Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN Kamis malam pekan lalu di rumah Megawati Soekarnoputri itu berakhir dengan tepuk tangan. Tuan rumah di Jalan Teuku Umar 27A, Menteng, Jakarta Pusat, itu terlihat sumringah. Para pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang hadir segera mengucapkan selamat kepada Gubernur Jakarta Joko Widodo. Bintang perjamuan pada malam itu mengangguk-angguk takzim.
Keputusan yang ditunggu-tunggu pendukung Jokowi akhirnya diambil Megawati pada malam itu. Setelah bertemu sejak Kamis petang, diselingi jeda tiga jam—karena keduanya harus menghadiri dua acara yang terpisah—Mega memerintahkan Jokowi maju menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan.
Megawati menyampaikan pesan "normatif". Menurut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, Jokowi diminta mau bekerja keras menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, berkomitmen pada pluralisme, serta menghormati konstitusi dan Pancasila. "Yang lebih penting, Jokowi harus menyejahterakan rakyat," katanya. Ketika menyampaikan pesan, Mega didampingi putrinya, Puan Maharani, Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu partai itu.
Perintah malam itu baru disampaikan lisan. Mega menyatakan keputusan tertulis baru akan diberikan setelah rapat pengurus pusat partai pada esok harinya. Mega juga memutuskan penunjukan Jokowi diumumkan pada Jumat siang pekan lalu. Untuk itu, Megawati melarang Jokowi menyampaikan keputusannya kepada media massa.
Pada Jumat siang, dua lembar surat perintah pencalonan Jokowi diumumkan di kantor partai oleh Puan Maharani. Surat tulisan tangan itu—menggunakan ejaan lama, misalnya "yang" ditulis dengan "jang"—disusun Mega di depan Puan dan Tjahjo Kumolo. "Saya Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memberikan mandat kepada Saudara Ir Joko Widodo sebagai petugas partai untuk menjadi calon presiden," tertulis dalam surat itu.
Meski diminta merahasiakan keputusan Mega, sejumlah anggota tim Jokowi sejak Jumat pagi telah mengabarkan kemungkinan pengumuman pencalonan sang Gubernur. Jurnalis diminta datang ke kawasan Marunda, Jakarta Utara, tempat Jokowi akan menyampaikan deklarasi. Pada Jumat itu, Jokowi membuat agenda tiba-tiba untuk salat Jumat dan blusukan.
Setelah salat Jumat di Masjid Al-Alam, Marunda, Jokowi mengunjungi penduduk kelurahan itu. Ia lalu masuk ke rumah Si Pitung, tokoh legenda Betawi, dan kemudian mengumumkan keputusan Megawati. "Dengan mengucapkan Bismillahi-rahmanir-rahim, saya siap melaksanakan," kata Jokowi, yang baru setahun lebih menduduki kursi Gubernur Jakarta.
Setelah itu, politikus 52 tahun ini mencium bendera Merah Putih yang telah disiapkan.
POPULARITAS Jokowi tak terbendung sejak dinilai berhasil memimpin Solo pada 2005-2010. Ia kemudian terpilih lagi pada pemilihan 2010. Belum separuh periode kedua pemerintahannya di kota itu, dia diperintahkan Megawati menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Dalam dua putaran pemilihan, Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama—diajukan oleh Partai Gerindra—mengalahkan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Sejak memimpin Jakarta pada Oktober 2012, Jokowi semakin dikenal publik. Apalagi ia rajin turun ke lapangan—kegiatan yang dinilai jarang dilakukan pejabat lain. Popularitasnya selalu di atas para politikus lama, seperti Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Ia pun mengungguli popularitas Megawati.
Lompatan politik Jokowi mengubah peta di PDIP. Tuntutan agar Mega mencalonkan Jokowi disampaikan para pengurus daerah dalam rapat kerja nasional di Ancol, Jakarta Utara, September tahun lalu. Sejak itu, banyak posko relawan pendukung Jokowi dibentuk.
Mega emoh buru-buru mengambil keputusan. Menurut politikus senior partai itu, Mega mengulur waktu demi menyatukan perbedaan pendapat di PDIP. Suara pendukung Jokowi umumnya datang dari daerah. Adapun pengurus pusat justru sebaliknya, mereka ingin Mega tetap maju.
Karena itu, Mega membentuk tim kecil. Dinamakan Tim Sebelas, kelompok ini dibentuk pada April 2012. Anggotanya orang-orang di lingkaran dekat Mega, seperti Hasto Kristiyanto, Cornelis Lay, Rini Soemarno, dan putra Mega, Prananda Prabowo. Ada pula akademikus Andi Widjajanto—putra tokoh PDIP Theo Syafei—aktivis antikorupsi Teten Masduki, dan pengamat politik Sukardi Rinakit.
Tim diserahi tugas merumuskan tokoh yang dianggap layak menjadi calon presiden. Mereka juga diminta menguji apakah Jokowi memenuhi kriteria yang ditetapkan. Karena menyangkut data dan kajian, tim melibatkan Badan Pemenangan Pemilu yang dipimpin Puan.
Hasil kerja tim diserahkan kepada Mega pada 20 Januari 2014, tiga hari sebelum ulang tahun ke-67 Ketua Umum PDIP itu. Kesimpulannya, Jokowi dianggap pas menjadi calon presiden. Tim memberi catatan: jika dideklarasikan lebih awal, dukungan untuk Jokowi bisa mendongkrak perolehan suara PDIP.
Membaca catatan itu, menurut seorang anggota tim, Mega mengatakan, "Kalau begitu, saya tidak perlu kampanye. Saya ke luar negeri saja." Alasannya, tanpa Megawati berkampanye, Jokowi pasti menang. Anggota tim buru-buru meminta Mega tidak melakukannya.
Mega ternyata menolak pengumuman dilakukan secepatnya. Ia beralasan, politikus partainya tetap harus bekerja keras, tidak bergantung pada Jokowi. Rupanya, para pendukung Puan yang keberatan. Logikanya, jika pencalonan diumumkan sebelum pemilihan anggota legislatif, kemenangan PDIP akan diklaim sebagai "efek Jokowi". Padahal usaha pemenangan pemilu dilakukan organ partai yang dipimpin Puan.
Faksi lain menolak pengumuman Jokowi dengan alasan tidak mewarisi "garis Sukarno". Pencalonannya akan menggusur Puan dan Prananda, ahli waris trah Proklamator itu. Apalagi jauh-jauh hari sejumlah tokoh relawan Jokowi menyatakan ahli waris Sukarno tak mesti tampil di politik nasional.
Karena itu, kubu ini ramai-ramai menyorongkan pencalonan Megawati. Duet Mega-Jokowi diajukan menjadi pilihan. Opsi lain adalah duet Jokowi-Puan Maharani. Ada pula yang mengusulkan pasangan Jokowi-Prananda. Tiga kemungkinan pasangan itu ternyata melempem dalam survei persepsi publik. Walhasil, Jokowi tetap menempati posisi terdepan sebagai calon presiden.
Mega ternyata menginginkan deklarasi calon presiden PDIP dilakukan satu paket dengan wakilnya. Menurut anggota Tim Sebelas, hal itu tidak mudah dilakukan. Proses penjajakan calon pendamping ini didasarkan pada hitung-hitungan perolehan kursi di DPR dan koalisi.
Menurut anggota tim, calon pendamping Jokowi harus dari kalangan eksternal PDIP. Lebih diutamakan dari kalangan profesional, tegas, memiliki jaringan luas di luar negeri, dan usianya tak melebihi Megawati, 67 tahun. Sejumlah nama ditimbang-timbang. Beberapa nama yang mendapat popularitas tertinggi adalah mantan wakil presiden Jusuf Kalla dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. "Tapi usia Jusuf Kalla melebihi umur Mega," ujar seorang politikus PDIP.
Nama lain yang muncul belakangan adalah Hatta Rajasa. Menteri Koordinator Perekonomian ini terakhir bertandang ke Teuku Umar pada Jumat malam terakhir bulan lalu. Kepada Tempo, Hatta mengakui telah menjalin komunikasi politik dengan Megawati. Menurut dia, Megawati belum memberi jawaban tentang calon wakil presiden. "Tergantung perolehan suara partai," katanya (lihat "Yang Menyemut ke Kursi Nomor Dua).
Meski sudah lama membuka jalan bagi pencalonan Jokowi, Megawati baru bergerak cepat sepekan terakhir. Puan, menurut orang dekatnya, baru diajak bicara pada Senin pekan lalu, sehari setelah ia pulang dari daerah pemilihannya di Solo. Setelah menyampaikan keputusannya kepada Puan, Mega memerintahkan anggota Tim Sebelas menyusun rancangan surat deklarasi pencalonan Jokowi.
Kepada anggota tim, Mega bertanya, "Kamis (pekan) ini tanggal berapa?" Dijawab, tanggal 13. "Kalau minggu depan?" Dijawab anggota tim, tanggal 20. Ia tak bertanya lagi. Para anggota tim menafsirkan, Mega akan mengumumkan pencalonan Jokowi pada Kamis, 20 Maret. Karena itu, pekan lalu sebagian besar anggota tim masih berada di Jakarta.
Rabu pekan lalu, Megawati mengajak Puan dan Jokowi berziarah ke makam Bung Karno. Kehadiran Jokowi pun seperti disembunyikan. Dalam manifes penerbangan pesawat yang dicarter Mega pada Selasa petang, tak ada nama Joko Widodo dari 11 penumpang.
Jokowi ternyata terbang terpisah dari Jakarta menuju Surabaya itu. Ia memilih bergerak ke Malang, menjemput Mega sebelum melanjutkan perjalanan menuju makam Bung Karno di Blitar. Di makam itu, bersanding dengan Mega dan Puan, Jokowi khusyuk berziarah.
Meski melihat ziarah ke makam Sukarno sebagai pertanda, Puan mengaku kaget mendengar ibunya mengeluarkan perintah politik kepada Jokowi pada Kamis malam pekan lalu. Ia mengatakan mematuhi perintah itu, dengan alasan ibunya pasti punya pertimbangan strategis.
Puan mengaku legawa. Menurut dia, Jokowi juga kader PDI Perjuangan yang sama seperti dirinya. Lagi pula, urusan capres PDIP bukan urusan keluarga, melainkan urusan bangsa. "Ini bukan urusan ibu-anak, melainkan urusan partai," katanya. "Diputuskan bukan hanya dari sisi keluarga, melainkan juga dari sisi bangsa ini ke depan."
Widiarsi Agustina, Sundari, Rusman Paraqbueq, Ninis Chaeruddin, Tika Primandari, Linda H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo