Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA belas tahun lamanya Soeharto menebar triliunan uang negara kepada anak-anak, keluarga dekat, dan kroni Cendana. Mereka adalah Sigit Harjo-ju-danto, Bambang Trihatomodjo, Hutomo Mandala Putra, serta Bob Hassan.
Tak sedikit duit yang menguap. Yayasan yang dalam akte pendiriannya mencantumkan tujuan mulia-memberikan sedekah hingga mempertahankan kedaulat-an negara-pada akhirnya hanya sapi perah untuk memenuhi pundi uang kroni Cendana.
Menurut Kejaksaan Agung, dalam kurun waktu 28 Oktober 1985 hingga 15 Agustus 1999, tebaran uang itu merugikan negara Rp 1,4 triliun dan US$ 419,6 juta. Itu pun baru uang yang keluar dari tujuh yayasan yang semua dipimpin Soe-harto.
Budy Setyarso
Yayasan Beasiswa SupersemarDidirikan: 16 Mei 1974Ketua: SoehartoBendahara: Ali AffandiTujuan: membantu siswa/mahasiswa yang cakap tetapi kesulitan biaya pendidikan.
Sumber dana: sisa laba bersih Bank Indonesia, BNI 46, BDN, BBD, BTN, BRI, Bank Exim, dan Bappindo.
Cara pengumpulan dana: Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 yang mengatur bahwa separuh dari lima persen sisa laba bersih bank-bank pemerintah disetorkan langsung ke rekening Yayasan Supersemar.
Dana terkumpul (sampai 31 Juli 1999): Rp 1,5 triliun.
Penyelewengan: Soeharto memerintahkan pengeluaran uang kepada sejumlah perusahaan, yakni:
- US$ 419,6 juta untuk menutup kerugian Bank Duta-bank itu kini sudah ditutup.
- Rp 13,2 miliar diberikan kepada PT Sempati Air sebagai tambahan modal perusahaan penerbangan yang sahamnya dimiliki Hutomo Mandala Putra (Tommy), Sigit Harjojudanto, dan Bob Hassan.
- Rp 150 miliar diberikan kepada PT Kiani Sakti dan PT Kiani Lestari milik Bob Hassan, untuk membiayai pembangunan proyek pulp PT Kiani Kertas.
- Rp 12,7 miliar diberikan kepada anak perusahaan Grup Nusamba: PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, dan PT Tanjung Redep. Saham Nusamba dimiliki Sigit dan Bob Hassan.
- Rp 10 miliar untuk membeli saham Gedung Kosgoro.
Kerugian negara: Rp 191,8 miliar + US$ 418,6 juta
Yayasan Dharma Bhakti Sosial DharmaisDidirikan: 8 Agustus 1975Ketua: SoehartoBendahara: HedijantoTujuan: membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang adil dan merata.
Sumber dana: sisa laba bersih Bank Indonesia, BNI 46, BDN, BBD, BTN, BRI, Bank Exim, dan Bappindo.
Cara pengumpulan dana: Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976, yang mengatur bahwa 2,5 persen sisa laba bersih bank-bank pemerintah disetorkan langsung ke rekening Yayasan Dharmais.
Dana terkumpul (sampai 31 Juli 1999): Rp 1,5 triliun.
Penyelewengan: Soeharto memerintahkan pengeluaran uang kepada sejumlah perusahaan, yakni:
- Rp 11 miliar diberikan sebagai tambahan modal PT Sempati Air.
- Rp 150 miliar diberikan kepada PT Kiani Lestari untuk membiayai pembangunan proyek pulp PT Kiani Kertas.
- Rp 12,7 miliar diberikan kepada anak perusahaan Grup Nusamba: PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, dan PT Tanjung Redep. Saham Nusamba dimiliki Sigit dan Bob Hassan.
- Rp 10 miliar untuk membeli saham gedung Kosgoro.
- Rp 3 miliar diberikan kepada PT IFI, perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki Sigit Harjojudanto.
- Rp 7 miliar ditanam sebagai deposito di PT Bank Umum Nasional. Deposito tak bisa ditarik karena bank milik Bob Hassan itu dibekukan pada 21 Agustus 1998.
Kerugian negara: Rp 201,8 miliar
Yayasan Dana Sejahtera Mandiri DamandiriDidirikan: 15 Januari 1996Ketua: SoehartoBendahara: Bambang TrihatmodjoTujuan: wadah masyarakat bergotong royong untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga prasejahtera dan sejahtera.
Cara pengumpulan dana:
- Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, yang mengatur bahwa 2 persen dari pajak penghasilan atas wajib pajak yang berpenghasilan di atas Rp 100 juta disetor ke rekening Damandiri. Dana terkumpul: Rp 4,5 triliun.
- Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1996 dan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1996, bahwa dana reboisasi sebesar Rp 100 miliar yang seharusnya untuk Kredit Usaha Keluarga Sejahtera disisihkan untuk Damandiri.
- Presiden meminta Menteri Kependudukan agar mengalihkan dana proyek Tabungan Kesejahteraan Rakyat 1997/1998 sebesar Rp 300 miliar kepada Damandiri.
Penyelewengan: Soeharto memerintahkan pengeluaran uang kepada sejumlah perusahaan, yakni:
- Rp 112,7 miliar ditanam sebagai deposito di Bank Andromeda. Deposito tak bisa ditarik karena bank milik Bambang Trihatmojo itu dibekukan pada 1 November 1997.
- Rp 330,3 miliar ditanam sebagai deposito di Bank Alfa. Tapi deposito tak bisa ditarik karena bank milik Bambang Trihatmojo itu dibekukan pada 13 Maret 1999.
Kerugian negara: Rp 442,8 miliar
Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti DakabDidirikan: 8 Juni 1985Ketua: SoehartoBendahara: Zahid Husein/SoebonoTujuan: mempertahankan Pancasila dan UUD 1945, mencerdaskan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sumber dana: kutipan dari pemerintah, masyarakat, dan pihak lain seperti Bulog dan PT Astra.
Dana terkumpul (sampai dengan 31 Juli 1999): Rp 952,2 miliar
Penyelewengan: Soeharto memerintahkan pengeluaran uang kepada sejumlah perusahaan yakni:
- Rp 17,9 miliar diberikan kepada PT Sempati Air, dalam beberapa tahap.
- Rp 150 miliar diberikan kepada PT Kiani Sakti untuk membiayai pembangunan proyek pulp PT Kiani Kertas.
- Rp 24,2 miliar diberikan kepada anak perusahaan Grup Nusamba: PT Kalhold Utama, PT Essam Timber, dan PT Tanjung Redep. Saham Nusamba dimiliki Sigit dan Bob Hassan.
- Rp 10 miliar untuk membeli saham gedung Kosgoro.
- Rp 125,7 miliar untuk membeli saham PT Bank Umum Nasional milik Bob Hassan.
- Rp 64,3 miliar ditanam sebagai deposito di PT Bank Umum Nasional. Deposito tak bisa ditarik karena bank milik Bob Hassan itu dibekukan pada 21 Agustus 1998.
- Rp 135,4 miliar ditanam sebagai deposito di PT Bank Pesona Kriyadana (Bank Utama). Tapi deposito tak bisa ditarik karena bank milikTommy dan Sigit Harjojudanto itu dibekukan pada 13 Maret 1999.
Kerugian negara: Rp 532,5 miliar
Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan Siti Hartinah SoehartoDidirikan: 23 Agustus 1986Ketua: SoehartoTujuan: wadah masyarakat bergotong royong untuk membantu mereka yang terkena musibah bencana alam.
Cara pengumpulan dana:
- Yayasan memungut sumbangan dari pemerintah, badan usaha milik negara seperti PLN, Garuda Indonesia, BNI 46, Dharma Wanita. Dana terkumpul sampai 31 Juli 1999 adalah Rp 37,2 miliar.
- Sumbangan dari masyarakat dan swasta Rp 51,5 miliar.
Penyelewengan: Yayasan mendepositokan Rp 1,25 miliar di Bank Alfa, milik Bambang Trihatmodjo. Bank ini dibekukan pada 13 Maret 1999.
Yayasan Amal Bhakti Muslim PancasilaDidirikan: 17 Februari 1982Ketua: SoehartoTujuan: mewujudkan persaudaraan umat Islam dengan menggairahkan sedekah dan amal jariah. Dana disalurkan untuk membangun masjid.
Cara pengumpulan dana: Soeharto mengimbau Korpri untuk menyumbang yayasan ini. Korpri dan Panglima ABRI lalu menjalankan imbauan ini kepada anggotanya.
Dana terkumpul: Rp 79 miliar.
Penyelewengan: Soeharto memerintahkan bendahara yayasan untuk memasukkan biaya pajak 10 persen dari nilai kontrak pembangunan 97 masjid. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1995, pajak untuk proyek ini seharusnya dibayar oleh pemerintah. Jadi, terjadi kelebihan pembayaran oleh yayasan sebesar Rp 2 miliar.
Yayasan Bantuan Beasiswa Yatim Piatu Tri Komando RakyatDidirikan: 2 Mei 1963 Ketua: SoehartoBendahara: Achmad Parwis NasutionTujuan: memberikan beasiswa bagi anak anggota ABRI yang meninggal saat operasi di Irian Barat.
Cara pengumpulan dana: mengutip sumbangan dari pemerintah, BUMN, badan swasta, dan masyarakat hingga Rp 24,4 miliar.
Penyelewengan: Soeharto melanggar tujuan yayasan dengan memerintahkan pengeluaran uang sebesar:
- Rp 3,5 miliar diberikan kepada Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.
- Rp 3,5 miliar diberikan kepada Dewan Penyantun Museum Purna Bhakti Pertiwi.
Sumber: Berkas dakwaan Soeharto yang disusun Kejaksaan Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo