Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tiga puluh menit mencegah kiamat

Cara kerja konsep perang bintang (kartika yudha/sdi as). sistem pertahanan terhadap serangan rudal-rudal soviet. menggunakan sinar laser/partikel dari ruang angkasa maupun dari bumi. sejumlah ilmuwan meragukan.

15 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH mimpi yang menakutkan. Pukul tujuh pagi waktu Greenwich (GMT), sebuah armada dari 2.000 roket bangkit dari silo-silo mereka di Uni Soviet. Empat menit kemudian rudal-rudal antarbenua (ICBM) sudah mengangkasa di atas atmosfer menuju AS. Jalur terbang mereka melengkung. Tiba-tiba saja setiap roket itu menjatuhkan diri sambil meninggalkan sebuah bis--sebuah container berisi rudal-rudal betulan dan rudal-rudal pemancing -- di angkasa, tepat di atas titik kutub utara. Pukul tujuh lebih sebelas menit bis itu mulai mengeluarkan isinya. Rudal-rudal berkepala ledak, dilengkapi komputer yang mengarahkan mereka ke sasaran masing-masing, dilepas. Demikian pula rudal-rudal pemancing. Sekarang semuanya "jalan-jalan" di angkasa luar, tapi tiga menit kemudian rudal-rudal berkepala ledak mulai meluncur ke bumi -- melewati batas atmosfer--menuju sasaran. Seluruh proses tersebut berlangsung 29 menit -- waktu sarapan pagi buat kita -- tapi sebuah awal dari akhir kehidupan seluruh insan. Betulkah begitu? * * * Untuk pertama kali, ancaman nuklir yang menggelantung di atas kepala hampir sepanjang hidup kita mungkin akan segera bisa ditanggulangi. Inilah ketangguhan, dan keagungan, yang katanya dimiliki sistem pertahanan Perang Bintang alias Kartika Yudha. Sebuah klaim yang masih diperdebatkan: sistem itu dianggap berlebihan, dan menciptakan perpecahan antarbenua di kalangan para sekutu politik, para ilmuwan yang mengerjakannya, para ahli strategi militer dan ahli-ahli riset. Tapi, dengan Kartika Yudha, skenario sepanjang 29 menit yang dibayangkan tadi tidak akan pernah menjadi kenyataan, menurut para pembelanya. Sebaliknya, hal-hal berikut inilah yang akan mungkin menjadi kenyataan. Pukul tujuh pagi roket-roket Rusia mengudara. Mereka, yang terus-terusan mengeluarkan api dan gas panas yang timbul pada saat pengapian di bawah tanah, memulai perjalanan mereka pelan-pelan. Dan menjadi sasaran empuk senjata lawan. Selama fase pendorongan, tiga atau empat menit pertama sebelum mereka sampai di tempat yang relatif aman di ruang angkasa, panas yang mereka semburkan telah dideteksi sebuah satelit mata-mata. Satelit ini memberikan aba-aba siap siaga kepada sebuah pesawat penembak -- sebuah satelit yang dipersenjatai meriam-meriam laser kimia yang mengorbit di ruang angkasa. Laksana gambaran sebuah film ruang angkasa atau permainan komputer, roket-roket Rusia itu kemudian begitu saja di-genjleng hancur di luasan langit. Rudal-rudal berkepala ledak ganda dan rudal-rudal pemancing, yang masih saja melekat di kepala roket pada fase pendorongan yang kritis itu, juga serta-merta diganyang habis. Ada beberapa pilihan cara serangan selama fase pendorongan itu. Roket-roket AS yang membawa meriam-meriam laser diluncurkan dari kapal-kapal selam. Mereka melaju cepat sekali sehingga dapat memblok rudal-rudal antarbenua Rusia sebelum sempat meninggalkan atmosfer bumi. Meriam-meriam laser itu mencuat dari roket ....dor! ... musuh hancur. Senjata-senjata lainnya kemudian juga masuk arena. Sebuah cermin raksasa yang mengorbit di angkasa dipergunakan untuk memantulkan alur sinar yang diarahkan dari penembak laser di bumi. Cermin ini dibuat dengan ketepatan luar biasa agar tidak melunturkan kekuatan sinar laser. Setiap berkas sinar itu, yang dikontrol geraknya oleh komputer, mengganyang satu roket. Namun, seandainya -- apa pun alasannya senjata-senjata Rusia masih ada juga yang lolos artinya rudal-rudal dan rudal-rudal pemancing pada pukul tujuh lebih dua puluh tujuh menit meninggalkan tempat aman di ruang angkasa dan kembali ke atmosfer bumi -- dan sekarang siap menghantam Amerika, mereka akan bisa dilihat oleh pengindria panas Amerika di ruang angkasa. Pengindria itu, yang mampu mengikutinya karena timbulnya gesekan pada saat roket-roket menyentuh atmosfer, akan menyiagakan sebuah stasiun tempur -- yang juga mengorbit di ruang angkasa -- yang akan menembakkan berkas sinar berpartikel netral. Partikel netral adalah atom yang tidak bermuatan listrik: partikel merusakkan micro-chip vital yang terletak di jantung sistem elektronik rudal-rudal Rusia itu. Pada menit-menit penghabisan dari fase pengakhiran ini masih ada satu pilihan yang lebih bandel dan agak kuno buat Amerika untuk menghantam. Ini dinamai smart rocks -- rudal-rudal yang diluncurkan dari pesawat terbang untuk menyerang rudal-rudal lawan. Pukul 07.29 waktu Kartika Yudha, serbuan musuh sudah bisa dicegah. Pembantaian manusia dengan senjata nuklir akhirnya terhindari. * * * SDI (nama semula buat program kelayakan Kartika Yudha) dipaparkan oleh Presiden Ronald Reagan lebih dari dua tahun lalu untuk menguji kemungkinan-kemungkinan melengkapi Amerika dengan payung nuklir zaman ruang angkasa. Untuk efektivitas militernya, sistem ini menggantungkan diri pada berlapis-lapisnya persenjataan. Empat jenis senjata beroperasi pada keempat fase. Pengarang-pengarang skenario ini, juga naratornya, Presiden Reagan, mengklaim sedang melepaskan dunia dari doktrin yang ada pada saat ini, yakni Mutually Assured Destruction (MAD: kehancuran pasti kedua pihak). Doktrin ini didasari kenyataan bahwa kedua negara adidaya itu masing-masing mempunyai 10.000 rudal yang ditempatkan di mana-mana. Hanya sepersepuluh jumlah rudal itu sudah mampu menghancurkan negara lawan, dan mungkin saja merusakkan iklim bumi dengan musim dingin nuklir. Memang ada sedikit manusia yang selamat pada serangan pertama. Tetapi tanpa gedung, hasil bumi, transpor, komunikasi, mereka toh tidak lagi punya bahan pokok yang cukup untuk hidup, di samping tidak ada lagi udara yang cukup aman untuk dihirup. Pihak militer terkadang mengusulkan skenario yang lain: gunakan sedikit saja rudal untuk menyerang satu kota lawan. Kemudian baru ajukan tawaran damai: sebuah serangan hanya terhadap pangkalan-pangkalannya! Tetapi selalu ada kemungkinan melakukan satu tikaman tunggal habis-habisan (all-out). Sam Singer, asisten direktur pada Kantor llmu dan Teknologi di Gedung Putih, mengatakan, "Betul tidak ada konflik langsung antara negara-negara adidaya. Tapi tahukah kita, situasi menjadi demikian karena adanya penghalang nuklir? Akan adakah kedamaian tanpa senjata nuklir? Mungkinkah ketakutan besar akibat Perang Dunia Kedua yang lalu selama paling sedikit 40 tahun telah menjadi penahan perang?" Reagan sendiri sebenarnya tidak yakin pada konsep kepastian yang merupakan jantung doktrin MAD. Tidak ada yang disebut penahan, jika engkau percaya bahwa musuhmu -- atas dasar moral mungkin tidak melakukan balasan. Dan, seperti yang dikatakan Reagan pada pidato yang mengejutkan di bulan Maret 1983, doktrin penahan itu secara moral memang "asing dan tak disukai". Disebutnya: adalah tidak bermoral untuk menghancurkan setengah dari belahan utara bumi, bahkan juga jika hanya untuk -- khususnya -- membalas. Inilah yang dijadikan dasar moral Presiden Reagan untuk menelurkan ide Kartika Yudha -- perang di angkasa saja. Dalih Reagan yang kedua adalah soal militer. Uni Soviet punya pertahanan yang primitif untuk menghadapi rudal-rudal yang diarahkan ke Moskow. Mereka bermaksud meledakkan bom-bom lawan pada saat bom-bom itu jatuh. Ada yang lebih penting lagi. Karena pertahanan yang sungguh-sungguh menggantungkan diri pada laser dan sinar berpartikel, orang Soviet mempunyai program luas untuk mengembangkan laser sebagai senjata. Para intel Amerika percaya, orang Rusia paling tidak mempunyai latar belakang untuk rencana-rencana Kartika Yudha mereka sendiri. Inteligen AS juga percaya bahwa Uni Soviet bahkan memiliki potensi untuk meluncurkan prototip pertama sistem antisatelit ruang angkasa pada penghujung 80-an atau awal 90-an -- mendahului AS. Singkatnya, orang Rusia sendiri memberi pertanda tentang akan berakhirnya ancaman MAD. Suatu ketika, di tahun-tahun enam puluhan intel Amerika mendapati Uni Soviet lagi membangun pertahanan rudal antibalistik (ABM) untuk melindungi kota-kota utama mereka. Sistemnya sederhana: menggantungkan diri pada rudal-rudal yang diluncurkan dari darat untuk menghancurkan bom-bom yang berjatuhan. Itu jelas bisa mempengaruhi keseimbangan, dan negara-negara adidaya mulai terjerat rasa bingung yang kemudian berkepanjangan. Karena itu, persetujuan pun dicapai mengenai pembatasan rudal antibalistik, yang menetapkan bahwa masing-masing hanya boleh membuat satu sistem rudal antibalistik. Uni Soviet terus membuat rudal-rudalnya di sekitar Moskow. Amerika kini memiliki beberapa ABM yang masih dalam proses pembuatan, serta memutuskan memusatkan proyeknya pada satu sistem rudal antibalistik. Namun, kemudian AS berkesimpulan, salah satu miliknya itu tak akan berguna atau, lebih mungkin, AS berpendapat sistem rudal antibalistik demikian itu tak akan (bisa dibuat) berarti. Akhirnya, pembuatan sistem rudal antibalistik dihentikan. Dalam pada itu, Uni Soviet mulai mengerjakan pembuatan rudal dengan banyak kepala ledak, yang masing-masing sudah diarahkan ke sasarannya sendiri-sendiri disebut MIRV. Inilah juga membuat sistem ABM tak berarti lagi. MIRV bisa memporak-perandakan sasaran lawan dalam radius tertentu -- dan sistem demikian mendorong lawan segera bereaksi. Langkah berikutnya ke luar angkasa. Kolonel Mike Havey, perwira penting cukup senior di antara para ilmuwan Gedung Putih, sampai beberapa waktu yang lalu berkilah, "Saat ini, apa yang disebut 'pertahanan' itu sebetulnya tidak ada di kedua pihak -- biarpun ada 20.000 kepala ledak atau lebih. Tak ada jalan untuk bisa mengontrol situasi. Saya punya teori dua langkah agar pengawasan persenjataan bisa berjalan baik. Anda butuh obat yang mujarab, yakni sesuatu yang bisa menarik tabir rudal-rudal antarbenua. Kami juga membutuhkan suatu cara untuk menghindari 'penipuan-penipuan'. Dengan sebuah 'payung nuklir', kiranya tak akan mungkin lagi kami dibohongi. "Pihak Barat mulai yakin untuk terus menggantungkan diri pada pensenjataan nuklir, karena senjata nuklir cukup hemat. Tetapi itu bisa berkembang menjadi suatu usaha yang mahal, yang sampai saat ini belum pernah kita alami. Sekarang ini Barat tak mungkin lagi menggunakan kekuatan konvensional: takut akan adanya pembalasan dengan nuklir. Kita memang menjurus ke unjuk gigi. Saya melihat Kartika Yudha sebagai jalan untuk mengurangi ketergantungan kita pada nuklir. Kongres tak akan menyetujui hal itu, kecuali langkah itu dibarengi dengan pengurangan rudal yang kita miliki." Dengan demikian, rudal antarbenua (ICBM) telah mendorong terciptanya rudal antibalistik (ABM) yang pada gilirannya menelurkan rudal dengan banyak kepala ledak (MIRV) dan akhirnya memunculkan Kartika Yudha, payung tertinggi itu. * * * Namun, sejak AS mengumumkan program itu, kritik-kritik mulai dilontarkan ke arah Reagan yang mendukung usaha-usaha riset menuju teknologi Kartika Yudha yang menelan biaya 27 milyar dolar AS (Rp 29,5 trilyun). Di Inggris, CND (Komisi Pertahanan Nasional) dan beberapa ilmuwan sudah bisa diduga akan bersikap memusuhi. Bahkan pihak Kementerian Luar Negeri memprihatinkan kemungkinan-kemungkinan goyahnya program Kartika Yudha. Sir Geoffrey Howe, Menlu Inggris, dalam pidatonya Maret tahun lalu (1985) mengimbau negara-negara adidaya agar berunding menjajaki persetujuan yang bisa melindungi "mata dan telinga" masing-masing, yakni satelit pengamat mereka yang terancam eksistensinya oleh senjata-senjata antisatelit. Ia mengingatkan adanya risiko bahwa riset persenjataan mungkin akan melaju cepat sendirian mendahului keputusan-keputusan politik. Ia menekankan, persetujuan ABM tahun 1972 adalah "dasar dalam sektor keamanan yang rapuh". Dinyatakannya pula, pengerahan persenjataan ke ruang angkasa tidak konsisten dengan perjanjian ABM itu. Kendati demikian, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher mendukung program riset Presiden Reagan. Tetapi tentang pengerahan senjata ke ruang angkasa, Thatcher bilang, nanti dulu. Bulan Oktober lalu Inggris dan AS mencapai suatu persetujuan sementara mengenai 18 bidang dalam rangka kerja sama teknik mengenai proyek-proyek Kartika Yudha senilai 1,5 milyar dolar. Riset demikian ini akan mendorong timbulnya kegiatan-kegiatan sipil, seperti halnya perlombaan ke bulan telah mendorong balapan di bidang komputer mikro dan komunikasi satelit. Amerika juga sedang membicarakan kerja sama dengan Italia, Jepang, dan Jerman Barat. Cukup banyak juga keragu-raguan dilontarkan orang terhadap masa depan teknologi Kartika Yudha yang telah dibeberkan para teoretikusnya. Ketika ditanyakan langsung kepada Kolonel Havey, ilmuwan Gedung Putih itu menjawab dengan mengutip apa yang pernah dikatakannya mengenai hukum pertamanya Arthur C. Clarke, seorang tokoh penulis fiksi ilmiah Amerika. Yakni: "Orang yang mengatakan beberapa hal mungkin bisa dicapai, mungkin salah. Orang yang bilang tidak mungkin, pasti salah." Ia menambahkan, di Gedung Putih "kami punya wawasan optimistis dengan segala pertimbangan". * * * Namun, banyak ilmuwan cukup disegani yang pesimistis. Pandangan Dr. Richard Garwin, ahli riset , dari the Union of Concerned Scientists dan sekarang bekerja di lembaga riset Thomas Watson, (IBM), New York, betul-betul sangat pribadi. Fisikawan terkemuka ini, yang dulu -- bekerja sama dengan Edward Teller dan Hans Bethe -- memperkenalkan bom hidrogen dengan rancangannya lewat sketsa-sketsa pertama yang akhirnya memang dipergunakankan, akhir-akhir ini mengerjakan pengembangan rudal-rudal penjelajah yang bisa dilontarkan dari pesawat terbang. Secara politis ia seorang konservatif ekstrem, tetapi ternyata tidak setuju dengan Kartika Yudha. "Saya tidak bisa kerja di sana," katanya. Lalu ia menuturkan latar belakangnya: Penasihat ilmu Presiden, Dr. George Keyworth, pernah mengatakan, pencegatan pada fase pendorongan adalah kunci rencana Kartika Yudha. Roket-roket pada saat itu gampang dideteksi jumlah sasarannya juga terbatas. Namun, kenyataannya, tak satu pun unsur pada fase pendorongan yang punya "jaminan". Pertama-tama, seperti setiap bagian dari suatu sistem, ia bergantung pada satelit-satelit pengamat. Satelit-satelit itu memberi tahu kita apakah roket-roket lawan sudah diluncurkan. Tetapi, dalam perang, roket-roket itu mudah sekali dikuntit, dan merupakan sasaran empuk sekali buat rudal-rudal. Stasiun-stasiun bumi, yang menerima informasi di bawah, sama rapuhnya. Lantas, katanya, belum bisa dipastikan apakah AS mampu membuat pesawat penembak di ruang angkasa yang dipersenjatai laser kimia. "Masalahnya, pertahanan kita haruslah bisa mengimbangi ancaman-ancaman yang ada pada waktu ini," kata Dr. Garwin itu. "Tetapi Uni Soviet juga selalu berusaha menemukan jalan lain menghadapi persiapan kita. Mereka bisa menggunakan rudal-rudal yang cepat tinggal landas (quick start), yang berbeban ringan. Rudal-rudal itu mungkin masing-masing hanya memiliki satu kepala ledak. Dengan demikian, roket-roket itu hanya butuh satu menit untuk sampai ke ruang angkasa, tidak lagi tiga menit. Penyergapan pada fase pendorongan tentunya akan sulit." Para penentang Kartika Yudha melangkah lebih jauh -- mengatakan bahwa pertahanan itu, celakanya, selalu saja di pihak defensif. Garis Maginot (Perang Dunia II) diterjang begitu saja oleh tank-tank cepat, ABM asli diterjang oleh MIRV, dan pesawat-pesawat penembak laser yang masih harus ditemukan akan diungguli oleh adanya roket start cepat. Dr. Garwin telah pula melontarkan keragu-raguan yang cukup beralasan mengenai jumlah pesawat penembak laser (dan biayanya) yang diperlukan, agar pesawat itu tidak sampai dilanda berondongan dahsyat dari roket-roket dan rudal-rudal berkepala ledak Soviet. Pesawat-pesawat jenis itu juga tidak bisa ditempatkan jauh di ruang angkasa sehingga bisa melayang pada orbit geostasioner. Itulah sebabnya mereka sangat rapuh. Mereka perlu ditempatkan pada jarak dekat, sehingga hanya melayang sedikit di atas bumi. Selama -- katakanlah -- dua pertiga orbitnya, tempat-tempat peluncuran Soviet tidak akan terlihat oleh mereka, dan mereka akan menjadi tidak berarti selama beberapa waktu. Karena itu, harus banyak sekali yang ditempatkan di orbit. Garwin juga mengatakan -- berlawanan dengan para teoretikus Kartika Yudha -- bahwa untuk setiap kenaikan kekuatan roket lawan dibutuhkan tambahan pesawat penembak laser yang memadai. Ia lalu memperhitungkan harga sebuah pesawat penembak itu: sepuluh kali harga sebuah rudal. Sebuah perbandingan yang menguntungkan pihak penyerang. Sudah jamak, sebuah program untuk mengcountersistem start lalu cepat diusulkan. Yakni laser sinar-X yang bisa mencuat sendiri (pop-up). Sinar tersebut digunakan untuk mengalahkan dan menghancurkan roket-roket yang sedang timbul, dan menggunakan letupan nuklir kecil sebagai sumber tenaganya. Tapi ini menimbulkan dua masalah, menurut Garwin: Pertama berbagai perjanjian (pembatasan senjata) saat ini melarang adanya senjata nuklir di ruang angkasa. Kedua, laser sinar-X merusakkan diri sendiri: letupan yang mereka butuhkan meledakkan mereka sendiri. Mereka hanya akan bisa mengirimkan satu "rombongan" setiap saat, biarpun mereka bisa menghancurkan sejumlah roket lawan dalam satu kali penembakan. Jika pihak Soviet meluncurkan roket-roketnya secara berganti-ganti, tidak sekaligus, yang diluncurkan belakangan mungkin bisa selamat. Garwin tidak lagi berminat mengembangkan berkas berpartikel netral sebagai suatu sistem pertahanan. "Itu hanya akan bekerja di ruang angkasa. Jika berkas sinar itu menyentuh atmosfer, partikel-partikel itu akan terisi listrik dan kemudian dicerai-beraikan oleh medan magnet bumi." * * * Garwin adalah seorang ilmuwan terapan yang ragu-ragu. Tapi para ilmuwan murni, yang jauh dari medan persenjataan, juga telah muncul sebagai penentang. Sebagian besar guru besar fisika di Universitas Illinois telah menandatangani sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa proyek Kartika Yudha patut diragukan. Untuk membiayai risetnya, mereka bahkan menolak menerima bantuan dana dari organisasi Kartika Yudha. Dan penolakan itu segera meluas -- meski juga diimbangi banyaknya ilmuwan yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan bantuan cuma-cuma proyek"lawan" itu. Salah satu penolakan serius muncul dari sektor perkomputeran -- yang merupakan jantung sistem Kartika Yudha. Larry Smarr, kepala National Center for Supercomputing dari Universitas Illinois, mempertanyakan kelayakan pembuatan 100 juta baris kode komputer untuk program Kartika Yudha. Kode-kode itu harus tepat, dan memang program ini yang akan bekerja terdahulu. Itu berarti, satu orang harus menuliskan 140 baris kode setiap hari sejak kelahiran Nabi Isa -- hanya untuk Kartika Yudha. Smarr berkata, "Pokoknya, tak ada cara bagi Anda untuk menghasilkan sebuah kode yang cukup luas untuk menangani pekerjaan itu. Tak mungkin pula melakukannya dengan sempurna pada awalnya. Saya tak bisa membayangkan perkembangan-perkembangan di bidang teknologi komputer yang kiranya bisa menyelesaikan masalah ini pada masa-masa mendatang ini." Ini mungkin pula berarti kesalahan para akademisi sedangkan pihak militer memiliki pengetahuan yang tidak terdapat di kalangan sipil. Sebaliknya, para penentang bertanya: lalu apa sebenarnya maksud Kartika Yudha? Garwin berpendapat, ada suatu keinginan di Gedung Putih yang didukung Menteri Pertahanan Caspar Weinberger untuk membuyarkan perjanjian ABM dan membujuk Uni Soviet agar juga mengembangkan sistem Kartika Yudha versi mereka sendiri -- yang tentu pula akan sangat mahal, jauh lebih mahal dari yang pernah mereka lakukan sampai saat ini. Pertimbangan Gedung Putih, menurut mereka: usaha yang habis-habisan semacam itu akan mengancam perekonomian Uni Soviet, yang sama sekali jauh dari efisien dibanding perekonomian Amerika Serikat. Tapi para penentang Kartika Yudha berpandangan, orang Rusia tidak akan tunduk pada sebuah gagasan yang akan menjerumuskan mereka untuk melakukan bunuh diri ekonomis. Sebaliknya, alasan-alasan para penentang tak begitu menggusarkan para pendukung Kartika Yudha di Gedung Putih. Kolonel Havey mengatakan tentang program komputer, "Semua komputer akan dihubungkan satu sama lain, sehingga satu kesalahan di satu tempat akan bisa dideteksi. Dan jika ada hal-hal yang bertentangan di antara komputer itu, masih ada manusia yang selalu mengawasinya--yang punya lima menit untuk mematikan sistem itu. Namun Anda bisa mempercayai komputer. Pesawat Boeing 747 yang Anda naiki melintasi Samudra Atlantik bisa lepas landas, terbang, dan mendarat tanpa campur tangan manusia. Pesawat ulang alik angkasa betul-betul seluruhnya dikendalikan komputer." Ia juga yakin bahwa laser bisa mengatasi masalah roket-roket ber-start cepat itu. Tapi bagaimana dengan sinar laser yang mengarah ke bumi di udara yang penuh awan? 'Kan tidak berguna? "Memang. Tapi tidak mungkin bumi kita ini sekaligus seluruhnya tertutup awan." Para penentang Kartika Yudha masih memperdebatkan optimisme Gedung Putih dengan mengatakan, masalah-masalah teknis itu tidak dapat diatasi serta dibandingkan dengan hasil-hasil historis abad ini. Mereka mengakui bahwa bom atom dan pendaratan di bulan berhasil biarpun di tengahtengah sikap skeptis yang luas. Tapi mereka tidak bisa menerima perbandingan analogis itu. Masalahnya, bulan tidak berusaha menghindar dari pendaratan, dan atom-atom uranium tidak berkeberatan untuk ditempatkan di bom. Sebaliknya, orang-orang Rusia menanggapi proyek yang direncanakan ini dengan serius. Mereka telah melancarkan ofensif propaganda besar-besaran untuk meyakinkan para sekutu Amerika bahwa konsep itu gila-gilaan, sambil mengatakan mereka bisa menandingi apa saja yang dimiliki Amerika -- meskipun, di atas segala-galanya, Kartika Yudha telah membuktikan dirinya sebagai kartu penawar Amerika yang ampuh: di Jenewa, pihak Uni Soviet telah menawarkan konsesi pengurangan persenjataan mereka yang terbesar selama ini. Debat mengenai rencana Kartika Yudha Amerika akan terus berlangsung di khalayak ramai sedangkan Kartika Yudha Uni Soviet -- seberapa pun besar kecilnya -- akan terus diselimuti rahasia. Mulai tahun 1992, pada saat program kelayakan SDI dilaporkan kepada presiden AS, siapa pun presiden waktu itu, dunia akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk memutuskan apakah teori Kartika Yudha itu suatu kenyataan atau semata-mata sebuah fiksi ilmiah. Pendukung & PenentangMDNM Pendukung: Orang yang mengatakan bahwa beberapa hal mungkin bisa dicapai, mungkinMDUL MDNMsalah. Tapi orang yang bilang tidak mungkin, jelas salah. -- Kartika Yudha adalah pertahanan terhadap serangan nuklir yang akan mengakhiri masa 40 tahun di bawah bayang-bayang bom. - Rusia maju terus dengan program mereka dalam sistem pertahanan zaman ruang angkasa. - Kartika Yudha akan menyebabkan pengurangan rudal antarbenua (ICBM). - Ia akan mengurangi ketergantungan pada senjata nuklir dan membebaskan senjata konvensional. - Seperti perlombaan ke bulan yang mendorong majunya komputer mikro dan komunikasi satelit, teknologi Kartika Yudha akan mendorong gejolak-gejolak positif dan bernilai di kalangan sipil. Penentang: Satu orang harus menuliskan 140 barisMDUL MDNMkode komputer setiap hari sejak kelahiran Nabi IsaMDUL MDNMhanya untuk membikin program komputer Kartika Yudha. - Kartika Yudha mengancam perjanjian nuklir yang telah ada dan bisa menimbulkan perlombaan persenjataan baru yang tak terkendalikan. - Kartika Yudha tidak bisa jalan dengan dasar-dasar ilmiah. -- Senjata konvensional, yang menjadi "lebih hidup" oleh adanya Kartika Yudha, akan meningkatkan risiko pecahnya perang konvensional di Eropa dan Dunia Ketiga. - Kartika Yudha, seperti juga Garis Maginot dan Garis Sigfried sebelumnya, akan gagal secara militer: penghalang semacam itu selalu bisa dijebol. Tantangan Uni Soviet SOVIET telah mengoperasikan satu-satunya sistem antisatelit di bumi -- sebuah hasil berbagai percobaan persenjataan ruang angkasa selama lebih dari 20 tahun. Bukti makin kuat akan adanya pendapat bahwa orang Rusia, sedang mempelajari kelayakan senjata mutakhir, seperti berkas sinar laser dan berkasberkas berpartikel netral. Berkas-berkas itu bisa ditembakkan dari pangkalan-pangkalan bumi yang memungkinkan mereka menghancurkan sasaran di bagian bawah ruang angkasa, persis di atas batas atmosfer. Sasaran bisa mencakup satelit cuaca maupun komunikasi. Laporan intel Amerika menyebutkan, percobaan saat ini sedang dilakukan Uni Soviet untuk prototip laser dan alat-alat berkas berpartikel di pusat riset Soviet di Sary Shagan, Asia Tengah. Kontroversi menyelimuti besar-kecilnya kemajuan Rusia, tapi layak dipercayai bahwa Moskow, seperti juga AS, belum berhasil meluncurkan senjata itu. Karena itu pula Moskow meningkatkan jangkauan tembaknya untuk mendapatkan pesawat militer Amerika yang lebih bernilai, yang mengorbit di garis lebih tinggi. Bagaimanapun, orang Amerika takut perkembangan teknologi frekuensi radio bisa merangsang Soviet membuat senjata yang mampu menghancurkan komponen elektronik vital dalam rudal-rudal antibalistik (AS). Dengan sistem radar, itu bisa dijadikan payung nuklir Soviet yang efektif. Pendapat umum mengatakan bahwa pengetahuan komputer Uni Soviet, yang penting untuk pengembangan Kartika Yudha berada di belakang tingkat AS. AS saat ini menggunakan komputer generasi keempat yang mampu menghasilkan 100 juta instruksi setiap detik, Soviet masih menimang generasi ketiga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus