Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERGEGAS memasuki kompleks kediaman Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Ahad dua pekan lalu, Sukedi membayangkan bakal guyon dengan kolega-koleganya. Namun bayangan Ketua Partai Demokrat Yogyakarta ini segera buyar. Acara di rumah Ketua Dewan Pembina Partai itu begitu serius dan menegangkan.
Di depan seratusan pengurus Partai Demokrat tingkat pusat dan provinsi yang memenuhi pendapa rumahnya, Yudhoyono membeberkan keterlibatan kader Demokrat dalam pelbagai perkara korupsi. Ia kemudian meminta data itu dibandingkan dengan keterlibatan politikus partai lain dalam perkara rasuah. Lalu layar proyektor menayangkan grafik hasil survei, yang menunjukkan pamor Demokrat menukik tajam. Disimpulkan, partai yang dia dirikan 12 tahun silam itu kritis di tubir jurang.
Meminta para pengurus pusat dan daerah segera melaporkan nomor pokok wajib pajak plus daftar kekayaan, Yudhoyono juga mewajibkan mereka meneken pakta integritas. Terdiri atas sepuluh klausul, pakta itu berisi komitmen tentang transparansi kekayaan dan gerakan antikorupsi. Pengurus yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus hukum, menurut pakta itu, harus siap mundur. "Langsung dicopot dan diganti. Tak perlu menunggu vonis pengadilan lagi," kata Sukedi. Politikus dari 33 daerah meneken pakta pada malam itu.
"Promosi" pakta itulah yang dilakukan Yudhoyono, segera setelah ia mengambil alih komando Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum pada Jumat dua pekan lalu. Meski tetap menduduki kursi ketua umum, Anas tak lagi bisa mengambil keputusan strategis. Ia hanya bisa melakukan tugas-tugas seremonial, termasuk melantik kepengurusan di daerah. Keputusan besar hanya bisa diambil Majelis Tinggi Partai, yang dipimpin Yudhoyono.
Semua pengurus diwajibkan menandatangani pakta. Sepuluh butir di dalamnya disusun Komisi Pengawas Partai, yang diketuai T.B. Silalahi, dengan wakil Letnan Jenderal Purnawirawan Suaidi Marasabessy. Dibahas sebelas orang dalam pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu dua pekan lalu, konsep pakta sebenarnya sudah disampaikan Yudhoyono pada Silaturahmi Nasional Demokrat di Sentul, Desember 2012. Konsep itu dibuat setelah Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka perkara korupsi proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setelah pertemuan Ahad malam di Cikeas, berkas pakta integritas itu disebar ke 148 anggota Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat. Berkas yang sama dikirimkan ke pengurus di semua tingkatan, dari pusat hingga tingkat kecamatan, lembaga, dan majelis partai, termasuk sang pendiri partai, Yudhoyono. "Semua kader wajib meneken," kata Marzuki Alie, Wakil Ketua Dewan Pembina. "Jika menolak, sesuai dengan instruksi penyelamatan, silakan mundur dari partai."
Anas absen dalam pertemuan malam itu. Kepada Yudhoyono, ia beralasan sakit. Seorang loyalis mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam ini menyebutkan ketidakhadiran sang Ketua Umum malam itu merupakan isyarat protes atas keputusan Majelis Tinggi mengambil alih kendali partai. Apalagi, pada hari yang sama, surat persetujuan pimpinan KPK menetapkan Anas sebagai tersangka kasus Hambalang bocor ke media massa. "Dia merasa tersudut dan dilucuti," kata politikus itu.
MENDUDUKI kursi ketua umum dalam kongres partai di Bandung, Mei 2010, Anas Urbaningrum punya jaringan yang liat ke daerah. Kekuatan inilah yang dia pakai buat mengalahkan dua pesaingnya di kongres, Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng. Padahal keluarga Yudhoyono ketika itu diam-diam mendukung Andi, juru bicara kepresidenan 2004-2009.
Disokong restu Sunarti Sri Hadiyah atau Ibu Ageng, mertua Yudhoyono, Anas menang telak atas dua kandidat lain—Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie. Ia menjadi ketua umum termuda, 41 tahun. Dalam pidatonya, Yudhoyono saat itu mengharapkan Anas mewakili generasi baru yang tumbuh membesarkan partai. Anas diharapkan bisa melambungkan Demokrat, menjadi pemenang Pemilihan Umum 2014.
Skandal korupsi yang mendudukkan bekas koleganya, Muhammad Nazaruddin, di kursi terdakwa sejumlah perkara meruntuhkan harapan itu. Bekas bendahara umum itu terus menudingnya terlibat sejumlah perkara, termasuk skandal proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang. Anas juga harus menghadapi Komisi Pengawas Partai Demokrat, yang menyelidiki tudingan politik uang pada kongres Bandung.
Dalam waktu cepat, pamor partai bintang segitiga biru ini merosot. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi tak kunjung memutuskan status hukum Anas. Hasil sigi hampir semua lembaga survei menunjukkan popularitas partai itu terjun bebas. Terakhir, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting menunjukkan popularitas Demokrat tinggal 8,3 persen, anjlok dari 21 persen—perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2009.
Jika dibiarkan, menurut Marzuki Alie, Demokrat bisa-bisa tak lolos electoral threshold. Nasib partai yang sukses dua kali menjadi kendaraan Yudhoyono menuju kursi presiden ini bisa tinggal sejarah. "Pokok soalnya adalah persepsi partai kami sebagai partai terkorup," ujar Marzuki.
Di sela perjalanan ke empat negara di Afrika dan Timur Tengah, termasuk umrah di Arab Saudi, dua pekan lalu, Yudhoyono mengatakan sudah menggagas berbagai pilihan buat "menyelamatkan partai". Ada pilihan menggelar kongres luar biasa buat melengserkan Anas. Namun Yudhoyono mengaku tidak menggunakan usul ini.
Berbagai pilihan itu dikumpulkan Yudhoyono sebelum pergi, ketika ia mengumpulkan anggota Dewan Pembina. Berbagai opsi dimatangkan dalam rapat lanjutan yang dipimpin Marzuki Alie di kantor Demokrat. Pertemuan itu sekaligus mengenalkan Jero Wacik sebagai Sekretaris Dewan Pembina pengganti Andi Mallarangeng, yang mundur setelah menjadi tersangka. Menurut anggota Dewan Pembina, Achmad Mubarok, sempat muncul usul permintaan agar Yudhoyono mengatasi sengkarut partai. Alasannya, elektabilitas Yudhoyono tetap lebih baik ketimbang partai.
Begitu tiba di Tanah Air, Yudhoyono menjalankan rencananya. Pada Jumat malam dua pekan lalu, ia mengumpulkan sembilan anggota Majelis Tinggi Demokrat. Undangan diperluas dengan Ketua Fraksi Partai Demokrat serta empat menteri dari partai ini. Semua hadir, termasuk Anas Urbaningrum, yang juga menduduki kursi Wakil Ketua Majelis Tinggi.
Sebelum rapat dibuka, Yudhoyono membagikan draf keputusan yang sudah dikonsep selama melawat ke Mekah. Setelah latar belakangnya dijelaskan, tiap poin rumusan dibacakan dan dibahas, dari soal pertimbangan hingga redaksional bahasa. Setiap ada usul, Yudhoyono minta dikoreksi. "Prinsipnya tidak mau voting, harus musyawarah."
Menurut Roy Suryo, Anas sempat mempersoalkan poin yang meminta dia lebih berfokus menghadapi kasus hukum. Anas meminta bahasanya diperhalus agar tak terkesan ada penonaktifan. Namun Yudhoyono mengatakan bahasa dalam rancangan keputusan sudah cukup halus. Setelah itu, seluruh rencana solusi penyelamatan dibaca dan diteken secara bergiliran. Semua yang hadir membubuhkan tanda tangan, termasuk Anas Urbaningrum dan Johny Allen Marbun, wakil ketua umum yang dikenal karib Anas.
Setelah itu, Yudhoyono menggelar jumpa pers di pendapa rumahnya. "Saya memimpin langsung gerakan penertiban dan penyelamatan partai," ujarnya. Semua infrastruktur dari pengurus pusat, pengurus provinsi, hingga pengurus kabupaten akan di bawah Yudhoyono sebagai Ketua Majelis Tinggi. Tongkat komando partai kini dipegang pendirinya.
Hanya 15 menit, Yudhoyono masuk kembali ke rumahnya. Di ruang perpustakaan, setelah para pengurus lain pulang, Anas tetap tinggal. Ia menunggu Yudhoyono. Mereka lalu berbicara satu jam, sebelum Anas pamit.
Mubarok, mantan ketua tim sukses Anas, menyebutkan keputusan Yudhoyono mengunci posisi sang Ketua Umum. Aneka kewenangan strategis diambil alih sampai kondisi partai dianggap benar-benar pulih—tidak ada batasan waktu. Pendukung Anas menghubungkannya dengan kepentingan yang berkaitan dengan penyusunan daftar calon legislator, yang harus dituntaskan sebelum April.
Ketua umum partai memiliki wewenang dalam proses pendaftaran dan penetapan calon anggota legislator ke Komisi Pemilihan Umum. Dengan kewenangan ini, Anas bisa mempengaruhi komposisi calon anggota Dewan 2014. Namun, menurut Mubarok, soal calon legislator bukan alasan pengambilalihan. Soalnya, Demokrat mengharuskan pembentukan panitia guna menetapkan calon-calon legislator. Keputusan akhir tentang kelayakan dan kompetensi calon berada di tangan Majelis Tinggi. Masalahnya, menurut Mubarok, hingga sekarang, panitia penetapan memang belum dibentuk.
Setelah Yudhoyono memegang komando, sejumlah pengurus daerah yang sebelumnya mendukung Anas patuh pada keputusan Majelis Tinggi. Irfan Gani, Sekretaris Partai Demokrat Jakarta yang sebelumnya berapi-api membela Anas, belakangan lebih kalem. Sempat menggerundel, ia malah menghargai penyelamatan ala Yudhoyono.
Bisa jadi hal itu karena Majelis Tinggi juga bergerak cepat merestrukturisasi partai. Rotasi besar-besaran dilakukan di segala jenjang. Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas pun mundur dari Dewan Perwakilan Rakyat, dengan alasan "lebih berkonsentrasi untuk lebih membenahi partai". Kepada Tempo, Yudhoyono mengatakan langkah anak keduanya itu bagian dari memobilisasi sumber daya partai.
Kepengurusan pusat dan Fraksi Demokrat di Senayan bakal juga kena rotasi. Begitu pula anggota Badan Anggaran dan sejumlah komisi di DPR. Penggantian anggota Badan Anggaran, menurut Marzuki, terkait dengan kabar dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menyebutkan ada transaksi mencurigakan pada rekening beberapa anggota badan kelengkapan Dewan yang bertugas menyusun anggaran negara bersama pemerintah itu. "Kami berharap, sebelum akhir 2013, bersih-bersih itu selesai dilakukan sehingga kami siap menghadapi pemilu," kata Marzuki.
Kubu Anas sejauh ini memang belum menunjukkan perlawanan. Para pendukungnya menyebutkan serangan akan dimainkan di tingkat opini publik. Di antaranya menunjukkan bahwa kubu Cikeas juga tidak bersih-bersih amat. Cara lain: menaikkan posisi tawar Anas di depan Yudhoyono. Ketua Dewan Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Akbar Tandjung diminta membantu Anas.
Satu-satunya posisi tawar Anas adalah status hukumnya di Komisi Pemberantasan Korupsi. Apalagi sejauh ini, menurut orang dekatnya, Anas beranggapan posisinya masih aman dari jangkauan KPK. "Anas yakin dua petinggi KPK tak akan meneken surat perintah penyidikan," kata orang dekatnya.
Anas sendiri memilih diam dan tak banyak berkomentar. Ia terus mengatakan tidak ada konflik di partainya. Ia juga mengaku terus berkomunikasi dengan Yudhoyono. "Jangan bentur-benturkan saya dengan Majelis Tinggi," ujar mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini.
Widiarsi Agustina, Aryani Kristanti, Wayan Agus Purnomo, Sohirin, Pribadi Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo