AMERIKA tak cuma menyerbu Irak, tapi diam-diam merasuk pula ke desa kita. Paling tidak, gayanya. Persis seperti Barbara Bush menunjang suaminya, demikianlah diharap para istri kepala desa dapat memainkan peranan mendukung tugas pak kades. Maka, Kantor Camat Gebang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ekstra sibuk, awal Januari lalu. Di aula kantor disiapkan 13 kursi dan meja serta mimbar. Di situ para pasangan calon kepala desa akan diuji. "Ya, mereka memang mesti dites," ujar H. Usman Taroreh, 50 tahun, Camat Gebang. Ini sesuai dengan ketentuan Bupati Langkat, H. Zulfirman Siregar, Mei tahun silam, yang prihatin karena selama ini banyak istri kepala desa sulit jadi mitra suami dalam membina masyarakat. "Bagaimana kita bisa membangun kalau istri kadesnya juga tak bisa membaca?" bisik seorang pejabat Pemda. Tes dilakukan secara tertulis untuk melacak siapa yang masih buta huruf. Pertanyaan yang diajukan menyangkut pengetahuan umum plus sedikit program KB, PKK, posyandu, dan kegiatan sosial lainnya yang sering terdapat di desa. Pada giliran tes pidato, banyak peserta yang kikuk karena penonton berjubel. "Saya tidak pernah ngomong di podium. Jadi gemetar juga," kata Nyonya Rosini, 39 tahun, istri Kamarullah, calon kades dari Desa Air Hitam. Padahal, ibu enam anak dan nenek tiga cucu ini lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA). Para peserta tes memang terdiri dari tingkat pendidikan beragam. Ada yang tamat SLTA atau setingkat SMP, di samping masih ada yang cuma sampai kelas 3 Sekolah Rakyat (SR). Hasil tes itu belum bisa diumumkan karena, seminggu kemudian, mereka kembali diuji bersama suami/istri mereka di tingkat kabupaten. Tes terakhir ini diikuti puluhan peserta dari semua kecamatan yang ada di kabupaten itu. Dan hasil tes terakhir ini juga belum bisa diumumkan. "Pokoknya, ditanggung luber dan tetap fair play," kata Kepala Biro Humas Pemda Langkat, M. Idham, kepada Munawar Chalil dari TEMPO. Terhadap peserta pria yang semata wayang, Akli, 45 tahun, ada kekecualian. "Dia tidak dites soal PKK dan KB," kata Camat Usman. Akli adalah suami Nyonya Fauziah, 40 tahun, calon kades dari Desa Dogang, yang sehari-hari wakil pengurus (setingkat administratur) di perkebunan karet PT Bahruny, di desa itu. "Masa, ayah saya mesti menjadi Ketua Dharma Wanita di desa?" komentar Hafidz, 15 tahun, putra ketiga Akli, sambil tertawa. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini