MENCARI tiga janda di satu rumah saja sudah susah. Apalagi mencari celana dalam mereka -- untuk dicuri. Tapi Syawal, 28, penduduk Desa Sumber Kerep, Lamongan, tetap nekat. Itu semua bermula, menurut pengakuannya, dari amanat mendiang Dukun Nasiran. "Galar tempat tidur rondo telon dan celana dalam mereka sangat ampuh melariskan dagangan," tutur Syawal. Galar adalah bilah bambu kecil-kecil yang dijadikan dasar amben. Rupanya, resesi ekonomi dunia, yang juga mampir ke pikulan baksonya, membuat Syawal memilih jalan pintas. Ia mematok niat, menguatkan nyali. Tapi di mana ada tiga janda yang serumah? Oh, gampang -- ada di dekat rumahnya. Cuma ini: tiga janda itu sudah nenek-nenek. Kepalang, pikir Syawal, toh mereka tidur di galar, dan pasti pada memakai . . . ya, 'kan? Perburuan pun dimulai, akhir Januari lalu. Hampir tengah malam, disiram hujan gerimis, Syawal merangsek maju. Sebentar saja ia telah mendobrak dinding bambu dan melangkah ke kamar tidur Karsi, salah satu dari mereka. Tapi sial. Belum sempat ia mengambil galar -- apalagi celana dalam -- nenek itu terbangun. Kontan berteriak, "Maling! Maling! Maling!' Syawal cuma bengong ketika kemudian diseret ke pos siskamling. Sialnya, ia malah dituduh bermaksud mencuri sepeda -- yang memang ada di rumah Karsi. Sia-sia saja, seperti dituturkannya kepada Masduki Baidlawi dari TEMPO, ia mengakui perbuatannya sebagai memenuhi wangsit dukun yang sekarang sudah mati. Hukuman model swasta pun lantas diputus Lurah Ahmad: menyumbang pasir dua truk untuk desa. Catatan: pasir bisa diutang. Masih ada kesialan lain. Entah oleh tindakan kaum subversi yang mana, penduduk telanjur percaya bahwa Syawal merendami kuah baksonya dengan celana dalam nenek-nenek. "Pokoknya, jijik! .... Ih, siapa yang mau beli?" kata Nanik Aryati, 16, eks langganan. Tinggal kini Syawal melongo, merenungi resesi bakso.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini