Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Turki, kemalisme senja hari

Mustafa kemal ataturk adalah pendiri dan presiden pertama turki. karena jasa-jasanya beliau dijuluki bapak turki modern. kekuasaannya diduduki jendral euren & kemalisme hanya diduduki tinggal impian.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah rindang pepohonan, makam yang luas dan kelabu itu bagai memendam misteri. Angin musim gugur berhembus tajam. Turun menyayat dari ketinggian Elma Dag, satu di antala tujuh gunung yang memagari ibukota Turki, Ankara. Di situ terbujur jenazah putra Turki yang paling sering dipersoalkan: Mustafa Kemal Ataturk. Dia yang pernah berkata: "Bahwa pada suatu saat jasadku pasti menjadi debu. Tapi Republik, yang ditegakkan oleh jasad ini, akan hidup abadi." Dengan wajah pucat dan sepasang mata serigala, pendiri dan presiden pertama Republik Turki itu bagai tak lepas mengawasi rakyat yang ditinggalkannya. Hampir tiap kota berhiaskan patungnya. Dia telah berkembang menjadi legenda yang tak tersangkal. Tokoh yang merenggutkan Turki dari tangan kekhalifahan, dan mengantarkannya ke jenjang abad ke-20. Reputasinya sebagai "pembangun bangsa" diakui hampir di seantero jagad. Ia dipuja setiap kawula Turki yang berpikiran modern. "Tapi kini citra itu mulai redup," tulis Cal McCrystal dalam majalah Arabia: The Islamic World Review. Dia dilahirkan di Salonika, Yunani, Mei 1881. Di kampung Turki itu, rumah-rumah berloteng menjatuhkan bayang kurus memanjang ke jalan berbatu. Pada musim dingin jalan itu tergenang air dan lumpur. Anak-anak yang berkeliaran di kampung itu sama melaratnya dengan lingkungan sekitar. Kurus, pucat, dengan air muka serba tak pasti. Inilah wilayah busuk Imperium Ottoman yang tak pernah dijamah pembaruan. Sebuah monumen Yan diabaikan. Pada 1892 Mustafa masuk sekolah militer. Tujuh tahun kemudian ia lulus dengan pangkat pembantu letnan. Lalu berangkat ke Istanbul untuk pertama kalinya. Ketika itu seluruh kerajaan bagai dilanda nestapa. Itulah tahun pembantaian orang Armenia, yang secara rahasia didukung Sultan Abdul Hamid, sang "Sultan Merah". Abdul Hamid sendiri berlindung di istananya yang megah di Yildiz, setentang Bosphorus. Raja ini takut dibunuh. Akademi Militer Turki terletak di Pera, distrik Istanbul yang kini bernama Beyoglu. Di sana bertaburan villa musim panas, umumnya milik orang Yunani. Ada pula sehuah kota kecil dengan gaya, kemewahan, dan kesenangan Barat. Mustafa Kemal tidak akrab dengan gaya hidup macam begitu. Tapi ia berusaha membiasakan diri. Dia mulai teliti memilih pakaian, berusaha mengutip kata-kata klasik, dan menyempurnakan bahasa Arabnya. Pada masa itulah seorang bawahannya menambahkan panggilan " Kemal" pada nama Mustafa. Artinya: kesempurnaan. Sampai di mana gerangan kebenaran yang menunjang mitos tokoh ini? Tatkala Mustafa Kemal memimpin Perang Pembebasan Nasional negerinya, 1919-1923, Turki adalah sebuah negeri yang compang-camping. Jutaan rakyat, hidup di daerah terpencil, percaya tak ada dunia lain di luar dusun mereka. SEKOLAH tak dikenal. Pakaian sangat bersahaja. Sepatu dan kaus bikinan sendiri. Makanan hampir tak bervariasi. Upacara perkawinan merupakan peristiwa sangat besar. Hidup sangat sederhana, terbelakang, dan papa. Pertanian dan industri tak memadai. Pengertian "Barat" tak lebih dari ufuk di mana matahari terbenam. Mustafa Kemal telah mengubah wajah murung negerinya itu, dan menerima julukan "Bapak Turki Modern" "Tapi jika ia hidup hari ini, puaskah ia atas karyanya dan karya para penguasa yang menggantikannya?" tanya Cal McCrystal. Apakah "Turki modern" benar-benar kenyataan yang patut dikagumi ? 'Pembaratan' Turki yang diimpikan Mustafa Kemal tak pernah terwujud. "Kecuali di sekitar Istanbul dan beberapa kota lain." Apa yang dinamakan "Kemalisme" tampaknya mengalami jalan buntu. Di satu pihak Kemalisme terlalu memaksakan penerapan kebudayaan asing atas sebuah peradaban dan kearifan tua yang sudah mapan. Hal ini menimbulkan proses perlawanan, yang membuahkan pergolakan dan keguncangan selama tak kurang setengah abad. Pada sisi lain, Turki adalah (dan tetap) milik Dunia Ketiga Di sini "ada semacam pasang surut westernisasi", kata McCrystal. Bukan lantaran kegagalan Barat, melainkan karena pilihan yang bi jak. Ada semacam himbauan untuk menimba inspirasi dari kebudayaan tradisional. Juga faktor kebangkitan kembali Islam yang tak bisa diabaikan. Persoalan masa klni Kemalisme justru berpangkal pada percobaannya menepiskan arti penting agama dari kehidupan rakyat. Mengajarkan aksara baru tidaklah terlalu sulit - seperti Kemal membuktikannya. Demikian pula melarang para lelaki mengenakan terbus. Tapi agama adalah masalah lain. Mempromosikan sekularisme malah membuat Kemal terjerembab ke dalam kekeliruan besar dan bcrbahaya. "Melawan agama tak ubahnya bagai memerangi angin," kata McCrystal. Tapi para penguasa Turki tampaknya tidak ambil peduli. Misalnya pertcngahan bulan Ramadhan lalu, ketika Jenderal Kenan Evren muncul dalam sebuah pertemuan. Di tengah pidatonya, kepala negara Turki itu mengangkat gelas dan meneguk minum an. "Saya suka berterus-terang," katanya. "Kalian perlu tahu bahwa saya tidak berpuasa." Sikap ini melambangkan Kemalisme yang khas, usaha memisahkan masjid dari negara. Bahkan pada 1920-an dan 1930-an, Mustafa Kemal Ataturk tak hanya memisahkan agama dari negara. Dia menutup semua lembaga pendidikan agama Islam Sunni. Lembaga serupa dari kalangan Syiah tak pernah dikenal di Turki. Fakultas Agama Universitas Ankara juga diberangus untuk waktu yang cukup panjang. Kini kekuasaan berada di tangan Jenderal Kenan Evren, yang naik tahta melalui kup tak berdarah tahun lalu. Ia segera membekukan semua kegiatan politik. Menjanjikan penyebaran kembali Kemalisme. Mendorong perdagangan bebas. Dan tampaknya tak begitu mengacuhkan agama. Marxisme-Leninisme dan Islam "fundamentalis" sama dimusuhi. Sistem pendidikan dipusatkan di bawah semboyan: " Kemalisme: Sekali Cemerlang di Masa Lampau, Selamanya Cemerlang di Masa Depan." Tapi tak lama kemudian, sesuatu yang tak terduga dan nyata berlawanan dengan Kemalisme terjadi. Pendidikan agama yang disponsori pemerintah di sekolah-sekolah akan diserahkan ke tangan para mullah. Gejala ini mengisyaratkan dua hal. Pertama, pemerintah militer Turki khawatir kegiatan agama justru berkembang di bawah tanah dan tidak terkontrol, apabila terus-terusan ditindas. Kedua, ada semacam pikiran, "desekularisasi, dalam derajat ala kadarnya, toh tidak begitu berbahaya." Mungkin juga junta militer Turki menarik pengalaman dari Iran. Di sana sejarah membuktikan berulang-ulang, betapa kondisi tertentu mempersatukan para pemuka agama dengan elemen nasionalis radikal maupun liberal, melawan pemerintab. "Namun apa pun alasan pokoknya) sikap ini memperlihatkan bahwa jalan menuju sekularisasi tidak selamanya licin," tulis McCrystal. Gejala lain yang memperlihatkan redupnya Kemalisme dewasa ini justru terjadi di sekitar perayaan ulang tahunnya keseratus, Mei lalu. Demokrasi, satu di antara "mutiara Barat" yang dijunjung dan dielu-elukan Mustafa Kemal, kini merana di bawah rezim Evren. Partai-partai politik, yang dulu sangat diandalkan Kemal, dibekukan. Kemalisme mengandung enam prinsip: Cumhuriyetci (Republikan isme), Milliyetci (Nasionalisme), Kalkci(Populisme), Devletci (Etatisme), Laik (Sekularisme), dan Inkilapci (Revolusionisme). Di sekitar 1930-an, kontroversi paling menonjol di antara prinsip itu ialah Etatisme dan Revolusionismereformisme. Republikanisme dan Nasionalisme tak menimbulkan soal. Begitu pula Populisme. Sekularisme masih ditenggang, selama agama dihormati sebagai persoalan perorangan. Tapi suasana mulai terusik ketika kaum sekularis radikal bertambah kuat, dan makin berani mengejek kaum muslimin antara lain dengan sebutan "kontrarevolusi". Sementara itu suasana di pedalaman Turki boleh dikatakan tak berubah. Mereka tetap berada dalam kondisi seperti tatkala gagasan "modernisme" baru saja hinggap di benak Mustafa Kemal. Di banyak dusun terpencil, rakyat bahkan belum tahu kalau zaman kesultanan sudah silam! Kawasan Anatolia yang luas dan gelap tak pernah dijamah sesuatu yang bisa disebut pembaruan. Keadaan di sekitar Ankira sendiri tak bisa dibilang nyaman.'Setahun lalu, Turki bagai terbagi di antara dua kutub: kelompok muslim dan marxis. Di kota-kota besar dan daerah terbelakang tertentu, berbagai sayap marxis dari komunis tumbuh subur. Kelompok ini berhadapan dengan kekuatan pro-Islam Partai Penyelamat Nasional (MSP), alias Milli Selamet Partisi. Juga dengan golongan kanan yang tergabung dalam Partai Aksi Nasional pimpinan Kolonel Arparsian Turkes. Kini, bersama 586 pengikutnya Kolonel Turkes meringkuk di penjara. Mereka didakwa berusaha mencampakkan konstitusi. Tokoh lain MSP, Profesor Erbakan, 55 tahun, baru saja dikeluarkan dari tahanan. Tapi akan tetap disidangkan dengan tuduhan "berjihad mendirikan negara Islam." Di pihak lain ribuan marxis juga mendekam dalam pelbagai penjara. Evren memandang mereka sebagai ancaman pokok bagi hari depan Turki. Sepuluh orang pemuda baru saja digantung dengan tuduhan pembunuhan politik--delapan di antaranya dari golongan kiri. Di antara delapan orang itu, enam menolak berdoa dipimpin seorang imam. Mereka menyatakan tak percaya kepada Tuhan. Hanya dua tahun setelah Mustafa Kemal Ataturk wafat, 1940, kegiatan an pendidikan Islam di Turki mulai tampak bernapas. Tapi ada pula usaha untuk "menturkikan Islam"--terutama setelah Partai Demokrat pimpinan Adnan Menderes beroleh kekuatan, sekitar 1950-an. Sampai kalimat-kalimat azan diserukan dalam bahasa Turki. Seperti halnya Kemalisme yang sedang terlunta-lunta, usaha "nasionalisasi' agama itu juga kandas tak menentu. Perkembangan dunia Arab dan Islam membuat Turki tak bisa menutup diri. Dan jenderal-jenderal yang sekarang memerintah rupanya menyadari hal ini. Mereka memang masih sungkan mencampakkan Kemalisme terang-terangan. Tapi di sana-sini, kompromi mulai dilaksanakan. Misalnya dalam program pendidikan. Selama ini mata pelajaran agama di sekolah bersifat sukarela. Tak lama lagi, mata pelajaran itu wajib bagi murid di atas 10 tahun. Lembaga pendidikan agama yang lebih tinggi juga tampaknya tidak akan dicampuri pemerintah. Namun gejala ini belum memuaskan semua pihak. Para jenderal masih memusuhi pengajian Alquran tak resmi, yang mengajarkan doktrin agama tanpa pengawasan pemerintah. Mengapa? " Karena pengajian jenis ini selalu meremehkan Ataturk dan peninggalannya," sahut seorang jenderal. TAPI sementara Kemalisme makin redup saja di negeri asalnya, bagaimana para pemuja Mustafa Kemal Ataturk di berbagai negeri? "Memang banyak tokoh di dunia Islam yang memaklumkan diri sebagai Kemalis," tulis Javed Ansari di majalah yang sama. Ia menyebut Reza Syah, Gamal Abdel Nasser, Bourguiba. Juga pengaruh Kemal Ataturk atas Soekarno dan Ali Bhutto. Kemalisme memang sering tampak sebagai usaha mencari identihs Islam dengan pola nasionalis. Tapi karena Mustafa Kemal Ataturk sendiri sejak awal bersumber ke Barat, citra masyarakat yang didambakannya selalu mengarah ke sana--bahkan kadangkadang komunis. Reza Syah berusaha menciptakan Iran mirip Eropa, khususnya Prancis. Nasser ingin meriru Yugoslavia. Yang lain mencoba mencontoh Soviet, atau sembarang negeri Eropa Timur. Anehnya, "usaha mencari identitas Islam" ini selalu berbenturan dengan kekuatan Islam di dalam negeri. Para penguasa selalu memandang penolakan terhadap Barat sebagai tingkah "segelintir kaum muslimin". Kecurigaan kemudian disusul tekanan dan penindasan, dan acapkali teror. Tambahan pula, pengikut-pengikut Kemal di luar Turki umumnya tokoh nasionalis berkobar-kobar dan berkepala panas, "men of action', yang tidak begitu berselera kepada pembangunan yang terprogram dan terperinci. Mereka berusaha melibatkan kaum muslimin ke dalam percobaan--yang sudah gagal di masa lampau. Keadaan bertambah parah karena para Kemalis, yang mengaku ingin mencari identitas Islam, justru sangat sedikit memahami Islam. Mereka percaya begitu saja, perubahan masyarakat secara struktural dengan sendirinya mengubah struktur rohani manusia. Di Turki sendiri, berhasilkah sekularisme mengubah hati nurani kawula? Mampukah ia mengilhami rakyat akan sebuah "Turki yang ideal di masa depan", tempat mereka sudi mengorbankan jiwa bagi kebesaran sejarahnya --yaitu sejarah Islam? Meski Kemal Ataturk menegaskan Turki harus berpaling ke Barat, bukan ke bekas provinsi-provinsi Arab Imperium Ottoman, penguasa Republik Turki yang sekarang agaknya ingin sedikit menyimpang. Mereka bahkan berusaha mendapatkan tempatnya dalam peta percaturan Timur Tengah. Bukan hal mudah. Jauh melampaui batas geografis, terbentang batas perbedaan dalam abad-abad yang panjang dan tidak ramah. Setelah Perang Dunia ll, negerinegeri Arab dibakar oleh nasionslisme, sosialisme dan semangat antikolonial. Turki sementara itu hanya gemetaran menghadapi Soviet, meski sejak Maret 1921 Ankara menandatangani perjanjian persekutuan dengan Moskow. Bagi sebagian besar dunia Arab, peruangan melawan Israel di atas segalaalanya. Tapi Turki tinggal tenang. alah mengikat perjanjian pertahanan engan beberapa negara yang bersikap unak menghadapi Israel. Ia menggabungkan diri dengan Pak Bagdad yang disponsori Barat. Tinakan ini dikutuk berbagai rezim yang lebih radikal di kawasan itu, seperti Mesir dan Suriah. Maka pada 1964, atkala Turki membutuhkan dukungan Internasional mengenai masalah Siprus, terlongok-longok sendirian. Baru awal 1967 negeri ini memperihatkan niatnya mendekati dunia Arab dimulai dari pengumuman tidak kan membiarkan lagi pangkalan militer AS di wilayahnya digunakan dalam konflik Timur Tengah. Ketika Amerika melakukan intervensi di Libanon sebelumnya, 1958, pangkalan itu memang egang peranan. EDIO 1960-an, Raja Faisal dari Arab Saudi mengundang Turki mengikuti Pakta Islam. Dalam Konperensi Islam Pertama di Rabat, Turki ikut segera resmi - dan kemudian menjadi anggota aktif. Tapi dengan suasana baru ini Turki merasa serba canggung. Di luar Mesir setelah Camp David, Turki adalah negeri Islam satu-satunya yang mempunyai hubungan diplomatik penuh dengan Israel. Ketika Israel menetapkan Yerusalem sebagai ibukota, termasuk sektor Arab yang dikuasai sejak 1967, Turki angkat bicara. "Secara moral, kita turut memikul tanggungjawab sejarah," ujar salah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Turki ketika itu. Sementara hubungan diplomatik Turki dengan dunia Arab beringsut maju, hubungan ekonomi bertambah rapat. Sesudah embargo minyak 1973, Turki berusaha mencari jaminan suplai minyak impor. Maklum ladang minyaknya sendiri hanya mengucurkan 16%dari kebutuhan dalam negeri. Sejumlah persetujuan perminyakan diikat dengan Irak, Iran, bahkan Libya. Secara bertahap ekspor Turki ke negeri-negeri Arab ditingkatkan. Pada 1972-1978, kenaikan di bidang ini mencatat angka 50%. Para pengusaha Turki, terutama yang bergerak di lapangan konstruksi mulai bepergian ke sekitar Timur Tengah. Menjajaki pasar dan menjajakan barang-barang. Dan hasilnya mengagumkan. Sampai 1974, 49% ekspor Turki ditujukan ke negeri-negeri Eropa. Hanya 13% ke Timur Tengah. Tapi pada empat bulan pertama 1981 saja, ekspor ke Eropa menurun menjadi 30%. Ke Timur Tengah 33%. Iklim hubungan ekonomi yang membaik ini tak ayal akan berpengaruh ke lapangan lain yang lebih luas. Pada akhirnya, "Kemalisme tinggallah impian yang makin kabur ditelan kenyataan," seperti yang dikatakan Cal McCrystal. Sampai hari ini memang belum satu kutukan dilemparkan ke alamat Mustafa Kemal. Makamnya yang dinaungi bayangan pegunungan Elma Dag masih dikuniungi para peziarah, terutama pada hari ulang tahun kematiannya, 10 November. Pada 1922 ia menghapuskan kesultanan Turki. Dua tahun kemudian dihapuskannya kekhalifahan. Pada 1934 Majelis Agung Turki menyandangkan gelar "Ataturk" ke pundaknya. Empat tahun kemudian "Bapak Turki" itu menghembuskan napas terakhir. Dan kini, sementara tampak tak ada lagi pemimpin Dunia Ketiga yang berselera mengelu-elukan ajarannya, Turki sendiri tersungkur ke pangkuan rezim militer--yang seraya tetap memuja Kemal mulai mencoba tersenyum kepada golongan agama. Penjara-penjara masih penuh. Partai politik dibekukan, namun pasukan bersenjata pihak-pihak yang bermusuhan saling mengintai dengan semangat harimau Balkan. Dan Mustafa Kemal Ataturk? Ia memandang jauh, dari patung di berbagai kota dan desa. Sebuah babakan sejarah seperti akan segera mengundurkan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus