Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa waktu lalu viral sebuah video yang menunjukkan kelakuan warga membangun garasi pribadi dari jalanan umum di Bekasi. Tidak tanggung-tanggung, garasi dari lahan jalanan umum itu bahkan dikelilingi dengan besi dan rantai pembatas. Setelah viral kemudian aparat setempat turun tangan atasi aksi parkir sembarangan itu, garasi di jalanan itu pun dibongkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadi, bagaimanakah aturan parkir di jalanan umum? Apa sanksinya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengertian dan Fungsi Jalan Umum
Menurut Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 34 Tahun 2006 pasal 1, Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Penyelenggaraan jalan ini diarahkan untuk pembangunan jaringan jalan dalam rangka memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga menjangkau daerah terpencil.
Kemudian dalam pasal 3 PP tersebut, juga dijelaskan bahwa Penyelenggaraan jalan umum diarahkan untuk mewujudkan:
a. Perikehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, dan seimbang, dan
b. Daya guna dan hasil guna upaya pertahanan keamanan negara.
Menurut statusnya, jalan umum dikelompokkan menjadi:
a. Jalan nasional
b. Jalan provinsi
c. Jalan kabupaten
d. Jalan kota, dan
e. Jalan desa.
Selain itu, dalam PP Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 34, dijelaskan juga aturan perihal ruang manfaat jalan seperti berikut:
(1) Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
(2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
(4) Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Selanjutnya: Larangan parkir di jalanan umum, apalagi bikin garasi di jalanan
Larangan Parkir di Jalanan Umum
Pemandangan mobil yang parkir tidak pada tempatnya lazim dijumpai di jalanan hingga perumahan. Di lingkungan masyarakat, tidak jarang dijumpai seseorang mampu membeli mobil namun tidak mampu menyiapkan garasi. Alhasil, mobil dibiarkan terparkir di bahu jalan hingga di pekarangan rumah tetangga.
Mobil yang diparkir sembarangan di bahu jalan baik kawasan perumahan maupun perkampungan tak hanya mengganggu kenyamanan, namun juga bisa memicu ketegangan sosial di masyarakat. Sedangkan pada kasus mobil yang diparkir sembarangan di kawasan jalan umum, tentu dapat mengakibatkan kemacetan hingga kecelakaan yang merugikan banyak pihak.
Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), parkir sembarangan dapat dikenakan Pasal 287 ayat (1) sebab melanggar rambu-rambu atau marka dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau membayar denda Rp500.000.
Kemudian ada juga pada Pasal 106 ayat (4) UU yang sama, pengemudi yang melanggar aturan gerakan lalu lintas khususnya atau cara berhenti dan parkir, maka akan dipidana kurungan paling lama satu bulan penjara dan denda maksimal Rp 250.000.
Aturan parkir pun tertera di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.”
Adapun dalam PP tersebut, yang dimaksud dengan terganggunya fungsi jalan yaitu berkurangnya kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas antara lain menumpuk barang, benda, material di bahu jalan, berjualan di badan jalan, parkir, dan berhenti untuk keperluan lain selain kendaraan dalam keadaan darurat.
Di Jakarta sendiri, ada sanksi tersendiri bagi pengendara yang nekat memarkir kendaraannya secara sembarangan. Dikutip dari laman resmi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, dasar hukum penindakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi Pasal 95 ayat (1) menyebut, “Dalam rangka penyelenggaraan urusan Transportasi di Daerah, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan penindakan atas pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tertentu oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Dinas.”
Kemudian pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi Pasal 95 ayat (2), disebutkan macam-macam pelanggaran yang dapat ditindak oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Dinas. Salah satu pelanggaran yang disebutkan adalah “memarkir Kendaraan di ruang milik Jalan yang bukan fasilitas Parkir”.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi Pasal 95 ayat (3) menyebut tindakan yang akan diberikan terhadap kendaraan bermotor yang berhenti dan/atau parkir sembarangan adalah “penguncian ban kendaraan; pemindahan kendaraan dengan cara penderekan ke tempat Parkir resmi atau ke tempat penyimpanan kendaraan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah; dan/atau pencabutan pentil ban”.
Penderekan kendaraan yang dilakukan oleh petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sesuai dengan Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. Nantinya, biaya penderekan menjadi tanggung jawab pelanggar, yang besarannya ditetapkan di Perda No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, yaitu sebesar Rp. 500.000,-/hari/kendaraan.
Pilihan Editor: Parkir Sembarangan Bayar Denda Rp 500 Ribu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.