Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Topeng Vs. Topeng

Sebuah kelompok bertopeng yang "direstui pemerintah" memburu pengacau keamanan di Irak. Tapi para teroris lebih gesit bergerilya.

2 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mobil Nissan itu meluncur dari pintu gerbang sebuah rumah dinas di Al-Baya, kawasan barat Bagdad. Selain sopir, di jok belakang duduk Kolonel Polisi Mussab al-Awadi ditemani dua pengawal. Sebuah mobil lain merapat ke arah Nissan. Sebelum penumpang sempat bereaksi, senapan dari mobil kedua menyalak keras, dor-dor-dor…. Sang Kolonel tergeletak, begitu pula dua pengawalnya. Si penembak misterius melesat pergi begitu saja.

Drama penembakan, pengeboman, penculikan bukan hal baru di seantero negeri Abunawas itu. Tapi kali ini si teroris tak sembarangan beraksi. Tingkah brutal yang mereka perlihatkan di atas pada awal pekan lalu itu telah menewaskan seorang pejabat penting Kementerian Dalam Negeri pemerintahan transisi. Kolonel Mussab adalah Kepala Divisi Antar-Suku, yang bertugas menjembatani seluruh suku yang hidup di Irak.

Tragedi ini jelas membuat malu kabinet Perdana Menteri Iyad Allawi. Seminggu sebelumnya, Allawi berpidato ihwal pembentukan unit khusus intelijen, "yang bertugas melumatkan seluruh kelompok teroris." Unit ini bernama Direktorat Keamanan Umum dan berada di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri. Salah satu petinggi penting di direktorat ini, ya, Kolonel Mussab.

Pembentukan direktorat ini dilakukan beberapa jam selepas ledakan bom di pos polisi dan kantor pejabat pemerintah di Haditha. Akibat ledakan ini, korban tewas seketika mencapai 10 orang. Pada saat bersamaan, sebuah bom meluluh-lantakkan jaringan pipa minyak di kawasan utara dan selatan Bagdad. Nyata benar, pemerintah transisi kewalahan menangani gerilya para teroris itu.

Padahal tim buru sergap yang diduga bentukan pemerintah juga sudah bergerak cepat. Meski tak jelas garis komandonya, mereka telah mendeklarasikan "perang melawan Abu Mussab al-Zarqawi". Dalam tayangan stasiun televisi Al-Arabiya dua pekan silam, sekelompok pria bertopeng dan bersenjata laras panjang lengkap—mereka menyebut diri Gerakan Penyelamat— mengancam Zarqawi agar segera minggat dari Irak. "Pergi, atau kami akan memburu di mana pun kamu berada," kata juru bicara Gerakan Penyelamat.

Kelompok penembak misterius ini punya target khusus: menumpas Zarqawi dan jaringannya. Menurut sumber TEMPO di lingkaran kabinet Allawi, tim buru sergap ini baru bisa terbentuk setelah ratusan kadet intelijen dilantik. Tapi, yang paling memicu munculnya kelompok buru sergap ini adalah insiden yang menimpa Perdana Menteri Allawi beberapa waktu lalu. Kediaman pribadi Allawi dirudal teroris. Nyawa Allawi terancam, dan mereka harus menyelamatkan muka pemerintahan transisi.

Siapa Zarqawi, yang diburu oleh kelompok bertopeng itu? Pria keturunan Yordania ini dianggap antek Usamah bin Laden di Irak, dan ia dituding berada di balik berbagai kerusuhan dan teror akhir-akhir ini. "Zarqawi dan anak buahnya telah melakukan teror bom dan penculikan warga asing," kata bekas juru bicara militer pasukan koalisi, Brigadir Jenderal Mark Kimmitt.

Celakanya, tim buru sergap yang dibentuk pemerintah kedodoran menghadapi gasakan teroris. Alih-alih tim berhasil menangkap Zarqawi, justru kian banyak tentara pendudukan koalisi yang menjadi korban keganasan kelompok teroris ini. Kendati begitu, para anggota Gerakan Penyelamat tidak patah semangat. Dari jauh-jauh hari, mereka telah mengancam, "Kami akan menumpas mereka (para teroris dan anak buah Zarqawi—Red.) sebagai hadiah bagi rakyat Irak." Agaknya mereka tahu betul, hanya "orang Arab yang bisa melawan Arab". "Kami akan melakukan apa yang gagal dilakukan pasukan koalisi," kata salah satu pria bertopeng itu.

Teori "Arab lawan Arab" ini agaknya tak mungkin terhindarkan lagi. Menteri Kehakiman Malik Dohan al-Hasan yang pertama kali mengumumkan bahwa seluruh pejuang dalam tim buru sergap di atas adalah orang Arab. Adnan Ahmad, wartawan koran lokal New Era, misalnya, menilai polisi dan tentara Irak sepatutnya sukses mengganyang teroris pimpinan Zarqawi. "Mereka jauh lebih paham lapangan dan karakter orangnya," tuturnya kepada TEMPO. Yang agak menyulitkan, perwira kepolisian dan tentara Irak saat ini rata-rata pemuda belia. "Jam terbang" mereka kalah jauh dibandingkan dengan para gerilyawan yang bekas perwira Saddam Hussein.

Di kalangan warga kecil, sepak terjang para teroris itu versus pasukan buru sergap utusan pemerintah ini ditanggapi dengan santai saja. "Itu urusan polisi dan tentara. Yang penting saya masih bisa cari nafkah," kata Aied Jabbar, seorang pedagang jus buah di Jalan Saadoon, Bagdad. Jabbar juga tak mau berkomentar ihwal penculikan yang menimpa warga asing. "Makanya, hati-hati. Jangan sampai lengah dan tertangkap penculik," Jabbar menasihati TEMPO.

Pesan di atas memang amat diperlukan warga asing jika berjalan-jalan ke wilayah Irak saat ini. Hingga kini, sudah 70 warga asing yang disandera. Diplomat Mesir Mohammed Mamdouh Helmi Qutb, yang diculik awal pekan lalu—dan kemudian dibebaskan kembali dalam pekan yang sama—tercatat sebagai diplomat asing pertama yang jatuh ke tangan para penculik. Mereka menamakan diri "Brigade Singa Allah" dan menuntut Mesir tidak melakukan kerja sama dengan pasukan koalisi maupun pemerintahan transisi.

Cara kerja kelompok ini terhitung teliti. Misalnya, aksi mereka menculik diplomat Mesir tersebut hampir bersamaan waktunya dengan kunjungan Perdana Menteri Allawi ke Suriah dan Mesir. Allawi memang berniat minta bantuan Mesir untuk melatih tentara Irak. Akibatnya, pemimpin Irak di masa krisis ini pulang dengan tangan hampa.

Pemerintah transisi memang benar-benar sedang diuji. Bukannya suhu kekacauan menurun, justru klaim "brigade-brigade"-an ini kian meningkat sejak mereka membentuk Direktorat Keamanan Umum Kementerian Dalam Negeri. Apalagi tim buru sergap Gerakan Penyelamat juga terang-terangan mengancam Zarqawi dan anak buahnya. Para teroris tak kalah pandainya. Tahu bahwa kelakuan mereka dicerca banyak orang, kelompok-kelompok itu menjuluki dirinya dengan nama-nama "Islami" demi menarik simpati warga.

Tengok saja penculik dua sopir asal Yordania yang bekerja untuk perusahaan Rami Ouweiss. Mereka memproklamasikan diri sebagai Korps Mujahidin. Ada lagi Brigade Panji Hitam-Tentara Islam, yang gambarnya ditayangkan di televisi Al-Arabiya pada Senin silam. Mereka menawan tiga warga Kenya, tiga warga India, dan satu orang Mesir. Sebelumnya, ada pula kelompok yang menyebut diri Tentara Islam.

Irak benar-benar berada di titik nol kedamaian. Bahkan status darurat yang diteken Presiden Ghazi al-Yawer terlihat mandul. Bukannya tim buru sergap yang sukses mengamputasi kelompok teroris, tapi peledakan, penculikan, dan pembunuhan yang justru makin merajalela.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus