Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tuntutan Orang-Orang Harmoni

Pembebasan tanah untuk Sekneg dan Istana terbentur pada 30 KK yang menuntut ganti rugi rp 300.000,- per m2. Penggusuran sudah dimulai dan penghuni resah. (kt)

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMPLEKS kantor Sekretariat Negara dan Istana Kepresidenan akan diperluas. Dan pekan silam alat-alat berat mulai beraksi di belakang rumah Jalan Majapahit no. 9 Jakarta Pusat. Penghuni di situ kian resah bukan karena suara gaduh dan debu yang beterbangan, tapi karena ganti rugi yang jauh dari harapan. Sebenarnya berita penggusuran sudlh lama mereka dengar, bahkan sejak zaman Orla. Tahun 1978 ketika Kol. (Purn) Hidayat, menjabat ketua RW di sana, soal penggusuran itu pernah ditanyakan secara resmi. Mewakili 30 kk (kepala keluarga) yarg bersama-sama menghuni rumah no. 9, Hidayat bicara dengan Komar, salah seorang pejabat Sekneg. Menurut pejabat ini waktu itu, rencana penggusuran baru akan dilaksanakan tahun 1985. "Sekneg belum ada uang," ungkap Komar, waktu itu. Maka Hidayat pun merasa tenteram. Tapi tidak lama. Tahun 1980 dipastikan: penggusuran dipercepat dan ketua RT/RW agar memberitahukan "bencana" itu kepada warganya. Nah ! Tidak seorang pun siap, baik mental apalagi fisik, karena tiba-tiba harus menjadi orang yang tersingkir. Apalagi ketika para warga di sana mengetahui, Sekneg bersedia membayar ganti rugi hanya Rp 60.000 per mÿFD, sedangkan tuntutan mereka berkisar antara Rp 200 - Rp 300.000. "Tawaran Sekneg sama sekali tidak memadai," ujar Hidayat, 58 tahun, ayah dari tiga anak yang sudah dewasa dan sehari-hari lebih dikenal sebagai anggota MPR. "Kami tinggal di sini sudah puluhan tahun dan selalu bayar Ireda. Kami hanya minta penggantian yang wajar. Kemudian kami akan pergi dari sini," tuturnya beruntun. Bahwa tanah di situ milik negara tidak dibantah Hidayat. Ia pun mengakui status tanah yang ditempatinya masih VB (Vesteging Bewijs -- Bukti Penempatan). Dahulu tanah yang menjadi sengketa itu adalah milik Bouw Matschappij de Hanonie. Karena itu kawasan tadi terkenal juga dengan sebutan daerah Harmoni. Kemudian diambilalih oleh Pemerintah RI dan dijadikan tempat penampungan sementara bagi para prajurit yang baru kembali dari hutan, bergerilya. Riwayat penempatan itu berlanjut karena penyewaan yang menurut Hidayat "keterusan". Sampai sekarang sudah puluhan tahun, bahkan kata Hidayat, ia tinggal di situ sejak 1953. Tidak Ada Sebuah sumber resmi Sekneg menyatakan, "Sampai kim tidak ada sengketa antara Sekneg dan penduduk yang tanahnya sudah atau belum dikosongkan." Sumber itu menambahkan, urusan pengosongan tanah sepenuhnya wewenang Pemda DKI, meskipun Sekneglah nanti yang membayar ganti rugi. Dibenarkannya, bahwa Sekneg maksimal bersedia membayar ganti rugi Rp 60.000 per mÿFD. Mayoritas penghuni kelompok rumah no. 9, termasuk Hidayat, nampaknya berketetapan hati memperjuangkan ganti rugi yang lebih layak. Kalau perlu ke DPR dan LBH, kata Hidayat yang adalah juga Ketua Pembina Pejuang Angkatan 45, sebuah ormas di bawah Golkar. "Kami menghimbau Pemerintah untuk memperhatikan nasib kami," tamhahnya. Menurut Letkol. (Purn) R. Sudaryo, seorang penghuni lain, perusahaan farmasi Raja Farma yang punya gudang di sekitar situ sudah menerima Rp 60.000. "Tapi kalau kami diberi sebegitu ya jangan Pada kondisi seperti sekarang ini akan dapat apa?" tanya pensiunan itu. Untuk itu para Fenghuni sudah mengirim surat tuntutan ke Sekneg--dan belum dijawab. Dalam ketidakpastian soal ganti rugi, terjadi korstleting listrik 'yang hampir saja menimbulkan kebakaran, dua pekan silam. Maka beredar desas-desus seakan kejadian itu merupakan teror yang sengaja dilancarkan Sekneg -- walau dibantah Hidayat dan Sudaryo. Kebakaran di rumah-rumah yang akan tergusur dapat segera dimatikan. Sementara itu pembebasan tanah untuk kompleks perkantoran Sekneg dan Istana itu, tetap berlangsung secara bertahap Luas tanah yang terkena meliputi kawasan dari Bank of America di Jalan Merdeka Utara sampai ujung Jalan Majapahit. Giliran pembebasan pertama jatuh atas tanah seluas 5000 mÿFD yang jumlah ganti ruginya masih dalam pertikaian itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus