BIS kota itu datang untuk yang ketiga kalinya. Cerobong asapnya
dimasuki selang berwarna hitam. Petugas yang berdiri di dekat
smoke tester (alat untuk menguji asap knalpot) memberi aba-aba
agar menginjak gas. Asap hitam keluar dari knalpot. Jarum
penunjuk pada smoke tester melonjak, melebihi angka 100. Bis
kota ini dinyatakan tidak lulus tes.
Sopir bis ini dongkol. "Sumber Bank lebih kejam dari DLLAJR,"
kata si sopir. Petugas yang menguji tadi cuma senyum. "Biar lima
kali datang, bila tak lulus tak kami beri tanda bukti lulus,"
kata petugas di tempat pengujian asap knalpot milik PT Sumber
Batu, Cakung Jakarta.
Direktur Utama PT Sumber Batu, Drs. T. Sinambela juga tampaknya
sudah terbiasa menerima umpatan. Tapi ia tetap ingin mengurangi
polusi udara ibukota yang makin menyesakkan napas karena asap
knalpot. Terutama di jalan-jalan yang selalu padat kendaraan.
Jl. Thambrin, Gajah Mada, Glodok, Senen, Salemba.
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran Bandung, menunjukkan tingkat polusi carbon
monoksida-nya (CO) di Jakarta berkisar 100 ppm (part per
million) hingga 150 ppm tiap hari -- terutama pada saat jam
sibuk. "Kalau tidak dicegah sekarang, 5 atau 10 tahun lagi bisa
gawat," kata Sinambela.
Itulah sebabnya sejak 1977 Gubernur DKI mengeluarkan surat
keputusan (SK) yang mewajibkan pengujian knalpot kendaraan
bermotor di wilayah DKI Pada tahap pertama hanya kendaraan wajib
uji (kir) yang terkena SK ini. Memang tak ada sanksi jelas bagi
mereka yang tak mematuhi SK itu. "Tapi, bila endaran umum itu
tak ada tanda lulus uji knalpot, ia tidak diberi izin kir," kata
F. Soewarto MSc., Kepala Dinas Lalu Lintas & Angkutan Jalan Raya
(DLLAJR) DKI Jakarta.
Pada tahap berikutnya tingkat polusi yang keluar dari knalpot
kendaraan pribadi juga akan diuji. Pengujian akan dikaitkan
dengan pemberian STNK. "Sangatlah sia-sia bila menangani yang
wajib uji, tapi non wajib uji tetap mencemari," kata Sinambela.
Sebab, kendaraan wajib uji yaitu kendaraan-kendaraan umum,
termasuk angkutan keempat, berjumlah sekitar 60 ribu buah,
sedang kendaraan pribadi (mobil) 173 ribu, motor 340 ribu --
apakah motor juga akan diuji, masih belum jelas.
Sambutan yang baik juga datang dari Kodak VII Metro Jaya.
"Menguji asap knalpot itu baik," kata Letkol (Pol) Drs. Poeloeng
Soehartono. Dan Satlantas Metro Jaya. Tapi, bahwa pengujian
tersebut akan dilakukan di Kodak dan dikaitkan dengan STNK, tak
diketahuinya sama sekali. Tak ada persiapan apa-apa di Kodak.
Menyemprot Jakarta
Smoke tester PT Sumber Batu diresmikan Gubernur Tjokropranolo 25
Agustus 1980. Tapi penggunaannya sudah dimulai awal Juni lalu.
Hingga kini sudah 7 ribu kendaraan yang diujikan di sini. Dengan
membayar Rp 1500, asap knalpot diukur. Untuk dinyatakan lulus,
jarum penunjuk harus tidak lebih dari angka 75 ppm Dan bila
kurang, pihak Sumber Batu akan mencoba mengurangi kadar ppm itu.
"Diatur supaya pembakarannya jadi normal," kata Sinambela.
Misalnya dengan cara membersihkan kalbulator atau pengganti
platina atau busi. Bila toh tidak bisa juga, artinya kendaraan
itu harus direparasi.
Tentu saja dengan biaya uji yang cuma Rp 1.500 itu bukan ongkos
komersial. "Bila mau untung, mestinya Rp 5.000," kata Sinambela.
Kendaraan yang datang menguji dilayani 2 smoke tester, untuk
solar dan bensin. Alat yang ukurannya sekitar 60x80 cm dengan
tinggi 120 cm ini sebuah berharga Rp 27 juta, buatan Jerman.
Dengan penduduk 7 juta dan kendaraan bermotor sebanyak setengah
juta lebih, Jakarta sudah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB)
dengan tingkat pencemaran CO yang bisa ditolerir 20 ppm/8 jam
-- sama dengan kota-kota di Jepang. Amerika menetapkan 9 ppm/28
jam dan Kanada 15 ppm/8 jam. NAB Jakarta (terutama daerah Kota)
lebih dari 100 ppm/hari.
Apakah pencemaran di Jakarta sudah demikian gawat? Staf PPMPL
(Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan) DKI tak bisa
memastikan. "Penelitian yang kami lakukan hanya sesaat. Tidak
bisa dijadikan pedoman," kata seorang pejabat instansi itu.
Tetapi Sinambela yang melihat tingkat pencemaran Jakarta makin
tinggi, punya gagasan lain lagi, akan mengharumkan Jakarta.
Caranya? Menyemprotkan bahan kimia harum dari udara sehingga
pencemaran CO dan gas lain bisa terkurangi. Sinambela belum mau
bercerita banyak tentang gagasan yang tampaknya tidak mudah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini