Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tak Surut di Kredit Rumah

Perbankan bersaing memperebutkan pasar KPR. Terganjal daya beli yang masih rendah.

3 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA kue yang tak kunjung susut, bahkan terus membesar, dalam bisnis perbankan. Itulah kredit pemilikan rumah (KPR). Krisis atau tidak, pasar kredit ini tumbuh dan terus tumbuh.

Lihatlah data Bank Indonesia per Mei 2009. Posisi KPR untuk tipe rumah sampai dengan 70 meter persegi mencapai Rp 52 triliun. Bandingkan dengan tahun lalu yang Rp 49,77 triliun atau empat tahun lalu yang Rp 15 triliun.

Benar, bisnis lezat ini tak selalu mudah digarap karena banyak dipengaruhi ayunan suku bunga. Akhir 2008, sebagai imbas krisis global, perbankan ekstra ketat menjaga lemari brankas mereka. Kredit tak gampang mengucur. Bunga kredit dikerek hingga mencapai rekor tertinggi: 17 persen (saat itu suku bunga patokan BI 9,5 persen). Akibatnya, pasar KPR langsung mengendur.

Mulai medio tahun ini, keadaan berubah. Sinyal membaiknya makroekonomi yang dikirim Bank Indonesia direspons pasar. Suku bunga patokan BI mencapai level 6,75 persen-terendah sejak diperkenalkan empat tahun lalu-diikuti turunnya suku bunga bank penyalur KPR. Tentu saja ini sinyal positif bagi para calon pembeli.

Tren turunnya suku bunga pun diikuti beragam jurus bank demi menjaring konsumen. Iming-iming hadiah kulkas, televisi, sampai penanak nasi gencar digeber mengiringi heboh penawaran suku bunga termurah. Bank BCA, misalnya, sejak pertengahan Juni telah menurunkan bunga menjadi 9,9 persen. "Bunga tetap sampai dua tahun pertama. Berlaku bagi aplikasi baru dan nasabah di bank minimal dua tahun," kata Gregorius Hariyanto, Direktur Konsumer BCA.

Dengan suku bunga tetap, BCA memastikan keuntungan bank. Rasio kredit seret pun hanya 1,3-1,4 persen. "Pasar bisa lebih digenjot jika bunga KPR turun lagi," kata Gregorius. Tapi, dia menambahkan, bunga deposito atau biaya dana juga harus turun lebih dulu.

Bank Mandiri, sejak awal 2009, telah empat kali menurunkan suku bunga KPR. Bank ini juga menawarkan bunga tetap selama setahun. Ada juga tawaran bunga terendah 10,5 persen untuk pengembang tertentu. Aneka jurus ini, Wakil Presiden Direktur Bank Mandiri Mansyur Nasution yakin, bakal membuat target pertumbuhan minimal 20 persen tercapai. "Masih lebih rendah dibanding growth 50 persen tahun lalu," katanya. Dari semua kredit konsumer, porsi KPR memang terbesar, yakni 62 persen.

CIMB Niaga punya strategi lain. Target 2009 yang dipasang bank ini tidak tanggung-tanggung, yakni KPR baru senilai Rp 4-5 triliun. Bank milik investor dari negeri jiran ini berancang-ancang mengeluarkan produk KPR baru. Sasarannya segmen kelas bawah: rumah seharga Rp 100-200 jutaan. "Biasanya membidik pasar Rp 200-500 jutaan," kata Direktur Retail CIMB Niaga Suhaimin Johan.

Tak lupa, bunga diturunkan empat persen hingga kini di level 11,59 persen. Walhasil, Suhaimin optimistis, "Pasar KPR tahun ini lebih baik ketimbang tahun lalu yang sempat drop 50 persen."

Suara lain datang dari Direktur Riset Infobank Eko B Supriyanto. Ia pesimistis penurunan bunga langsung mendongkrak penjualan rumah karena minimnya daya beli masyarakat. Kredit tumbuh maksimal hanya 25 persen, itu pun hanya berlaku untuk bank-bank besar. "Secara umum perbankan masih bersikap hati-hati," kata Eko.

Tantangan terbesar, kata Eko, bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat. Jika ekonomi tumbuh 5-6 persen, artinya pasar mulai pulih. "Bisnis KPR khususnya untuk rumah tinggal tergolong aman," katanya. Selain bersaing menurunkan bunga kredit sejak Februari menjadi berkisar 9,75-14,99 persen, bank juga gencar mengambil alih KPR bank lain.

Direktur Indonesia Property Watch Ali Tranghanda memastikan pasar KPR tak pernah surut. Permintaan rumah yang 800 ribu unit per tahun biasanya hanya separuh dipenuhi. Tahun lalu, defisit perumahan nasional mencapai 8,6 juta unit dengan nilai KPR mencapai Rp 123 triliun, naik dari Rp 94,3 triliun per Desember 2007.

Makin ketatnya persaingan bank, menurut Ali, dapat menormalkan penjualan rumah kelas bawah dan menengah yang turun 4,35 persen dan 10,57 persen tahun lalu. Syaratnya: suku bunga yang masih 9,5-10 persen harus segera dikerek turun. Syarat lainnya: bank jangan lagi kelewat ketat menjaga brankas.

Lima Raja KPR
(Triliun Rupiah)

 20082009*
BTN3234**
CIMB Niaga1314
BCA10,310,6
Bank Mandiri8,112,5
BNI7,27,64

Penyaluran KPR Bank Umum
(Triliun Rupiah)

 2006200720082009
KPR dan apartemen sampai tipe 7033,2138,4849,7752,0
KPR dan apartemen > tipe 7027,7539,4851,1851,73

*SAMPAI MEI
SUMBER: BANK INDONESIA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus