Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta berencana menaikkan tarif bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) baru. Namun politikus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pengusaha otomotif di Ibu Kota menentang rencana kenaikan bea itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana tugas Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI, Faisal Syafruddin, mengatakan instansinya sudah mengirim draf revisi peraturan daerah tentang kebijakan itu ke DPRD Jakarta. "Penerapannya bergantung pada Dewan," kata Faisak, Kamis, 7 Februari 2019.
Di Jakarta, bea balik nama kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010. Dalam aturan itu, tarif bea balik nama untuk kendaraan baru adalah 10 persen dari harga pasar umumnya. Badan Pajak mengusulkan tarifnya naik menjadi 12,5 persen. Tahun lalu, target penerimaan BBN-KB adalah Rp 5,75 triliun. Adapun target penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar Rp 8 triliun.
Di samping untuk menggenjot pendapatan daerah, menurut Faisal, pemerintah DKI akan menaikkan bea balik nama kendaraan untuk menekan pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di Ibu Kota. Cara itu ditempuh demi meningkatkan jumlah penumpang transportasi umum. Sejauh ini, pertambahan kendaraan baru di Jakarta dan sekitarnya berkisar 1.500 unit per hari. Dari jumlah itu, 300 unit di antaranya mobil.
Kenaikan bea balik nama, menurut Faisal, juga telah menjadi kesepakatan badan pendapatan daerah se-Jawa dan Bali. Sebagai contoh, Provinsi Jawa Barat sudah menerapkan tarif 12,5 persen sejak tahun lalu.
Untuk menambah pendapatan daerah, Faisal mengungkapkan, Badan Pajak juga akan mengejar penerimaan dari tunggakan pajak kendaraan bermotor. Sejauh ini, total tunggakan pajak kendaraan sekitar Rp 7 triliun. Sekitar Rp 2 triliun berasal dari tunggakan tahun anggaran 2018. "Dari Rp 2 triliun, Rp 650 miliar sudah kami terima," kata dia.
Atas dasar itu, Faisal beharap anggota Dewan segera membahas perda tersebut. "Kita berharap DPRD kita segera mengetok ini, karena merupakan suatu nilai tambah buat penerimaan pajak kita," kata Faisal.
Wakil Ketua Komisi Keuangan DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, tak sepakat dengan rencana kenaikan tarif bea balik nama kendaraan. Ketimbang meningkatkan pendapatan daerah dari kenaikan tarif, ia menyarankan agar Badan Pajak lebih gencar mengejar tunggakan pajak kendaraan.
“Pengejaran dan penerapan sanksi bakal menciptakan efek jera,” kata dia. "Kalau kenaikan BBN kan sifatnya menunggu tiap ada kendaraan baru. Tidak repot," ujar Jhonny.
Menurut Jhonny, bila tujuan utamanya adalah meningkatkan jumlah pengguna angkutan umum, pemerintah DKI lebih baik memastikan keandalan, ketepatan jadwal, serta kenyamanan moda transportasi umum. "Itu lebih utama dibanding menaikkan tarif pajak," kata dia.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto, mengatakan kenaikan tarif bea balik nama kendaraan bakal menurunkan daya beli masyarakat. Hal itu berbanding lurus dengan penurunan potensi penerimaan pajak daerah. "Efeknya tentu ke pemerintah daerah juga," kata Jongkie.
Jongkie menjelaskan, dari tiap unit kendaraan baru, pembeli dibebankan pajak pertambahan nilai 10 persen untuk pemerintah pusat. Bila kendaraannya termasuk barang mewah ditambah pajak penjualan atas barang mewah, dengan tarif rata-rata 15 persen. Adapun pemerintah daerah mendapatkan bagian bea balik nama sebesar 10 persen serta pajak kendaraan bermotor untuk kepemilikan pertama sebesar 2 persen.