Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senyum cerah terkembang di bibir Murat Kizil dan Soner Sercali. Kedua insinyur mesin yang bekerja pada perusahaan Kayteks, Turki, ini sedang bahagia tak terkira. Mereka dibebaskan para penculiknya pada awal bulan lalu, setelah berjanji tak akan bekerja lagi pada pasukan koalisi di Irak. Saat prosesi pembebasan berlangsung, sekelompok penculik?lagi-lagi bertopeng? menyebarkan video rekaman berisi pidato mereka. "Kami melepas mereka tanpa imbalan sepeser pun karena mereka mau memutuskan kerja sama dengan Amerika," kata salah seorang penculik.
Siapa mereka, para penculik yang mengumpetkan wajah di balik topeng-topeng itu? Sementara ada warga Amerika yang dipenggal?dan yang lain belum dilepaskan?kok kedua warga Turki itu bisa melenggang bebas keluar? Jangan-jangan kelompok penculik itu terorganisasi rapi dan bertujuan memutus "tali kasih" antara pasukan koalisi dan warga asing. Atau, mereka hanya butuh duit tebusan.
Tak hanya pelepasan sandera yang menarik perhatian. Dalam dua kali tayangan rekaman video yang diudarakan stasiun televisi Al-Jazeera di Irak pada Juni silam, TEMPO menyaksikan seorang penyandera mengenakan rompi khusus berwarna hijau. Kegunaan rompi ini bukan melindungi pemiliknya dari peluru, melainkan sebagai kantong magazin peluru. Ini perangkat perang yang dimiliki pasukan khusus Garda Republik dari zaman Saddam Hussein. Rakyat Irak masih terus mengenang betapa berkuasanya Garda Republik ketika Saddam masih berkuasa.
Ketika TEMPO meliput ke Bagdad pada Maret tahun silam, perang masih berkecamuk. Kota Bagdad memang sudah bocel-bocel, tapi Saddam belum tumbang. Setiap ada bagian dari sudut kota dihunjam rudal, sekelompok serdadu dengan rompi khusus di atas berpawai di sekitar Hotel Palestine dan Hotel Sheraton. Mereka meneriakkan yel-yel senyampang mengarak foto Saddam berukuran besar.
Mereka tahu, kedua hotel itu dihuni seratus lebih wartawan internasional, yang bakal meliput aksi mereka. Seolah ingin menunjukkan kesan bahwa Bagdad masih tetap melawan sampai titik darah penghabisan. Pergelaran unjuk gigi biasanya diakhiri dengan salvo tembakan ke udara.
Karena penasaran, TEMPO sempat menanyakan ihwal keberadaan pasukan "pemandu sorak" itu kepada Menteri Penerangan Said Sahaf. "Mereka pasukan Garda Republik yang siap mati demi mempertahankan tanah Irak," katanya saat itu. Dari tampilan luar, memang tak sulit membedakan mana anggota Garda dibandingkan dengan tentara biasa.
Nah, kembali ke soal penculik bertopeng dengan seragam Garda di atas. Apakah betul para penyokong Saddam itu muncul lagi dari dalam tanah? Sejumlah sumber yang dihubungi TEMPO mengatakan, boleh jadi tak ada semacam "koordinasi garis komando" di antara mereka. Aksi dilakukan secara acak untuk mencokok warga asing yang sudah masuk daftar buruan mereka. "Targetnya seluruh orang asing," kata Kapten Polisi Haitham. Menurut dia, amat mungkin Garda yang melakukan, karena mereka lebih militan dan jago berperang dibandingkan dengan tentara biasa. "Tapi bukan berarti yang berpeluang hanya mereka. Sebab, di zaman Saddam, setiap pemuda Irak terkena wajib militer."
Bekas juru bicara militer pasukan koalisi, Brigadir Jenderal Mark Kimmitt, pernah mengidentifikasi para penebar teror itu sebagai antek-antek dari rezim Saddam. "Ada kelompok yang tak puas karena kehilangan kekuasaan," katanya. Teror itu diharapkan bisa meraup dukungan rakyat kecil hingga bersedia menyokong "perjuangan" mereka.
Kalau benar Garda dalang segala aksi penculikan, tak gampang bagi tentara Irak dan pasukan koalisi menumpasnya. Para serdadu ini pernah menjadi anggota pasukan elite dan bersumpah setia sampai mati kepada Saddam. Ada seorang diplomat asing yang menganalisis: kemunculan Garda ini mungkin saja terjadi karena nasib bos besar mereka kian terpuruk. Dulu dijungkalkan, kini duduk di kursi pesakitan. Semuanya gara-gara "orang asing", yakni Amerika dan pasukan sekutunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo