Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tutup Buku Tim Pendukung

Tim-tim pemenangan SBY-Kalla rontok sejak pasangan itu terpilih. Ada yang bertahan dan berganti wujud.

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak kemeriahan tersisa di tempat yang dulu gaduh hampir sepanjang hari itu. Gedung di Jalan Teluk Betung 25, Jakarta Pusat, itu kini nyaris tak berbeda dengan rumah-rumah di kiri-kanannya. Hingga Rabu siang pekan lalu, sederet kursi tamu masih dibiarkan berjejer di halaman. Tak sampai setengah tahun lalu, puluhan kursi itu selalu penuh antrean wartawan dan mereka yang ingin bertemu Susilo Bambang Yudhoyono.

Kini, meski tak lebih dari sepersepuluh jumlah semula, kursi-kursi itu teronggok kosong. Tak juga ada tenda putih besar yang lazim digunakan kalangan berpunya bila membuka kenduri di rumah. Meliputi seluruh halaman depan rumah, tenda itu terbentang berbulan-bulan, dilayur terik, dibasuh hujan. Setelah tenda itu dibongkar, banyak orang kehilangan penanda untuk menemukan Blora Center.

Di dalam gedung, sepi acara. Hanya ada satu agenda di papan tulis di satu sisi ruang tamu: pertemuan dengan karyawan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). "Mereka ingin melaporkan penyelundupan gula," kata Fauziah Wahab, sekretaris di lembaga itu. "Telepon masuk pun kini jarang," kata Femala, resepsionis yang kini punya lebih banyak waktu membaca novel kesukaannya.

***

SETELAH didirikan pada 23 Agustus tahun lalu, Blora Center segera menjadi salah satu tempat berkumpul favorit para jurnalis. Tak hanya karena kerapnya jajaran elite kelompok Yudhoyono bertandang ke lembaga ini atau lantaran beragamnya lapisan masyarakat yang bertandang setiap hari. Sumber berita, mulai dari budayawan, para pakar dan pengamat, serta purnawirawan, gampang ditemui di sini.

Blora Center pun tak pelit menebar berbagai kemudahan dan fasilitas. Kliping, berbagai dokumen, aneka jurnal dan media, serta fasilitas internet, terbuka untuk diakses para wartawan. "Bahkan kadang minuman dan makan siang pun mereka sediakan," kata Budi Raharjo, wartawan sebuah harian nasional. Leaflet yang disebar lembaga itu menyebutkan, aktivitas Blora antara lain melayani kebutuhan masyarakat informasi seputar kegiatan SBY, dan menyelenggarakan dialog publik dengan sang presiden.

Pada saat peresmian, melalui sebuah layar telekonferensi, SBY langsung menyapa sekitar 3.500 mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tengah merubung layar monitor di Sasana Budaya Ganesha, Bandung. "Selamat, adik-adik telah terpilih menjadi mahasiswa ITB," kata SBY di awal pembicaraan sekitar 15 menit itu. Ia juga sempat berjanji menganggarkan 20 persen APBN untuk dana pendidikan. Dengan peralatan serupa, Blora Center juga menyiarkan sidang disertasi doktor SBY untuk khalayak, Oktober tahun lalu.

Kini, ke manakah semua peralatan konferensi jarak jauh itu? "Masih ada dan tersimpan baik," kata Direktur Operasional Blora Center, Yusuf Rizal. Dia mengakui, berbagai peralatan canggih itu tak lagi sering digunakan. Kolega Yusuf sesama direktur di Blora, Rulli Charis, mengatakan, setelah terpilihnya SBY, peran Blora, mau tak mau, harus berubah.

Dulu Blora diperlukan sebagai jembatan masyarakat dengan SBY. Kini peran itu tak mungkin lagi mereka lakukan. Ada institusi resmi negara, seperti Setneg, yang mengurusi keperluan presiden dalam soal itu. Karena itu, kata Rulli, "Kami akan bermetamorfosis." Blora akan mengerucutkan perannya ke dalam dengan menjadi badan pengkajian semata. Badan itu tetap akan menyuplai informasi dan saran untuk Yudhoyono.

"Mungkin namanya pun akan kami ubah menjadi Blora Institute," kata Rulli, sarjana geologi ITB. Selain menjadi lebih ramping dengan hanya 20 personel dari sebelumnya sekitar 40 orang, setelah perubahan itu, menurut dia, praktis badan itu akan lebih berkonsentrasi pada kegiatan pengkajian. "Kegiatan lain, misalnya menerima pengaduan masyarakat, memang lebih tepat dilakukan DPR," kata Rulli.

Untuk itu, Blora sedang mengirim seorang direkturnya melakukan studi banding ke berbagai lembaga pengkajian di Amerika Serikat. Rulli tidak khawatir lembaganya akan bersaing dengan aneka badan resmi negara yang memiliki tugas sama, memberi masukan kepada kepala negara. "Kami memiliki keunggulan karena secara personal lebih dekat," katanya optimistis.

***

TIM Cyber, organ penggalang dukungan bagi SBY-Kalla yang bermarkas di Gedung Cyber, Mampang, Jakarta Selatan, juga tinggal nama. "Kami bubar begitu Pak SBY dilantik," kata Usamah Hisyam, bekas koordinator media Tim Cyber. Menurut Usamah, tim itu bubar sekitar dua minggu setelah pelantikan Presiden, 20 Oktober tahun lalu. Selain Usamah, yang sempat berkiprah sebagai wartawan dan anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, banyak purnawirawan tergabung dalam tim ini.

Ruang Garuda di lantai 10 gedung itu, yang dulu jadi markas tim, kini belum diisi penghuni lain. Berbagai perabot masih terserak di sana. "Ruangan ini sudah cukup lama dikosongkan," kata Rico, satpam di Gedung Cyber. Sepengetahuan dia, rencananya, ruangan itu akan dipakai PT Putra Kalimantan Permai, penyewa lain yang hendak memperluas area kantornya.

Lain dengan Tim Cyber, Tim Lembang Sembilan, yang juga bagian dari tim pendukung SBY-Kalla, hingga saat ini masih jalan. Paling tidak, begitulah keterangan Alwi Hamu, Ketua Tim Lembang Sembilan. Dari awal, menurut Alwi, timnya memang berkonsentrasi pada upaya memberikan pemikiran dan wacana pada pasangan tersebut. "Jadi, setelah selesai pemilu pun, kami tetap bisa melanjutkan pengkajian," kata Alwi, yang pengusaha media di kawasan Indonesia Timur.

Sebagaimana Blora, tim ini kemudian beralih wujud menjadi Institut Lembang Sembilan. Kalaupun saat ini sekretariat mereka pindah ke Graha Anugrah di kawasan Pasar Minggu, itu hanya pertimbangan praktis. "Lembang itu kan rumah, sedangkan kami bekerja kadang hingga jauh malam," kata Alwi.

Demikian juga dengan Brighten Institute yang dipimpin Joyo Winoto di Bogor. Meski belakangan disebut-sebut mulai ditinggalkan SBY, sebagai badan kajian lembaga ini tetap berjalan. "Kegiatan rutin kami, diskusi dan pengkajian, masih berjalan," kata Yusi Yuswianti, staf di sana.

Selama menapak jalan ke kursi presiden, SBY memang ditopang banyak tim. Dari semuanya, lima tim, yaitu Tim Nasional, Tim Cyber, Tim Lembang Sembilan, Blora Center, dan Brighten Institute, disebut-sebut berperan besar dalam proses kemarin. Sayang, selain dua di antaranya sudah tiada, Tim Lembang, Blora, dan Brighten relatif mulai tersisih dari percaturan internal SBY.

Benarkah tim-tim ini layu tak berkembang karena SBY sendiri meminggirkan peran mereka? "Dari awal kami sendiri tak ingin terlibat urusan pemerintah," kata Rulli Charis. "Kebanyakan kami anak-anak muda yang ikhlas." Alasan lebih rasional datang dari Usamah. "Lho, kami kan lembaga pemenangan pemilu," katanya. "Tugas kami praktis selesai begitu SBY menang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus