Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersandera Beleid Seratus Hari

Hingga seratus hari, struktur organisasi kementerian dan departemen belum disusun. Lalu kapan?

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Saifullah Yusuf terpaksa menghentikan guyonannya ketika batuk tiba-tiba datang. Ia mencari-cari segelas air di ruangan itu. Di meja tak ada gelas, apalagi gelas berisi air. Yang kelihatan hanya beberapa toples kue yang isinya tak lagi penuh. Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu seakan sadar, sudah lama ia membiarkan wartawan Tempo tanpa suguhan, Selasa petang pekan lalu itu. Sebagai warga nahdliyin yang selalu memuliakan tamu, Saifullah kemudian menawarkan suguhan.

"Mau minum apa? Kopi atau teh?" Belum lagi dijawab, kemenakan mantan presiden Abdurrahman Wahid ini sudah beranjak keluar ruangan. Ia menegur salah satu stafnya.

"Kenapa tamunya tak ditawari minum? Buatkan kopi atau teh," perintahnya.

Dengan malu-malu, staf menteri itu menjawab, "Pak, yang ada cuma teh, enggak pakai gula karena gulanya habis. Kopinya juga habis."

Menteri Saifullah terperangah. "Kenapa enggak beli? Kantor menteri kok bisa kehabisan gula," katanya sambil merogoh saku celana. Dua lembar lima puluh ribu-an yang sudah kumal diulurkan ke tangan stafnya.

"Beginilah keadaannya. Mohon maaf, semuanya serba darurat," kata bekas Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa ini.

Kantor yang bertugas mempercepat pembangunan daerah tertinggal itu benar-benar "tertinggal", belum berfungsi penuh layaknya sebuah kementerian.

Suasana serba darurat terasa begitu memasuki gedung berlantai delapan di Jalan Abdul Muis 7 di Jakarta Pusat itu. Debu-debu yang beterbangan menyambut tamu di lantai satu. Papan-papan partisi abu-abu untuk menyekat ruangan teronggok di sebuah pojok. Bau cat tercium keras. Di lantai tiga, tempat menteri berkantor, masih banyak ruangan kosong.

Menteri Saifullah sudah seratus hari berkantor di sana. Tugas yang dijalankan bekas wartawan itu merupakan perluasan tugas Menteri Negara Pembangunan Kawasan Indonesia Timur di zaman Presiden Megawati. Saifullah adalah satu dari para menteri yang memimpin kementerian baru dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kementerian baru di zaman SBY ini umumnya adalah pecahan atau pemekaran dari kementerian lama.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan adalah contoh departemen yang dipecah dua. Departemen Perindustrian dipimpin Andung Nitimiharja, dan Departemen Perdagangan dipimpin Mari Elka Pangestu. Lalu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pemuda dan Olahraga, juga Kementerian Perhubungan. Tentu kondisi di kementerian yang lain tidak se-"sulit" yang dialami Saifullah.

Walau tak ada gula pasir di kantornya, Saifullah tergolong beruntung. Kementeriannya tidak perlu repot-repot menumpang di kantor orang. Anggaran operasional juga tersedia. "Tak masalah, kami masih bisa memakai anggaran kementerian sebelumnya," katanya. Ia bekerja mengandalkan orang-orang eks kementerian lama. Kebijakan Presiden Yudhoyono tentang tata organisasi kementerian belum juga keluar. "Yang penting kerja dulu," katanya.

Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Anshari jauh lebih repot. Ia baru mendapat kantor sepekan setelah dilantik. Kantor itu terletak di Jalan Raden Patah I Nomor 1, Jakarta Selatan. Dulu, gedung berlantai delapan itu dipakai tiga "badan" di Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah. Untuk mengisi staf, Menteri Yusuf harus "mengimpor" dari Badan Perimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil, ditambah pegawai dari Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman. Ia pun masih harus minta dana ke Departemen Pekerjaan Umum untuk membiayai operasional kantornya.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault, juga harus merombak kantor yang sebelumnya sudah dijadikan direktorat olahraga di bawah Kementerian Pendidikan Nasional. Adhyaksa dan stafnya harus menumpang di lantai tiga Gedung Graha Pemuda, Senayan. Dulu, di zaman Soeharto, gedung itu memang dipakai sebagai kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, tapi kementerian itu dibubarkan di zaman Abdurrahman Wahid.

Urusan kantor hanya satu masalah. Yang lebih pokok adalah belum beresnya kebijakan presiden soal tata organisasi kementerian. Kebijakan yang menurut Presiden Yudhoyono akan dikeluarkan dalam waktu dekat ini akan memungkinkan menteri menunjuk pembantu-pembantu teknisnya di eselon I dan II. Para staf teknis itu akan membantu menteri menyusun anggaran operasional tahun 2005.

Urusan beleid tata organisasi ini menjadi "persoalan" dalam rapat kerja Komisi V dengan sejumlah menteri, Senin pekan silam. Erman Soeparno, Wakil Ketua Komisi V DPR, mempersoalkan belum rampungnya soal ini. Erman mensinyalir roda pemerintahan SBY akan tersendat-sendat. Koordinasi dan konsolidasi internal kementerian pun tak jalan. "Ini ironis karena pemerintahan hampir jalan seratus hari," kata Erman. Dia menganggap itu kesalahan Presiden karena tak bisa membuat skala prioritas. "Rapat-rapat dengan DPR jadi tidak jelas keabsahannya karena para deputi dan staf ahli yang mendampingi menteri tak jelas kapasitasnya," ujarnya.

Ia menduga, belum keluarnya beleid ini karena masih terjadi tarik-menarik berbagai kepentingan di pemerintahan, termasuk perbedaan pandangan antara Presiden dan Wakil Presiden.

Sekretaris Negara Yusril Izha Mahendra tak menampik adanya masalah dalam penyusunan beleid itu. Menurut dia, beleid ini tertunda karena ada usulan mengubah struktur Kementerian Komunikasi dan Informasi dari kementerian negara menjadi departemen. "Ini memaksa Presiden mengubah Keputusan Presiden Nomor 187 Tahun 2004 tentang pembentukan kabinet," kata Yusril. Dalam wawancara dengan tim Tempo, Sabtu lalu, Presiden Yudhoyono menjelaskan bahwa beleid yang sudah di meja kerjanya itu menunggu pemisahan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dari Departemen Perhubungan ke Departemen Komunikasi dan Informasi. Februari ini kebijakan itu diharapkan rampung.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar, kebijakan itu memang baru keluar setelah 100 hari. Soalnya, rancangan program kerja jangka panjang dan menengah baru selesai disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pertengahan Januari. Bundel program lima tahunan itu baru ditandatangani SBY pada 19 Januari silam dan dibagikan dalam sidang kabinet Rabu pekan lalu. "Jadi, bagaimana menandatangani putusan-putusan yang sifatnya teknis kalau rencana basisnya baru selesai," ujar Rahmat.

Selain struktur kementerian dan departemen, Presiden Yudhoyono juga akan menandatangani keputusan tentang struktur Sekretariat Negara dan staf khusus presiden. Para pejabat eselon satu dan setarafnya itu akan diseleksi Panitia Penilaian Akhir yang beranggotakan Presiden, Kepala Badan Intelijen Negara, Sekretaris Negara, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. "Untuk satu jabatan, pemerintah bisa menyiapkan lebih dari satu calon," kata Taufiq Effendi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

Bundel rencana program itu akan menjadi acuan kerja lima tahunan. Yang paling sulit adalah, "Menjabarkan visi dan misi SBY-JK selama kampanye dalam program yang lebih realistis. Inilah pekerjaan terberat dalam 100 hari," ujar Taufiq.

Ada kritik dari Ryaas Rasyid, bekas menteri yang pernah bersama SBY menjadi tim penyusun struktur kabinet Abdurrahman Wahid. Ryaas kecewa jika dalam 100 hari kerangka kerja kabinet belum beres. Menurut Ryaas, tata kerja internal kabinet itu dan struktur organisasi kementerian harusnya sudah selesai ketika format Kabinet Indonesia Bersatu itu diumumkan. "Jadi, begitu dilantik, SBY-JK dan kabinetnya sudah ready bekerja," kata Ryaas.

Harapan mantan sejawat itu memang tinggal harapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus