naik gunung. Saya menciptakan lagu. Sama sekali tidak mengganggu tugas saya.
Benarkah album lagu Bapak dijadikan momentum untuk memberantas pembajakan?
Sebenarnya saya tak pernah berpikir lagu-lagu ciptaan saya akan dialbumkan, tapi setelah setahun, Darma Oratmangun, pimpinan persatuan pencipta lagu, ketemu staf saya. Dia bilang, wah, ini bagus kalau dialbumkan. Ia juga bilang sebaiknya album Bapak diluncurkan, karena ini sedang ada perang melawan pembajakan dan pencurian hak cipta. Akhirnya, dari yang semula sederhana menjadi tema besar yang saya dukung penuh. Kasihan banyak seniman yang masa depannya tidak bagus karena tidak mendapatkan bagian yang pantas. Pembajak justru yang kaya.
Industri kreatif akan dikembangkan pada sisa masa pemerintahan Anda?
Sangat menjadi prioritas. Saya baca, di Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa, industri kreatif menyumbang sangat besar bagi ekonomi hidup mereka. Indonesia mestinya tidak kalah karena budayanya begitu banyak.
Apa program prioritas lainnya?
Kita punya program keluar dari krisis, perbaikan ekonomi makro, penguatan fundamental ekonomi, pencapaian program-program yang sangat bersentuhan dengan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan dengan pergerakan ekonomi riil pengangguran berkurang, kemiskinan berkurang, pemerataan makin baik. Itu yang terus kita lakukan. Kalau kita jujur, lihat performance ekonomi kita dari masa ke masa, selalu ada perbaikan. Saya masih optimistis, dua tahun mendatang ekonomi kita masih kita bisa diperbaiki lagi, asalkan prakondisinya kita pertahankan dan semua bekerja all out.
Anda selalu tampil humanis dan berusaha menyenangkan publik. Akibatnya, popularitas Anda tetap di atas tokoh lain....
Tiga tahun saya menjalankan tugas di berbagai tempat dan situasi. Yang memotret itu kan media massa. Bahwa (saya) dilihat humanis, (bisa) berkomunikasi dengan rakyat, itu hanya sebagian saja. Banyak sekali hard issue yang saya lakukan dan saya tidak tampil humanis. Kadang (saya) tegang ketika saya sedang mengambil keputusan dalam sidang kabinet atau sedang tidak sepaham dengan pemimpin-pemimpin dunia. Saya tidak mungkin selalu tampil humanis. Kadang-kadang saya harus marah, kecewa, tidak suka.
Seperti di Bengkulu ketika Anda kecewa pimpinan daerah di sana tak mengurus korban gempa?
Publik memang sering salah melihat saya: SBY itu terlalu baik, terlalu lembut, tidak pernah marah. Kalau mereka ikut saya sebulan saja, ikut sidang kabinet empat kali saja, kunjungan ke daerah empat kali saja, mendengarkan telepon saya, atau melihat disposisi saya, tentu apa yang dilihat tidak sesuai dengan gambaran publik.
Anda happy dengan hasil selama tiga tahun ini?
Tahun yang berat. Bukan hanya karena tsunami, bencana alam, harga minyak yang meroket, avian flu, tapi juga karena ekor krisis masa lalu. Meski begitu, saya bisa katakan capaian tiga tahun ini sesuai dengan yang diharapkan. Saya optimistis dua tahun mendatang masih bisa diperbaiki.
Pada bagian mana yang Anda puas dan mana yang tidak puas?
Saya harus lihat secara utuh, dan pada waktunya nanti akan saya pertanggungjawabkan di forum yang tepat. Yang penting dalam melihat kinerja pemerintah, benchmark-nya adalah dengan pemerintah sebelum-sebelumnya, juga dengan negara lain yang menghadapi persoalan yang sama.
Sebagian kalangan akan menafsirkan peluncuran album sebagai aksi politik Anda?
Saya belajar mengenali dunia politik selama empat tahun jadi menteri dan tiga tahun jadi presiden. Dalam dunia politik, selalu ada yang merasa bahagia untuk mencari-cari kesalahan, mencaci maki, mengejek, dan melecehkan. Saya belajar membiasakan diri menghadapi hal itu. Kalau dituruti, saya tidak bekerja.
Contohnya?
Saat ada bencana dan saya nggak datang (ke lokasi bencana), dibilang Presiden cuma di belakang meja. Tapi ketika saya datang, saya dibilang menebar pesona. Tapi saya putuskan tetap datang. Sejak menjadi pemimpin, saya tidak terbiasa hanya menerima laporan dari balik meja. Kembali ke niat baik saya, pasti ada penafsiran yang aneh-aneh. Saya tetap berpegang teguh bahwa sepanjang yang saya lakukan benar, dengan tujuan jelas, tidak melanggar konstitusi dan undang-undang, tak mengganggu orang lain—why not?
Ini persiapan 2009?
Pada 2004, selama kampanye saya bilang yang harus kita siapkan kembali di negara ini adalah olahraga dan kesenian. Oleh karena itu kalau saya datang ke pertandingan voli, sepak bola, bulu tangkis, atau beberapa olahraga bela diri, bukan karena saya tebar pesona. Saya ingin memberi semangat agar olahraga bangkit. Begitu juga kesenian. Jadi, ini jangan ditafsirkan sebagai bagian dari persiapan 2009. Keliru kalau sebagai pemimpin saya hanya yang mencari aman. Kadang-kadang keputusan saya tidak melegakan (orang). Pemberantasan korupsi banyak yang tidak suka, penertiban banyak yang tak suka, tapi saya harus lakukan.
Hasil survei LSI menyatakan, rata-rata tingkat kepuasan publik menurun dari 80 persen tahun lalu menjadi 54 persen tahun ini?
(Juru bicara Andi Mallarangeng menjelaskan bahwa pada Maret tingkat kepuasan 45 persen, pada Juli meningkat menjadi 56 persen, dan bulan ini 58 persen. ”Kecenderungannya meningkat,” katanya.)
Saya pada prinsipnya selalu introspeksi dan berkaca. Saya menyimak dan membaca jajak pendapat yang sahih, yang reliable, dilakukan lembaga independen, dan tidak partisan. Pengalaman selama tujuh tahun, saya cukup tahu mana lembaga survei yang independen dan obyektif. Sebagai rujukan tentu saya lihat. Ketika popularitas saya sedang turun, saya pelajari mengapa begitu.
Dalam kondisi apa popularitas Anda turun?
Misalnya ketika ada pesawat jatuh, kapal tenggelam, kasus Lapindo, atau harga BBM naik. Setelah ada perbaikan pelayanan, popularitas saya naik. Saya percaya itu. Biasanya saya katakan kepada menteri, ”Rakyat tidak puas dengan ini lho.” ”Wah sudah saya perbaiki Pak.” ”Oh belum, yang ini belum diperbaiki. Ayo kita kerjakan.” Saya sampaikan ke gubernur begitu juga. Pers juga saya dengarkan. Kalau ada kritik, saya senang. Yang saya bertanya adalah kalau saya difitnah.
Dalam menjalankan tugas yang begini berat, Anda menjalani tirakat?
Saya jalani. Sebagai orang beragama Islam kita menjalankan salat. Tapi kalau sudah menghadapi soal di sana kena di sini kena, di luar negeri begini dan di dalam negeri begini, saya memohon di tengah malam. Dari sana kadang-kadang muncul pikiran baru, seperti petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Saya tidak punya guru spiritual, karena kadang-kadang memberikan solusi, tapi bisa juga menimbulkan persoalan.
Tidak kapok jadi presiden?
Saya tetap konsisten dan Allah SWT mendengar, kalau baik bagi saya untuk lanjut pada 2009, setelah saya lihat utuh dengan kalkulasi matang, saya akan mencalonkan lagi. Tapi kalau tidak seperti itu, saya tidak akan mencalonkan lagi.
Siapa calon pendampingnya?
(Tidak menjawab) Pertanyaan tentang lagu sudah habis? Ha-ha-ha….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo