Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Joan Patricia Walu Sudjiati Riwu Kaho mengandalkan paralegal untuk menjangkau masyarakat di pelosok Nusa Tenggara Timur.
Tugasnya adalah melatih, mendampingi, dan memantau lebih dari 100 paralegal yang sudah dicetak.
Puput lebih banyak melibatkan paralegal dalam kegiatan sosialisasi, edukasi, dan mitigasi di akar rumput.
KEJADIAN setahun silam membekas di ingatan Sri Lestari Dapati Bahren, 46 tahun. Sehari sebelum ia berulang tahun pada April, anak perempuannya yang masih remaja mengadu. "Mi, jangan marahi saya." Sri yang sedang bersiap-siap tidur lalu bangkit. Darahnya seketika mendidih ketika anaknya mengatakan telah diperkosa oleh tetangga mereka yang sudah berkeluarga pada akhir Maret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri kembali teringat pada hari ketika anak perempuannya yang mengalami gangguan pendengaran itu berkata, "Mi, saya berdarah," dengan sedikit kalut. Saat itu Sri mengira anaknya mengalami menstruasi. Ia tak ambil pusing terhadap kondisi anaknya saat itu. Kejadian ini pun berlalu begitu saja sampai akhirnya anaknya mengadu pada Ahad malam, 12 April 2021, itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah mendengar pengakuan anaknya, Sri yang semula sangat lelah dan mengantuk seketika terjaga. "Mata saya jadi terang," katanya sambil menahan geram saat diwawancarai Tempo, Kamis, 15 Desember lalu. Demi mencari keadilan, Sri bolak-balik dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain untuk meminta visum. Ia juga mendatangi Kepolisian Sektor Alak sebelum diarahkan untuk melapor ke Kepolisian Resor Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
"Siang itu juga divisum," tutur Sri mengingat peristiwa ketika ia melapor ke Polresta Kupang esoknya. Siang itu pula ia berkenalan dengan Meki, salah satu paralegal Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Kupang yang bekerja dengan Joan Patricia Walu Sudjiati Riwu Kaho, yang dikenal sebagai Puput Riwu Kaho, melalui iparnya. Esoknya, dengan ditemani Meki, Sri dan anaknya mendatangi LBH Apik. Setelah itu kasusnya ditangani dengan cepat hingga akhirnya pelaku dijatuhi hukuman penjara 10 tahun.
Menurut Puput, kasus yang dihadapi Sri adalah salah satu contoh kasus yang dapat ditangani dengan baik berkat kehadiran paralegal. "Mereka adalah tokoh masyarakat setempat yang kami rekrut dan dilatih supaya menjadi perpanjangan tangan kami di daerah tersebut," ucapnya. Latar belakang mereka pun beragam, dari tokoh agama, tokoh adat, nelayan, petani, hingga ibu rumah tangga. Tapi, Puput menjelaskan, mereka adalah tokoh kunci di daerah masing-masing.
Puput menyebutkan keberadaan paralegal dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. "Negara memberi ruang kepada yang bukan advokat untuk ikut memberikan bantuan hukum," katanya. Selain itu, kehadiran paralegal adalah cara mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Saat ini, Puput mengungkapkan, sudah ada lebih dari 100 paralegal yang dilatih sejak 2013.
Puput berujar, jika advokat adalah dokter, paralegal adalah perawatnya. Puput mengatakan paralegal wajib mengikuti pelatihan dulu hingga mendapatkan sertifikat pengesahan paralegal sebelum dilibatkan dalam berbagai kegiatan advokasi. "Mereka lebih banyak dilibatkan dalam berbagai sosialisasi, peningkatan kapasitas masyarakat, dan tindakan mitigasi di akar rumput," tuturnya.
Setelah sertifikat diberikan, bukan berarti tugas Puput melatih para calon paralegal selesai begitu saja. Menurut Puput, saban bulan sekali ada kegiatan pengawasan untuk mengevaluasi kinerja paralegal yang didampingi LBH Apik.
Salah satu paralegal itu adalah Hendra Florida Mooy Mbatu, 46 tahun, dari Oebelo, Kabupaten Kupang. Ia sudah dua tahun ini menjadi paralegal. "Banyak sekali kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di sekitar saya," ucapnya menjelaskan alasannya menjadi relawan paralegal. Sepanjang 2021, dua laporan yang ia terima bisa diselesaikan melalui koridor hukum.
Hendra mengungkapkan, dengan mengikuti pelatihan paralegal, ia memiliki kapasitas untuk menyelesaikan kasus secara mandiri. "Kami hanya meminta saran dan petunjuk kepada LBH Apik mengenai penyelesaian kasus, karena tidak semua kasus bisa diperlakukan sama," ujarnya. Ia mengatakan, dengan terlibat sebagai paralegal, ia memiliki justifikasi untuk menyampaikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama perempuan korban kekerasan, agar berani bersuara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo