Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga tahun lalu, dalam pemilihan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono memang menguasai Jawa Timur. Tapi, survei terbaru Lembaga Survei Indonesia dan Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Pusdeham), Surabaya, menunjukkan bahwa popularitas Megawati meroket di provinsi sebelah timur di Jawa ini. Megawati banyak unggul di daerah subkultur Mataraman dan subkultur Arek, tapi masih tertinggal oleh SBY di subkultur Tapal Kuda.
Para ahli biasanya membagi Jawa Timur dalam tiga subkultur itu. Subkultur Mataraman di bagian barat Jawa Timur, pada umumnya terdiri dari kaum abangan. Subkultur Tapal Kuda di timur kebanyakan merupakan kaum santri. Karena wilayah yang melingkupinya mirip ladam, daerah itu sering disebut sebagai Tapal Kuda. Sementara itu, subkultur Arek berada di tengah dan memiliki watak sosial yang lebih egaliter.
Dengan komposisi seperti itu, wajar jika Megawati unggul di subkultur Mataraman. Sudah lama daerah ini memang menjadi basis kaum nasionalis. Pada pemilihan umum 1955, PNI dan PKI unggul di kawasan ini. Situasi memang berubah pada Orde Baru, tapi pada pemilu pascareformasi, komposisinya kembali mirip pemilu 1955. PDI Perjuangan, unggul di subkultur ini. Hasil survei Pusdeham pada Agustus lalu juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Megawati juga unggul di sejumlah kabupaten/kota di subkultur Arek.
Walau demikian, Megawati juga tetap gagal menaklukkan subkultur Tapal Kuda, sebagaimana yang terjadi pada PNI dalam pemilu 1955. Malah SBY yang unggul. Pada pemilu 2004, kemenangan SBY di kawasan dan juga di Jawa Timur ini bisa dipahami. Pecahnya suara kaum nahdliyin dalam dua pasangan (Megawati-Hasyim Muzadi dan Wiranto-Salahuddin) membuat SBY-JK melenggang. Padahal, kalau perolehan suara dua pasangan itu dijumlahkan, SBY bakal kalah di Jawa Timur.
Kalaupun kini Mega juga masih kalah di Tapal Kuda, kata Direktur Pusdeham, Muhammad Asfar, itu karena para kiai masih berpandangan "kalau ada pria, mengapa memilih perempuan". Faktor ini, ditambah terpecahnya suara nahdliyin tadi, membuat Megawati gagal mendulang kemenangan di Tapal Kuda dan juga Jawa Timur.
Pendapat semacam ini, menurut pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Besuk, Pasuruan, KH Ahmad Subadar, karena agama melarang perempuan jadi pemimpin. Ahmad mengutip hadis, "Apabila kamu ingin sejahtera di dunia, jangan serahkan urusanmu pada wanita." Hadis ini tertera dalam kitab Fathul Baari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani yang menjadi rujukan banyak pesantren. "Bukan perkara Megawatinya. Siapa pun dia, kalau perempuan, dilarang jadi presiden," katanya. Itu sebabnya, akan tetap sulit bagi Megawati untuk menang di Tapal Kuda.
Asfar juga menyebut hal lain yang membuat Megawati kembali naik pamor. Dalam pemilihan presiden 2004, kata Asfar, masyarakat bawah banyak berharap kepada SBY karena saat itu Megawati sebagai presiden dianggap gagal memperjuangkan aspirasi mereka. "Kondisi kini berbalik, mereka menilai SBY gagal."
Kesalahan SBY, menurut Asfar, karena ia lebih suka menggarap isu-isu yang tak menyentuh kebutuhan dasar. Publik, kata dia, tidak tertarik isu pemberantasan korupsi dan pembalakan liar. Mereka lebih membutuhkan pupuk dan pestisida murah. Tebar pesona SBY saat panen raya, bagi petani tidak penting. "Yang lebih penting, SBY mestinya meyakinkan harga jual gabah tinggi."
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Kabupaten Madiun, Suharno, sependapat dengan Asfar. Suharno menyatakan tidak akan memilih SBY sebagaimana pada pemilu lalu. Petani, kata dia, kini menilai program pertanian SBY tidak jadi kenyataan. Ia menunjuk program biosolar pengganti bahan bakar premium dari bahan jarak yang diatur melalui keputusan presiden. "Tapi, petani tidak dilindungi dan harga jarak pun anjlok sehingga para petani rugi."
Pada akhirnya, tampaknya pemilihan pasangan akan menjadi masalah krusial baik SBY maupun Megawati untuk bisa menang di Jawa Timur. Angin memang sudah mulai bertiup kembali ke arah Mega, tapi jika SBY punya duet yang tepat, angin bisa berbalik arah, terutama juga karena Megawati seorang perempuan.
Berebut Akar Darah dan Sub-budaya
Peta Kekuatan SBY vs Megawati di Kota-Kabupaten (%)
Subkultur Santri (Tapal Kuda)
BangkalanSBY: 12Megawati: 13
SampangSBY: 20Megawati: 11
PamekasanSBY: 19Megawati: 17
SumenepSBY:31Megawati: 14
Kabupaten PasuruanSBY: 17Megawati: 26
Kota PasuruanSBY: 14Megawati: 28Gus Dur: 14
Kabupaten ProbolinggoSBY: 15Megawati: 38
Kota ProbolinggoSBY: 11Megawati: 11
SitubondoSBY: 30Megawati: 13
BondowosoSBY: 28Megawati: 9Gus Dur: 30
BanyuwangiSBY: 19Megawati: 18Gus Dur: 20
JemberSBY: 16Megawati: 37
LumajangSBY: 27Megawati: 36
Subkultur Mataraman
PacitanSBY: 26Megawati: 18
PonorogoSBY: 29Megawati: 23
Kota MadiunSBY: 22Megawati: 55
Kabupaten MadiunSBY: 33Megawati: 20
NgawiSBY: 12Megawati: 25
MagetanSBY: 13Megawati: 20
TrenggalekSBY: 30Megawati: 35
TulungagungSBY; 20Megawati: 23
Kabupaten BlitarSBY: 19Megawati: 31
Kota BlitarSBY: 0,0Megawati: 12,5
Kabupaten KediriSBY: 13Megawati: 18
Kota KediriSBY: 15Megawati: 7
NganjukSBY: 19Megawati: 18
BojonegoroSBY: 19Megawati: 19
TubanSBY: 18Megawati: 29
Subkultur Arek
LamonganSBY: 19Megawati: 19
JombangSBY: 23Megawati: 18
GresikSBY: 11Megawati: 19
Kabupaten MojokertoSBY: 18Megawati: 26
Kota MojokertoSBY: 42Megawati: 28
SidoarjoSBY: 16Megawati: 9
Kabupaten MalangSBY: 12Megawati: 26
Kota MalangSBY: 13Megawati: 41
Kota BatuSBY: 9Megawati: 9
Kota SurabayaSBY: 18Megawati: 22
Yang Dipilih Rakyat Jawa Timur Survei LSI
Megawati Soekarnoputri23%Susilo Bambang Yudhoyono22%Amien Rais3%Wiranto 3%Jusuf Kalla 1%Sultan Hamengku Buwono X0,3%
Survei Pusdeham Surabaya(Agustus 2007, responden 3.527, multistage random sampling, margin of error +/- 2 persen dan tingkat kepercayaan 99 persen)
Megawati Soekarnoputri23%Susilo Bambang Yudhoyono19%Gus Dur8%Amien Rais5%Jusuf Kalla 5%Sultan Hamengku Buwono X5%Wiranto 4%Hidayat Nur Wahid3%Yusril Ihza Mahendra1%Soetrisno Bachir1%Sutiyoso0,4%Sutanto0,2%Djoko Suyanto0,1%
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo