Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ujian Bagi Knalpot

Untuk mengurangi polusi udara di Jakarta, mulai sekarang semua kendaraan umum kena wajib uji asap knalpot. menurut penelitian lembaga ekologi unpad, tingkat polusi co di jakarta berkisar 100 ppm di jakarta.

13 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIS kota itu datang untuk yang ketiga kalinya. Cerobong asapnya dimasuki selang berwarna hitam. Petugas yang berdiri di dekat smoke tester (alat untuk menguji asap knalpot) memberi aba-aba agar menginjak gas. Asap hitam keluar dari knalpot. Jarum penunjuk pada smoke tester melonjak, melebihi angka 100. Bis kota ini dinyatakan tidak lulus tes. Sopir bis ini dongkol. "Sumber Bank lebih kejam dari DLLAJR," kata si sopir. Petugas yang menguji tadi cuma senyum. "Biar lima kali datang, bila tak lulus tak kami beri tanda bukti lulus," kata petugas di tempat pengujian asap knalpot milik PT Sumber Batu, Cakung Jakarta. Direktur Utama PT Sumber Batu, Drs. T. Sinambela juga tampaknya sudah terbiasa menerima umpatan. Tapi ia tetap ingin mengurangi polusi udara ibukota yang makin menyesakkan napas karena asap knalpot. Terutama di jalan-jalan yang selalu padat kendaraan. Jl. Thambrin, Gajah Mada, Glodok, Senen, Salemba. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran Bandung, menunjukkan tingkat polusi carbon monoksida-nya (CO) di Jakarta berkisar 100 ppm (part per million) hingga 150 ppm tiap hari -- terutama pada saat jam sibuk. "Kalau tidak dicegah sekarang, 5 atau 10 tahun lagi bisa gawat," kata Sinambela. Itulah sebabnya sejak 1977 Gubernur DKI mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mewajibkan pengujian knalpot kendaraan bermotor di wilayah DKI Pada tahap pertama hanya kendaraan wajib uji (kir) yang terkena SK ini. Memang tak ada sanksi jelas bagi mereka yang tak mematuhi SK itu. "Tapi, bila endaran umum itu tak ada tanda lulus uji knalpot, ia tidak diberi izin kir," kata F. Soewarto MSc., Kepala Dinas Lalu Lintas & Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) DKI Jakarta. Pada tahap berikutnya tingkat polusi yang keluar dari knalpot kendaraan pribadi juga akan diuji. Pengujian akan dikaitkan dengan pemberian STNK. "Sangatlah sia-sia bila menangani yang wajib uji, tapi non wajib uji tetap mencemari," kata Sinambela. Sebab, kendaraan wajib uji yaitu kendaraan-kendaraan umum, termasuk angkutan keempat, berjumlah sekitar 60 ribu buah, sedang kendaraan pribadi (mobil) 173 ribu, motor 340 ribu -- apakah motor juga akan diuji, masih belum jelas. Sambutan yang baik juga datang dari Kodak VII Metro Jaya. "Menguji asap knalpot itu baik," kata Letkol (Pol) Drs. Poeloeng Soehartono. Dan Satlantas Metro Jaya. Tapi, bahwa pengujian tersebut akan dilakukan di Kodak dan dikaitkan dengan STNK, tak diketahuinya sama sekali. Tak ada persiapan apa-apa di Kodak. Menyemprot Jakarta Smoke tester PT Sumber Batu diresmikan Gubernur Tjokropranolo 25 Agustus 1980. Tapi penggunaannya sudah dimulai awal Juni lalu. Hingga kini sudah 7 ribu kendaraan yang diujikan di sini. Dengan membayar Rp 1500, asap knalpot diukur. Untuk dinyatakan lulus, jarum penunjuk harus tidak lebih dari angka 75 ppm Dan bila kurang, pihak Sumber Batu akan mencoba mengurangi kadar ppm itu. "Diatur supaya pembakarannya jadi normal," kata Sinambela. Misalnya dengan cara membersihkan kalbulator atau pengganti platina atau busi. Bila toh tidak bisa juga, artinya kendaraan itu harus direparasi. Tentu saja dengan biaya uji yang cuma Rp 1.500 itu bukan ongkos komersial. "Bila mau untung, mestinya Rp 5.000," kata Sinambela. Kendaraan yang datang menguji dilayani 2 smoke tester, untuk solar dan bensin. Alat yang ukurannya sekitar 60x80 cm dengan tinggi 120 cm ini sebuah berharga Rp 27 juta, buatan Jerman. Dengan penduduk 7 juta dan kendaraan bermotor sebanyak setengah juta lebih, Jakarta sudah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) dengan tingkat pencemaran CO yang bisa ditolerir 20 ppm/8 jam -- sama dengan kota-kota di Jepang. Amerika menetapkan 9 ppm/28 jam dan Kanada 15 ppm/8 jam. NAB Jakarta (terutama daerah Kota) lebih dari 100 ppm/hari. Apakah pencemaran di Jakarta sudah demikian gawat? Staf PPMPL (Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan) DKI tak bisa memastikan. "Penelitian yang kami lakukan hanya sesaat. Tidak bisa dijadikan pedoman," kata seorang pejabat instansi itu. Tetapi Sinambela yang melihat tingkat pencemaran Jakarta makin tinggi, punya gagasan lain lagi, akan mengharumkan Jakarta. Caranya? Menyemprotkan bahan kimia harum dari udara sehingga pencemaran CO dan gas lain bisa terkurangi. Sinambela belum mau bercerita banyak tentang gagasan yang tampaknya tidak mudah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus