Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, gedung Nusantara V, dua pekan lalu mendadak terasa gerah. Ekspresi wajah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba-tiba berubah: kaget, marah terpacak di wajahnya yang merah padam. Suasana rapat konsultasi Presiden dengan DPR terasa tegang.
Semua gara-gara pertanyaan anggota DPR Alvin Lie tentang surat petunjuk Wakil Presiden kepada para menteri, tertanggal 27 Desember 2004, yang dinilai melecehkan kewenangan DPR. Sebab, dalam surat nomor B 1750 yang diteken Sekretariat Wakil Presiden, Prijono Tjiptoherijanto, itu, rapat kerja dengan DPR dinilai hanya membuang-buang waktu dan tenaga.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang seharusnya menjawab pertanyaan itu, telah pamit mundur untuk menghadiri penutupan "Infrastructure Summit" di Hotel Sahid, Jakarta. Presiden lalu angkat bicara. Katanya, sama sekali tak ada niat pemerintah untuk melecehkan lembaga legislatif itu. Ia berjanji akan menyelesaikan masalah ini tanpa mengurangi kepercayaan dan hubungan baik pemerintah dengan DPR.
Esoknya, Prijono meminta mundur. Wakil Presiden pun menyatakan bahwa surat edaran itu dibuat tanpa sepengetahuan dirinya. Namun, saat diwawancarai Tempo, Prijono mengatakan, "Surat itu semacam resume dari lampiran undang-undang yang diminta Pak Kalla."
Tak pelak, insiden rapat konsultasi itu menguatkan rumor tentang dominasi Jusuf Kalla dalam pemerintahan SBY.
Duet antara opsir dan saudagar itu memang baru seumur jagung. Perbedaan gaya, langkah, serta karakter kedua orang itu pun telah disadari sejak kerja sama itu digalang.
Mantan Ketua MPR RI, Amien Rais, pun menilai, dalam seratus hari pemerintahan Yudhoyono-Kalla, hanya rivalitas peran kedua orang itu yang menonjol. Jika hal ini berlanjut, "Bisa jadi SBY hanya menjadi simbol kepala negara, sedangkan day to day pemerintahan dikendalikan Wakil Presiden," ujarnya.
Dominasi bekas Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini sudah tampak saat penyusunan kabinet 20 Oktober 2004 lalu. Saat itu Kalla mengusung beberapa nama yang direkomendasikannya menjadi menteri. "Ia sempat mengancam lebih baik tidak menjadi wakil presiden bila beberapa nama yang direkomendasikannya tidak menjadi menteri," kata bekas Menteri Negara Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid. Tapi, soal tarik-menarik penyusunan kabinet, ia menjawab, "Mengurus RT saja lama, apalagi menyusun kabinet."
Dari sisi ide, inovasi, dan kecepatan gerak, Kalla memang mengungguli Yudhoyono. SBY dikenal sebagai jenderal yang terlalu banyak pertimbangan, sementara Kalla punya naluri dagang yang tajam "Saya ini pedagang, jadi memang oportunis," ujarnya kepada Tempo.
Naluri pemanfaatan peluang itu pulalah yang terjadi ketika ia maju ke Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya dan akhirnya menjadi Ketua Umum Partai Beringin itu?sesuatu yang menimbulkan berbagai spekulasi.
Beberapa pengamat politik menilai Kalla tengah meretas jalan menuju kursi presiden pada Pemilu 2009 nanti. Sebab, selain sebagai wakil presiden, ia menjadi ketua umum partai terbesar di Indonesia. Kalla juga membawahkan dan dianggap bisa "mengendalikan" DPR karena ketua lembaga itu adalah wakilnya di Golkar. "Kalla lebih superior baik terhadap SBY maupun parlemen," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit.
Musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara juga menggambarkan energi gerak sang Wakil Presiden. Begitu bencana terjadi, ia telah menggerakkan beberapa menteri untuk meninjau lokasi. Sehari kemudian, ia telah datang ke Banda Aceh dan kemudian meneken keputusan tentang pembentukan tim nasional penanggulangan bencana gempa dan tsunami.
Belakangan, keputusan Kalla sebagai Kepala Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi dituding sebagai sebuah penelikungan kepada Presiden. "Wakil Presiden telah melampaui batas kewenangannya," kata bekas presiden Abdurrahman Wahid. Tapi, menurut Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, keputusan itu telah disetujui Presiden. "Kalaupun ada kesalahan prosedur, nanti akan diperbaiki," ujarnya.
Untuk urusan perekonomian, Kalla juga moncer. Menurut seorang pejabat, dalam beberapa rapat tim ekonomi, Kalla lebih menguasai pembicaraan ketimbang Presiden. Kalla pula yang mem-briefing para menteri perekonomian soal kebijakan ekonomi.
Yang terbaru adalah peran Kalla dalam penyelesaian masalah Aceh. Lobi ke Gerakan Aceh Merdeka dan pihak penengah kini ditanganinya. Ia memang pernah sukses dalam perundingan Malino untuk menyelesaikan masalah Ambon dan Poso. Kalla, yang saat itu Menteri Koordinator Kesra, justru mengambil porsi tugas Menteri Koordinator Polkam Yudhoyono.
Baik SBY maupun Kalla menampik dugaan persaingan di antara mereka. "Semua yang Pak Kalla lakukan itu atas perintah saya. Jika tidak, hal itu adalah inisiatif yang dikonsultasikan kepada saya," kata Yudhoyono. Kalla mengaku tiga-empat kali sehari ia menelepon Presiden untuk minta persetujuannya. "Semua atas keinginan Presiden," ujarnya.
Namun, Alwi Hamu, orang dekat Kalla, mengakui bosnya memang kadang gemas akan kehati-hatian SBY dalam bertindak. "Kehidupan rumah tangga pasti ada masalah," kata Alwi. Namun, menurut dia, hal itu tak mengurangi kerja sama mereka. "Mereka saling melengkapi, saling mengisi."
Soal ambisi menjadi presiden pada Pemilu 2009, Kalla pun mengaku belum memikirkannya. Kepada seorang pejabat tinggi, ia mengaku tak mungkin tampil menjadi calon presiden. "Masih perlu 20 tahun lagi bagi orang luar Jawa untuk menjadi presiden," ujarnya seperti ditirukan kawannya itu. Yudhoyono malah mengaku belum memikirkan kesinambungan pemerintahannya hingga 2014 nanti. "Kalau hanya memikirkan itu, pemerintahan malah tidak jalan," ujarnya.
Meski dibantah, rivalitas memang sulit disembunyikan. "Persoalannya sekarang, berani tidak SBY memukul palu dan mengatakan bahwa JK telah melanggar otoritas presiden dengan manuver-manuvernya," kata Amien. "Yang terlihat sekarang keputusan negara lebih berwarna Kalla daripada SBY."
Menurut Ryaas Rasyid, Yudhoyono bukan orang yang mudah kehilangan kontrol atas manuver Kalla. Ia menilai, mantan Kepala Staf Teritorial itu justru membiarkan Kalla bermain di lapangan becek. Sekondannya tetap terkontrol, namun sebenarnya ia justru tengah membangun citra. "Ia biarkan Kalla sebagai bad guy, sementara dirinya tetap bersih dan menjadi seorang good guy," ujarnya.
Para menteri membantah ketidaksesuaian langkah kedua atasannya tersebut. "Enggaklah, itu hanya perbedaan langgam saja," kata Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Tertinggal, Saifullah Yusuf. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar, menganggap isu itu hanya rekayasa pers.
Rahmat, yang dulu mempertemukan SBY-Kalla sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden, bercerita. Katanya, ketika Kalla meminta agar ia tak hanya dijadikan ban serep, SBY setuju. Karena itu, langkah-langkah yang mereka lakukan pun sesuai dengan karakter masing-masing. "Yang satu berpikir strategis yang berpandangan jauh, dan yang satu mikir taktik yang spontan," kata Rahmat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo