Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Antara Hukuman dan Denda

Di Morotai, ada tradisi membayar denda bagi pelaku kekerasan seksual. Tawaja Ramzia Djanoan coba membalikkannya.

25 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bagaimana Tawaja Ramzia Djanoan mendampingi dan mengadvokasi korban kekerasan seksual di Morotai.

  • Siswa perempuan sekolah menengah pertama di Morotai menjadi korban kekerasan seksual guru.

  • Tawaja Ramzia Djanoan mendorong keluarga korban untuk melaporkan kasus kekerasan seksual ke polisi.

PADA pertengahan September lalu, kantor Lembaga Bantuan Hukum Perempuan dan Anak di Kabupaten Morotai, Maluku Utara, kedatangan tamu seorang guru. Tawaja Ramzia Djanoan menyambut guru sekolah menengah pertama itu, Jacklyn Anindya Syah, yang mengaku bingung ke mana mengadukan kasus kekerasan seksual di sekolahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada Tawaja, yang akrab disapa Ona, Jacklyn menceritakan kejadian di sekolah yang menimpa anak didiknya beberapa pekan sebelumnya. Waktu itu seorang guru pendidikan jasmani dan olahraga meminta tiga siswa perempuan kembali ke sekolah setelah jadwal pelajaran usai. Mereka diminta membersihkan kelas untuk menyambut lomba kebersihan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesampai di sekolah, seorang siswa diminta Rizal, guru olahraga itu, membersihkan kamar mandi. Dua siswa lagi diminta membersihkan ruang kelas. Rupanya, Pak Guru berusia 30 tahun ini mengikuti siswa yang ia minta membersihkan kamar mandi. Rizal meraba siswa itu dengan alasan membantu membersihkan roknya.

Kaget dan takut akan perilaku gurunya itu, siswa tersebut berlari mencari temannya. Rizal mendatangi mereka dan mengancam akan memberikan hukuman jika menceritakan kejadian kamar mandi itu kepada orang lain. Ketika tiga siswa itu duduk di tangga karena syok, Rizal malah melecehkannya lagi. “Ternyata ini bukan kejadian pertama,” tutur Jacklyn, 31 tahun, pada Senin, 19 Desember 2022.

Menurut Jacklyn, siswa yang menjadi korban itu mengalami trauma berat. Dia mengurung diri di rumah dan mogok sekolah. Alih-alih mendapat perlindungan, dia malah diolok-olok teman-teman dan menjadi bahan gunjingan di sekolah.

Guru-guru diam. Kepala sekolah diam. Itulah kenapa, kata Jacklyn, guru olahraga tersebut berani melakukan pelecehan seksual kembali karena tak ada yang memperkarakannya. Sewaktu Jacklyn hendak membawa kasus itu ke ranah hukum, para guru menasihatinya agar tak mencampuri urusan orang lain. Di tengah pelbagai kegundahan itu, Jacklyn menemukan kontak LBH Perempuan dan Anak.

Mendengar kabar tersebut, Ona langsung setuju mendampingi siswa tersebut. Bersama dua rekannya, Ati Juliyati dan Niar, ia mendatangi keluarga korban dan menawarkan upaya pemulihan psikologis. Mereka juga mendatangi sekolah, menemui kepala sekolah beserta para guru supaya mereka memberikan perlindungan kepada korban. “Siswa yang jadi korban itu takut dan malu kembali ke sekolah,” ucap Ona.

Ona juga mendorong keluarga korban kekerasan seksual itu melaporkannya ke Kepolisian Resor Morotai. Keluarga akhirnya setuju melaporkan kasus ini. Namun, di tengah penyelidikan, guru olahraga itu mendatangi kakek korban dan meminta laporan tersebut dicabut. “Pelaku berjanji membayar denda jika keluarga mencabut laporan,” kata Ona.

Tradisi membayar denda sebagai pengganti hukuman kasus kekerasan seksual menjadi praktik umum di Morotai. Dampaknya, banyak kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi berhenti di tengah jalan. Seperti Guru R, para pelaku kekerasan seksual pun mengulangi kejahatan mereka karena merasa bisa lolos dari jerat hukum dengan cukup membayar denda. “Terus terulang karena tidak ada efek jera kepada para pelaku,” ujar Ona.

Dari pengalaman LBH Perempuan dan Anak mendampingi korban kekerasan seksual, penyelidikan berhenti karena keluarga mencabut laporan. Para orang tua, kata Ona, tak menimbang derita psikologis anak-anak perempuan mereka yang menjadi korban kekerasan seksual. “Mereka perlu pemulihan, mendapatkan keadilan dan perlindungan,” ucapnya.

Rizal tak menjawab ketika dihubungi via nomor telepon. Sementara kepala sekolah Rusdi Yaman menyerahkannya kepada polisi untuk menindaklanjuti kasus ini secara hukum. Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Morotai Brigadir Kepala Sibli Siruang mengatakan kasus kekerasan seksual di SMP itu masih berjalan. “Penyidik sedang melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk jaksa,” tutur Sibli.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus