CLINT Eastwood bukan hanya seorang Dirty Harry, polisi yang mengadili sendiri buronannya. Ia pun bukan cuma seorang jago tembak tanpa nama. Ia juga seorang wali kota sebuah kota kecil bernama Carmel di Negara Bagian California. Dan hampir saja ia tercatat sebagai salah seorang calon presiden Amerika di akhir jabatan Presiden Ronald Reagan. Waktu itu, setahun selepasnya ia dari jabatan wali kota, seseorang membuat kaus oblong bertuliskan Clint Eastwood for President. Tapi si jangkung dengan dahi yang sering berkerut itu tak mengacuhkannya. ''Bukan karena saya tak peduli pada politik,'' katanya ketika itu. ''Sewaktu menjadi wali kota, saya kan pernah menganjurkan orang-orang muda yang sukses dalam bisnis supaya terjun ke politik.'' Eastwood memang punya dua dunia: Hollywood dan Carmel. Dan sejauh ini tampaknya ia merasa Hollywood lebih mudah ia tangani. Pernah ia mengeluh, lebih mudah baginya sebagai sutradara yang mengambil konsensus di antara para kru filmnya daripada sebagai wali kota yang memimpin rapat di dewan kota. Ia pernah pusing untuk mengambil keputusan, perlukah penjualan es krim dengan wadah kerucutnya dilarang untuk menjaga kebersihan kota berpenduduk sekitar 4.700 orang itu. Juga, menjelang perayaan kemerdekaan AS, 4 Juli, Wali Kota Eastwood bingung, menyalakan kembang api di pantai Carmel akan diizinkan ataukah tidak. Tapi, bingung atau tidak, seperti halnya Dirty Harry atau si jago tembak tanpa nama, Eastwood akhirnya melangkah di jalan pilihannya sendiri dengan meyakinkan. Ketika ia mencalonkan diri menjadi wali kota Carmel, tahun 1987, kabarnya Hollywood bingung: ada apa dengan Eastwood, tanya mereka. Kemudian ada yang bilang, mungkin Eastwood ingin mengikuti jejak Ronald Reagan, si koboi yang menjadi gubernur dan akhirnya menjadi bos di Gedung Putih. Tapi, sebagaimana dalam filmnya, yang menentukan ending cerita bukan penonton, melainkan sutradara dan penulis naskah. Seperti umumnya riwayat para bintang, Eastwood pun pertama kali berakting sebatas pada peran figuran dan pendukung saja. Ketika Eastwood terjun ke industri film Holywood tahun 1953, ia bekerja di Universal Studio dengan bayaran US$ 75 per minggu. Waktu itu antara lain ia muncul satu kali saja sebagai seorang letnan muda atau seorang asisten di laboratorium. ''Aku biasanya muncul di depan kamera dan berkata, 'Ia berjalan lewat sini' atau 'Dokter, ini pemeriksaan sinar-X,' lantas aku keluar dan selesailah tugasku,'' kenangnya. Setelah delapan belas bulan, ia tinggalkan Universal Studio karena memang ia tidak pernah bercita-cita menjadi bintang film. Clint Eastwood, yang dibesarkan pada zaman depresi, ketika orang bersedia mengerjakan apa saja untuk bisa bertahan hidup, memang tak punya pilihan khusus. Ia siap bekerja serabutan. Tamat dari Sekolah Teknik Oakland, Eastwood muda bekerja sebagai penebang pohon. Usai wajib militer ke Korea, ia memperoleh pekerjaan di tangsi militer sebagai pelatih renang. Pekerjaan ini diperolehnya secara kebetulan. Dalam perjalanan ke Korea, pesawat yang membawanya mendarat sekitar 1,5 km dari pantai. Di situlah ia menunjukkan kemampuan renangnya sehingga diminta melatih tentara. Disokong oleh beasiswa angkatan darat, Eastwood kemudian belajar bisnis administrasi di Los Angeles College. Pada masa inilah ia bertemu dengan teman lamanya yang bekerja sebagai kamerawan di Universal Studio. Temannya itu mengajak Eastwood menjadi figuran. Dan ternyata memang Eastwood diterima setelah melewati ujian di hadapan kamera. Tapi ia rupanya tak betah, lalu masuk kembali ke sekolah bisnis adminitrasi. Namun rupanya jalan hidupnya sudah ditentukan. Eastwood muda gagal kembali ke bangku sekolah. Pada suatu hari, ketika sedang minum kopi di studio televisi CBS, ia diamati seorang produser yang sedang mencari aktor untuk peran pembantu dalam sebuah seri televisi Rawhide. Eastwood menerima tawaran itu. Dengan film seri itu, ia rupanya cukup puas. ''Satu keuntungan film seri adalah kelangsungannya,'' katanya. Yang pasti, koceknya selalu terisi. Rawhide sempat menjadi favorit penonton Amerika. Tapi, begitu Eastwood menjadi pemeran utamanya, film ini kehilangan penggemar. Lepas dari Rawhide, debut pertama Clint Eastwood menunggu sudah. Ia diajak oleh Sergio Leone, sutradara berdarah Italia, menjadi pemeran utama dalam sebuah film koboi gaya Italia, yang kemudian populer dengan sebutan koboi spageti. Leone, yang bosan dengan tema-tema kuno Hollywood, yang umumnya bercerita tentang si baik melawan si jahat, mencoba mengadaptasi film samurai Akira Kurosawa Yojimbo dengan tetap mengangkat warna kekerasan Italia. Di situ Eastwood berperan sebagai seorang tokoh yang tak segan- segan melanggar moral dan hukum untuk memperoleh uang: suatu tokoh yang tak bisa disebut si anak baik, tapi juga bukan tokoh yang jahat karena toh ia berperang melawan si jahat. Ide Leone sederhana saja, yakni membuat film koboi yang jagoan tembaknya berdiri sama sekali di pihak korban kejahatan. Eastwood tertarik pada gagasan Leone, apalagi itu sekaligus berarti ia bisa berjalan-jalan gratis ke Eropa. Maka ia berperan sebagai seorang jagoan tanpa nama yang berhasil menjadi tukang pukul pada dua kelompok gangster yang bermusuhan. Film berjudul A Fistful of Dollars diakhiri dengan kemenangan jagoan tanpa nama, yang berhasil membunuh semua anggota kedua kelompok gangster. Layar menunjukkan tumpukan mayat, dan sang jagoan meninggalkan kota setelah menyabet uang milik kedua kelompok itu. Kenyataannya, Eastwood memperoleh US$ 15.000 dari film yang biayanya sekitar US$ 200.000 itu. Dan film itu sukses besar: di daratan Eropa saja memasukkan uang sekitar US$ 7 juta. Keberhasilan itu membuat Leone meneruskan kisah si jagoan tanpa nama dalam dua film lagi sehingga menjadi sebuah trilogi: For A Few Dollars More serta The Good, the Bad, and the Ugly. Bayaran untuk Eastwood juga melonjak, menjadi US$ 50.000 di film kedua dan US$ 250.000 untuk film ketiga. Di Amerika, A Fistful of Dollars sempat ditolak oleh United Artists karena soal keuangan yang belum beres. Baru tahun 1967, sekitar empat tahun setelah pembuatannya, film tersebut bisa beredar di Amerika dan langsung saja menobatkan Eastwood sebagai aktor jagoan. ''Jika ada yang memberinya pistol, ia akan mampu mencambuk film yang buram hingga punya bentuk,'' kata seorang wartawan. Sebenarnya, di Amerika, Eastwood tak hanya berperan sebagai jagoan yang ringan menarik picu pistol. Dalam Coogan's Bluff ia berperan sebagai seorang pengacara. Dalam Paint Your Wagon, sebuah film komedi musik, ia bermain sebagai musikus dan ikut menyanyikan dua lagu. Lalu ada peran sebagai tentara Amerika yang berhasil mencuri timbunan emas milik Nazi dalam Kelly's Hero. Ia pun pernah memerankan tentara Amerika yang luka, mengungsi ke sekolah wanita, dan mati karena ulah para siswi yang haus seks dalam In the Beguiled. Tapi memang orang lebih ingat Eastwood sebagai Dirty Harry dan jago tembak tanpa nama. Berdasarkan sebuah survei tahun 1972, Clint Eastwood diakui sebagai aktor keras paling populer, mengalahkan si koboi legendaris John Wayne. ''Pokoknya aku melakukan apa saja yang tidak dilakukan oleh John Wayne. Aku main sebagai pahlawan, tapi aku siap menembak orang dari belakang,'' tuturnya setelah film Hang 'Em High sukses di pasar. Umumnya, sosok yang diperankan Eastwood memang bukan seorang tokoh yang manis. Harry Callahan, di Dirty Harry itu, misalnya, adalah polisi yang suka berjins, berewokan, memilih jalan kekerasan, dan melanggar peraturan -- walaupun tujuannya baik. Dalam dua seri film lainnya, Every Which Way But Loose dan Any Which Way You Can, ia tampil sebagai seorang sopir truk yang dingin dan jantan, didampingi seorang ibu tua yang cerewet dan seekor orang utan. Di kedua film itu, ia sikat habis semua lawan yang menganggu perjalanan mereka. Adakah Eastwood sehari-hari mirip tokoh-tokoh yang ia perankan? ''Anda mencari persamaan antara aku dalam film dan aku sehari- hari? Saya tak tahu. Saya tak terlalu sering membuat analisa tentang posisiku. Justru itu selalu saya hindari. Saya memang mampu menanggung kekecewaan dan kesakitan dalam hidupku, dan membuat itu sebagai jalan menuju kemajuan, jalan untuk memperoleh kekuatan yang positif,'' jawabnya kepada majalah Rollingstone. Tapi popularitas memang berbeda dengan dunia kritisi. Walaupun film-film Eastwood digemari orang dan banyak yang tergolong laris, ia miskin pujian dari kalangan kritisi film Amerika. Sampai pertengahan tahun 1970-an, setelah ia menyelesaikan film- film yang penuh kekerasan, ia justru menjadi ejeken di negerinya sendiri. Sampai-sampai seorang kritisi di majalah prestisius New Yorker tak mau menyebut Eastwood sebagai aktor. Ada juga kritisi yang pernah mengusulkan agar Eastwood masuk sekolah akting dulu. Peran-peran Eastwood memang tak butuh banyak akting karena umumnya ia berperan sebagai orang yang antisosial atau reaksioner. Sosok jagoan yang diperankan Eastwood berkembang dari jagoan tanpa nama menjadi jagoan yang tak banyak bicara dan tak banyak gaya. Yang harus dilakukannya hanya sekali pukul atau sekali tembak musuh langsung roboh. ''Mungkin sifatku yang introver membuat kehadiranku di layar menjadi kuat, sebuah mistis. Kalau aku buka semua untuk dilihat penonton, mereka mungkin tidak tertarik lagi,'' tuturnya. Sifat introver Eastwood itu konon berkembang karena ia memang tak punya banyak teman semasa kecil. Orang tuanya terpaksa berpindah- pindah untuk mendapatkan pekerjaan sehingga Clint Eastwood dan adiknya, Jeanne, tak sempat menjalin hubungan dekat dengan teman- teman di rumah ataupun di sekolah. Selama di sekolah dasar dan menengah, misalnya, kedua Eastwood bersaudara itu sampai berpindah sekolah delapan kali. Jadi, tak susah bagi Eastwood untuk berperan sebagai orang yang dingin dan tak punya teman. Hampir dalam semua filmnya ia memang memerankan tokoh yang kesepian. Hasilnya, Eastwood diperkirakan sudah menumpuk kekayaan sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 4 triliun. Namun pujian sampai juga pada Clint Eastwood, walau tetap bukan untuk kemampuan perannya. Ia dipuji karena memproduksi film koboi yang antikoboi: film koboi yang tak ada hubungannya dengan perkelahian ataupun pistol yang banyak digeluti Eastwood di layar perak. Penggemar musik jazz ini memperoleh pujian karena memproduksi Bird, sebuah film tentang peniup saksofon terkenal, Charlie Parker. Film yang judulnya merupakan nama kecil Charlie Parker itu penuh dengan pujian. ''Bird telah mengejutkan pengamat untuk mengakui kenyataan bahwa Clint Eastwood adalah pembuat film yang komplet,'' tulis Chicago Tribune. Dan di Festival Film Cannes, Bird memperoleh penghargaan untuk pencapaian teknis. Sedangkan aktor yang memerankan Charlie Parker, Forest Whitaker, mendapat penghargaan sebagai aktor terbaik. Film itu juga mengantarkan Eastwood sebagai sutradara terbaik dalam Golden Globe Awards tahun 1989. Dan film itu sempat diputar di Museum Seni Metropolitan New York sepanjang tahun 1988. Tampaknya Eastwood adalah tipe orang yang tak selalu puas. Setelah berkali-kali menjadi aktor, dan kemudian sutradara, akhirnya ia memutuskan untuk sekaligus menjadi aktor dan sutradara dalam film-film yang ia produksi sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia mendirikan industri film Malpaso. Dan itu sudah dirintisnya jauh sebelum ia membikin Bird. Tahun 1975 ia mulai menyutradarai sebuah film: The Eiger Sanction. Film itu bercerita tentang seseorang yang harus mendaki mendaki Gunung Eiger sebagai hukuman. Di situ Eastwood adalah sutradara, pemeran utama, dan juga aktor pengganti yang mendaki gunung itu. Setelah itu ia melakukan tugas rangkap lain, juga sebagai sutradara dan pemeran utama, dalam film koboi The Outlaw Josey Wales. Lebih dari itu ia pun ikut terlibat menyusun komposisi lagu untuk filmnya, seperti film Tightrope dan Pale Rider, atau malah ikut bermain piano untuk film City Heat. Seperti halnya dalam akting, Eastwood juga termasuk pelit sebagai sutradara, baik dalam soal waktu maupun biaya. Ia tidak suka terlalu banyak sorotan yang berulang-ulang pada suatu adegan dan ia sangat patuh pada perencanaan waktu. Sering ia sudah merasa cukup pada sorotan kamera yang pertama. ''Menurut saya, sutradara sudah tahu apa yang ia mau sebelum ia melihat hasilnya,'' ujar Eastwood. Jadi, ia tidak mau sorotan berulang-ulang dilakukan pada satu adegan sebelum menentukan mana yang akan digunakan. ''Kalau begitu namanya coba-coba.'' katanya. Ia menolak pengulangan adegan sebab ia menginginkan agar semua peran dimainkan secara alami. Memang ia percaya, ada bintang berbakat yang bisa mengulang-ulang adegan sama baiknya tanpa kehilangan keasliannya. Namun Eastwood sangat suka pada sorotan pertama. Kalaupun ada pengulangan, umumnya itu disebabkan oleh problem-problem teknis, bukan karena masalah akting. Itu pula sebabnya Eastwood tak pernah melakukan latihan akting sebelum kamera mulai menyorot. Dari semua proses pembuatan film, Eastwood paling menyenangi pekerjaan editing. ''Aku suka syuting, tapi aku lebih suka ketika pekerjaan itu sudah selesai dan aku harus mengeditnya,'' ujarnya. Bagi Eastwood, editing ibarat memberi napas pada sebuah kehidupan. Dan, menurut Eastwood, semakin dekat penyelesaian editing, semakin berkurang pula kenikmatan pekerjaan. Untuk membuat film, Eastwood mengaku mencoba berperan sebagai penonton film. ''Itu pekerjaan yang emosional,'' tuturnya. Dan ia mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan: apakah ia akan mau menonton film yang akan ia buat, apakah sebagai penonton ia ingin memerankan tokoh film itu, dan juga bertanya kepada diri sendiri apakah ia mau menyutradarainya. ''Aku mengajukan banyak pertanyaan kepada diriku, tapi aku tidak menghabiskan waktu lama untuk menjawabnya. Aku cukup cepat mengambil keputusan,'' katanya. Ia menolak untuk main dalam Apocalypse Now, sebuah film tentang Perang Vietnam. Soalnya sederhana saja: film itu memerlukan waktu pengerjaan yang terlalu panjang. Padahal yang memberi saran bahwa pemeran utama sebaiknya dilakukan oleh Eastwood adalah aktor Steve McQueen. ''Francis Coppola bilang, mereka akan ke Filipina selama enam belas minggu. Itu terlalu lama. Kalau hanya delapan minggu, aku bersedia.'' Kenyataannya, film itu dikerjakan selama dua tahun, padahal Eastwood paling tidak suka berlama-lama mengerjakan sebuah film. Dalam pengerjaan film itu, rupanya Martin Sheen sampai terkena serangan jantung. ''Mampus!'' kata Eastwood. Eastwood melihat film dokumentasi pembuatan Apocalypse Now, yang berjudul Hearts of Darkness, dan berpendapat bahwa pembuatan film itu sangat menggelikan. ''Francis orang yang baik, tapi dua tahun akan membuatku gila,'' komentarnya setelah Apocalypse Now selesai. Eastwood memang melakukan manajemen yang efektif dalam membuat film. Ia tak mau coba-coba di lapangan. Dan ia selalu didukung oleh para pembantunya yang setia. Itu sebabnya, sementara orang lain mengerjakan film dalam beberapa tahun, Eastwood bisa menyelesaikan film-filmnya dalam waktu 17 bulan saja. ''Aku selalu ingin mengerjakan lebih banyak lagi,'' katanya. Dasar orang film, ketika menjadi wali kota Carmel, 1986-1987, Eastwood bisa menyelesaikan dua film, Heartbreak Ridge dan Bird. Selama jadi wali kota, Eastwood juga tak segan-segan bertindak cepat dan mengejutkan. ''Aku ganti orang di komisi perencanaan kota, mengubah semuanya. Hal-hal yang biasanya mengejutkan aku kerjakan dengan cepat.'' Perubahan yang mengejutkan itu antara lain mencabut larangan makan es krim dan buah kenari di pantai Carmel. Di kota yang jika musim panas dikunjungi 25.000 turis itu, es krim dan buah kenari sudah lama dilarang karena menjadi sumber sampah. Lalu ada batasan untuk berbicara tak lebih dari tiga menit dalam pertemuan dewan kota. Dan tak selalu perlu persetujuan dewan kota dalam pengambilan keputusan. Pada suatu kunjungan ke markas polisi, usai menginspeksi barisan polisi, ia memberi sambutan. ''Saya senang memerankan polisi, tapi tidak pernah sekeras kalian,'' katanya sambil tersenyum. ''Kalian semua boleh berlibur tiga hari,'' tambahnya kepada 17 orang polisi Carmel. Memang memungkinkan bagi Eastwood untuk mengambil tindakan yang cepat tanpa harus mengundang protes besar. Itu karena Carmel bukan kota besar. Kota di sebelah selatan California itu pada tahun 1980 hanya berpenduduk 4.000 jiwa (sekarang sekitar 4.700 jiwa) dan hampir semua penduduknya hidup dari bisnis turisme. Carmel adalah salah satu kota yang didarati kelompok misionaris Spanyol pada abad ke-16. Bangunan peninggalan para misionaris itu merupakan salah satu objek turis, selain pantainya yang indah yang membuat Carmel disebut Carmel by the Sea. Jadi, ia tak perlu susah-susah menentukan kebijaksanaan. Anggota dewan kota hanya lima orang dan penduduk Carmel bangga memiliki Wali Kota Clint Eastwood. Carmel memang bukan kota yang asing bagi Eastwood. Sejak tahun 1960-an ia suka beristirahat di kota itu dan memang punya rencana untuk tinggal di Carmel. Pertama kali Eastwood ke Carmel tahun 1951, ketika ia masih bekerja sebagai pelatih renang di tangsi militer. Dengan teman-temannya ia iseng ke Carmel dan saat kunjungan pertama itu ia sudah jatuh cinta kepada Carmel. ''Aku berkata kepada diriku sendiri, kalau aku punya uang aku akan tinggal di sini,'' kenang Eastwood. Setelah punya duit, ia memenuhi mimpinya. Ia mendirikan rumah dari batu di tepi pantai di tanah seluas lebih dari 4 hektare, dikelilingi pohon cemara. Selain itu, ia juga mendirikan penginapan The Hog's Breath Inn yang selalu dicari para turis. Pada masa Eastwood menjadi wali kota Carmel, setiap turis menyempatkan diri mengunjungi kantor dan rumah Bapak Wali Kota yang bergaji US$ 200 per bulan tapi punya kekayaan berjuta dolar itu. Eastwood menikah dengan Maggie Johnson, seorang model, pada tahun 1953. Namun, setelah 31 tahun menikah, Eastwood menceraikan istri pertama yang memberinya dua orang anak itu. Akibat perceraian itu, Eastwood harus membayar US$ 25 juta kepada Maggie Johnson, yang membesarkan putri mereka, Alison. Sedangkan putra mereka, Kyle, rupanya lebih suka ikut ayahnya, dan masuk sekolah film di Universitas Southern California. Perceraian itu terjadi karena Eastwood memutuskan untuk menikah dengan Sondra Locke, yang berperan sebagai istrinya dalam film The Outlaw Josey Wales. Hubungan dengan Sondra Locke bisa ia pertahankan selama 14 tahun. Seperti Maggie Johnson, istri kedua ini juga mendapat jutaan uang dan sebuah rumah di Hollywood akibat perceraian. Kini Eastwood hidup bersama dengan Frances Fisher, pemeran pelacur dalam Unforgiven. Tuan Eastwood, apakah yang menarik dari wanita? ''Semua wanita menarik bila ia sudah di atas 40 tahun,'' jawabnya. Kini Eastwood telah menyelesaikan film terbarunya, Line of Fire, sebuah film yang pengerjaaannya didukung oleh Secret Service, dinas rahasia khusus di AS, yang tugasnya antara lain menyediakan pengawal buat presiden Amerika. Dalam film itu, Eastwood berperan sebagai seorang agen rahasia. Berbeda dengan film-film sebelumnya, kali ini Eastwood harus tampil rapi. Ia terpaksa memotong rambutnya dan menggunakan jas yang apik, sebagaimana layaknya seorang pengawal presiden. Bahkan ia juga harus tampil dengan tuksedo dalam bagian yang ber-setting sebuah pesta di kedutaan Perancis. ''Biasanya aku mengenakan pakaian untuk membunuh,'' komentarnya. Sampai saat ini, Eastwood, yang kini 63 tahun, masih disiplin memelihara tubuhnya yang kekar. Setiap hari ia lari sepanjang sekitar 1,5 km dan melakukan latihan beban di rumahnya. Ia banyak makan vitamin dan hanya memilih makanan berlemak rendah, walaupun tetap minum bir juga setiap hari. Ia punya sejumlah mobil sport dan sepeda motor, tapi orang lebih sering melihatnya keluyuran dengan pick-up Chevy yang tua. Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini