Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tanah pim digugat

Tanah pertokoan mewah pondok indah mall, jakarta selatan, digugat seorang ahli waris senilai rp 7,8 miliar. bukti apa yang dimilikinya?

10 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEGAHNYA pertokoan Pondok Indah Mall ternyata memendam sengketa tanah. Sebagian tanah pertokoan mewah di Jakarta itu sejak pekan lalu menjadi objek gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu bisa menjadi perkara besar karena kompleks pertokoan tiga lantai dengan arsitektur bergaya post-modern dan mempunyai seratus toko barang-barang kelas wahid itu terletak di kawasan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan. Harga tanah di kawasan tersebut dikenal sudah melonjak sangat tinggi. Adalah Haji Tolib, penduduk Pondok Pinang, Jakarta Selatan, yang menggugat PT Metropolitan Kencana, pemilik Pondok Indah Mall itu. Ayah empat anak tersebut mempunyai bukti selembar fatwa waris dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya, 1972, yang menetapkannya sebagai salah seorang ahli waris Milin bin Olet. Ia mendapat bagian 2/9 warisan yang letaknya di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Riwayatnya, tanah Pondok Indak Mall itu milik seorang tuan tanah Belanda. Luasnya sekitar 13 hektare. Dasarnya hak milik partikelir Barat (eigendom verponding) bernomor 6430. Sesudah berlakunya UU Pokok Agraria 1960, status tanah itu berubah menjadi tanah negara. Namun, dari kakek hingga ayah Tolib tetap bertahan di sana sebagai penggarap tanah. Tolib punya bekal bukti, pembayaran pajak sejak zaman Belanda. Metropolitan Kencana, yang sebagian sahamnya dimiliki pengusaha besar Ciputra dan Sudwikatmono, melirik lokasi itu pada tahun 1974. Sudah sejak saat itu mereka berencana akan membangun kawasan elite yang meliputi perumahan, lapangan golf, dan pertokoan. Sebagian tanah negara itu, 32.000 m, mereka bebaskan. ''Saya pun sudah menerima duitnya waktu itu, hampir Rp 100 juta,'' tutur Tolib, yang Betawi tulen. Hanya saja, Tolib tidak mau mengakui pemberian uang itu sebagai transaksi jual-beli tanah. Tolib sudah dari awal bertahan tak mau melepaskan tanah itu. ''Penjualan itu tak resmi, karena tidak menyebutkan harga tanah per meter perseginya berapa. Pak Sudwikatmono waktu itu cuma memberikan uang kebijaksanaan, jadi belum ada kesepakatan soal harga,'' kata Tolib. Tolib mengakui prosedur pemberian uang padanya juga dilakukan kepada para penggarap lain. Memang mereka juga menerima uluran duit dari Sudwikatmono melalui suruhannya, dan mau menganggapnya sebagai pembayaran penggusuran tanah itu. Menurut Tolib, tanah warisan bagiannya, yang sekitar 7.000 m itu, kini menjadi bagian dari tanah tempat Pondok Indah Mall didirikan. Pertokoan mewah itu diresmikan Oktober 1991. ''Setelah pertokoan itu berdiri, saya baru tahu bahwa pihak sana menganggap tanah saya sudah diperjualbelikan,'' kata Tolib. Tolib lalu memberi kuasa kepada Haji Affandi untuk mengurus tanah warisannya itu. Tapi perkara itu konon tak kunjung selesai. Maka Tolib meminta Pengacara Sahala Pangaribuan menggugat Metropolitan Kencana ke pengadilan agar mengembalikan tanah warisan itu kepadanya. Tak lupa ia meminta agar pengadilan menetapkan sita jaminan terhadap gedung Pondok Indah Mall. ''Saya sebetulnya cuma minta peresmian transaksi jual-beli saja,'' kata Tolib. Ia meminta Metropolitan membayar ganti rugi senilai harga tanah sekarang, yakni Rp 7,8 miliar. Namun pihak Metropolitan agaknya merasa di atas angin dalam perkara tersebut. ''Gugatan itu salah alamat,'' ujar Mega Budiman, kuasa hukum Metropolitan. Alasannya, objek gugatan itu merupakan eks eigendom verponding, yang sejak 30 tahun lebih telah berubah menjadi tanah negara. Karena itu, ''Mestinya Tolib menggugat Badan Pertanahan Nasional, dong,'' tambah Mega. Mega bahkan meragukan keterkaitan Milin bin Olet, orang tua Tolib, dengan tanah itu. Sebab dengan berlakunya UU No. 1/1958, bekas pemakai tanah partikelir Barat telah diberi ganti rugi oleh negara. ''Sewaktu Metropolitan membebaskan tanah, kami tak pernah menjumpai orang yang bernama Milin bin Olet. Ini harus dibuktikan Haji Tolib di pengadilan,'' katanya. Mega menegaskan pula, Metropolitan sebetulnya tak pernah memberikan ganti rugi kepada para penduduk yang menghuni lokasi tempat berdirinya Pondok Indah Mall. Yang ada waktu itu, menurut Mega, hanya pemberian sumbangan, misalnya untuk mendirikan mesjid. Tentang pembayaran yang dilakukan Sudwikatmono kepada Tolib, ''Kalau itu benar, mestinya pakai kuitansi. Kalau ada kuitansi, berarti ada akta jual-belinya. Ini kan nggak ada?'' ujar Mega. Rekan Mega, Bambang Trisnanto, menganggap gugatan Tolib tak masuk akal. ''Pembebasan tanah kami lakukan tahun 1974, kenapa baru sekarang dia menggugat?'' kata Bambang. Apalagi tanah eks verponding tersebut membentang luas di kawasan Pondok Indah, meliputi lapangan golf, pompa bensin, mesjid, dan bengkel di luar Pondok Indah Mall. ''Warisan Tolib yang mana? Petanya saja dia tak punya,'' kata Bambang. Menurut Bambang, pihaknya bukan sekali ini berhadapan dengan orang yang mengaku mempunyai tanah di kawasan itu, misalnya di kawasan lapangan golf dan perumahan. Mereka, ujarnya, sebetulnya mengharapkan keuntungan dari terjadinya perdamaian. Apakah Metropolitan akan menawarkan jalan damai kepada Tolib? ''Apa yang mau didamaikan? Dia tak punya bukti, kok,'' kata Bambang. Tapi, apa pun keputusan hakim kelak, adalah kenyataan bahwa sengketa tanah seperti kasus Tolib itu terus saja bermunculan. Masalah ini baru bisa ditekan bila prosedur pembebasan tanah lebih transparan. Ardian Taufik Gesuri dan Andie Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus