Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tak Mungkin Kita Kembali ke Zaman Represif

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan berkampanye, kelelahan mendera Hatta Rajasa. Kantong mata calon wakil presiden yang berpasangan dengan Prabowo Subianto itu terlihat membiru. Suaranya serak akibat radang tenggorokan. Padahal dua hari lagi ia harus mengikuti debat keempat berhadapan dengan calon wakil presiden Jusuf Kalla. "Saya bisa berkeliling tiga provinsi dalam sehari," ujarnya.

Meski lelah, Hatta sedang bungah karena lembaga survei yang disewa tim suksesnya menghasilkan data menggembirakan. Elektabilitasnya bersama Prabowo terus naik, bahkan sudah melampaui tingkat keterpilihan Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang dua pekan sebelumnya masih unggul 20 persen. "Ada getaran di bawah yang mengalir mendukung kami," kata Hatta kepada Tempo di rumahnya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.

Anda merasa makin cocok dengan Prabowo atau sebaliknya?

Tentu saja. Proses saya menjadi calon wakil presidennya 19 bulan. Selama itu, ada interaksi, chemistry, dan dalam masa kampanye ini saya merasa makin cocok.

Hasil survei internal bagaimana?

Dua pekan lalu, kami tertinggal 8-10 persen dari Pak Joko Widodo. Sekarang kami sudah unggul 4 persen, meski ada juga lembaga survei yang menyebut elektabilitas kami dan Jokowi imbang.

Apa yang membuat elektabilitas Anda naik?

Survei membedakan sangat tegas bagaimana Prabowo dan Jokowi. Prabowo digambarkan sebagai tokoh yang tegas, nasionalis, memberi rasa aman. Pak Jokowi digambarkan tokoh sederhana, merakyat. Pada akhirnya, masyarakat merasa perlu pemimpin yang tegas. Kemudian ada fenomena orang mengikuti pilihan orang lain. Kelompok pemilih rasional di kelas menengah-atas, dari survei, tampaknya memilih Pak Prabowo, setelah melihat tiga kali debat.

Anda bukan faktor penting?

Orang melihat saya dan Jusuf Kalla sebagai tokoh yang punya pengalaman, tapi pada akhirnya pemilih lebih melihat siapa calon presidennya.

Soal tegas, ada kekhawatiran Indonesia akan kembali represif jika Prabowo menjadi presiden….

Enggaklah. Zaman sekarang kok masih ada orang bicara represif? Tak akan pernah republik ini kembali ke zaman represif. Masyarakat madani kita semakin kuat. Demokrasi tak akan sehat jika hanya partai politik yang kuat, tapi juga masyarakat madani yang kuat. Itu tecermin dari masyarakat yang kritis.

Anda percaya Prabowo seperti itu?

Tentu. Coba lihat, sama sekali dia tidak pernah menyerang dan selalu ingin berdiskusi. Banyak yang salah menilai dia karena hanya mendengar. Jika bertemu langsung, akan berubah.

Ada kampanye yang menyebut Jokowi tak membawa aspirasi umat Islam. Itu berpengaruh?

Memang ada arus yang melihat dukungan partai koalisi itu berpengaruh ke masyarakat, meski tak berarti Jokowi-JK tak didukung organisasi Islam. Orang dekat saya dan Prabowo juga banyak yang nonmuslim. Mungkin lebih ke perasaan karena kami didukung PPP, PKS, dan PBB.

Kampanye agama, misalnya, diusung tabloid Obor Rakyat. Apakah benar mereka bagian dari tim Anda?

Saya mendapat SMS yang bertanya hal serupa. Saya jawab, "Jika Anda sebarkan itu, akan saya gugat." Saya tak tahu urusan itu. Saya bukan orang yang suka dengan hal-hal semacam itu, bahkan kampanye negatif saya tak suka, apalagi kampanye hitam.

Masalahnya, pembela Obor Rakyat dari tim Prabowo-Hatta….

Saya enggak tahu ada tim pembela, enggak ngerti saya, dan saya sama sekali tidak pernah membicarakan soal itu. Dan saya yakin Pak Prabowo juga enggak tahu.

Apa yang Anda siapkan jika menang?

Saya tak ingin mendahului Tuhan. Saya menyiapkan situasi menang ataupun kalah. Jika kalah, saya akan menelepon Pak Jokowi dan mengatakan kompetisi sudah selesai, jangan ada lagi luka-luka membekas, mari kita membangun bangsa ke depan. Sebaliknya, jika saya menang, saya mengharapkan itu juga terjadi.

Bayangan Anda tentang kabinet seperti apa?

Sepanjang pembicaraan dengan Pak Prabowo, kami ingin kabinet zaken, kabinet ahli. Menterinya boleh dari partai, dari luar partai, tapi orang terbaik. Sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, saya paham tantangan Indonesia ke depan tak mudah, perlu orang terbaik mengelolanya.

Bagaimana mengakomodasi kepentingan partai koalisi?

Partai boleh mengusulkan nama, lalu kami bicarakan, bukan berarti dari mereka. Meski penunjukan menteri hak prerogatif presiden, masyarakat akan berteriak jika ada menteri yang muncul tiba-tiba karena akan mempengaruhi hidupnya.

Soal menteri utama bagaimana?

Tak ada. Pak Aburizal Bakrie pasti enggak mau menjadi menteri utama. Dia sudah dua kali menteri koordinator. Istilah menteri utama itu enggak ada. Itu melanggar undang-undang. Dan Pak Aburizal paham apa yang disebut menteri utama itu, ya, menteri koordinator.

Dalam debat, berulang-ulang Prabowo mengatakan anggaran bocor. Ini seperti menepuk air di dulang karena Anda menteri di pemerintahan...

Pak Prabowo itu orang cerdas. Masak, mengatakan kebocoran Rp 1.000 triliun, APBN kita saja Rp 1.800 triliun. Yang dimaksud Pak Prabowo adalah ada hal-hal yang belum kita kelola dengan baik. Ada yang seharusnya bayar pajak sekian, yang dibayarkannya lebih kecil. Jadi isu kebocoran itu maksudnya potensi kehilangan pendapatan negara. Pak SBY juga suka mengatakan seperti itu.

Jusuf Kalla mengatakan kita susah membangun kilang karena ada mafia minyak….

Apa yang dimaksud dengan mafia minyak? Kami mati-matian bangun kilang. Di MP3EI jelas disebutkan kita tak boleh jual gas. Qatar akan membangun, tapi minta tax holiday, kita berikan, lalu Qatar minta lagi setelah tax holiday pajaknya cuma lima persen. Tak mungkin kita berikan. Terakhir saya katakan bangun saja memakai uang negara, sisanya BUMN. Jadi membangun kilang itu soal memberikan untung atau tidak.

Dalam bisnis minyak, ada orang sangat terkenal, yaitu Muhammad Riza Chalid. Benarkah dia donatur Anda?

Kalau dia donatur, saya tak akan kesulitan mendapat saksi untuk PAN dalam pemilu kemarin. Di pemilihan presiden juga. Kalau dia donatur, spanduk saya lebih banyak daripada Jokowi. Saya memang kenal Riza di Majelis Dzikir bersama Haji Harris Thahir yang punya Rumah Polonia itu, tapi tak ada sama sekali urusan bisnis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus