Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terbentur Status Lahan

Lahan Perumahan Jatinegara Baru di Cakung, Jakarta Timur, merupakan satu dari 16 aset pemerintah DKI yang bisa hilang berdasarkan penilaian BPK. DKI hanya memegang fotokopi sertifikat atas lahan 52,5 hektare tersebut.

7 Juni 2021 | 00.00 WIB

Gapura di depan Perumahan Jatinegara Baru, Cakung, Jakarta Timur, 6 Juni 2021. TEMPO/Imam Hamdi
Perbesar
Gapura di depan Perumahan Jatinegara Baru, Cakung, Jakarta Timur, 6 Juni 2021. TEMPO/Imam Hamdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Perumahan Jatinegara Baru di Cakung, Jakarta Timur, menjadi satu dari lahan DKI yang minim bukti kepemilikan versi laporan BPK.

  • Status lahan membuat sekitar 500 warga perumahan tersebut tak bisa mengantongi sertifikat kepemilikan.

  • Perumahan dibangun lewat kerja sama pemerintah DKI dengan pihak swasta pada 1995.

JAKARTA – Gapura berbentuk candi menjulang setinggi 20 meter di muka Perumahan Jatinegara Baru. Di belakangnya terdapat pagar besi berkelir hijau mengurung kompleks permukiman seluas 21 hektare di Kelurahan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, itu. Perumahan tersebut hanya mempunyai dua pintu masuk yang terpalang portal dan dijaga petugas keamanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Deretan rumah dua lantai terlihat dari balik pagar dengan tinggi sekitar 2 meter itu. Perumahan dengan 500 rumah itu merupakan hasil kerja sama operasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Cakra Sarana Persada pada 1995, bagian dari pengembangan kawasan Badan Pengelola Industri dan Permukiman Pulogadung (BPLIP). Kompleks ini menjadi satu dari 16 aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena minim bukti kepemilikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pada awal kerja sama, pemerintah DKI mempunyai hak pengelolaan (HPL) atas lahan perumahan itu, sedangkan pengembangannya dikuasai PT Cakra dengan status hak guna bangunan (HGB). "Rumah yang kami tinggali ini statusnya HGB di atas HPL," kata seorang warga kepada Tempo di lokasi. Dia menolak namanya dituliskan.

Warga itu membeli lahan berikut rumah seluas 200 meter persegi pada 1998. Saat transaksi, kata dia, PT Cakra tidak menginformasikan status kepemilikan lahan. Dia baru mengetahui status tanahnya pada 2005, saat ingin mengubah sertifikat hak guna bangunan rumahnya menjadi hak milik.

"Saat mengurus ke Badan Pertanahan Nasional ditolak karena status lahannya HPL nomor 2," ujarnya. "Malah, pas mengurus sertifikat HGB, saya jadi diberi waktu masa berlakunya sampai 2028. Padahal sebelumnya tidak ada jangka waktu yang dicantumkan."

Pintu masuk utama Perumahan Jatinegara Baru, Cakung, Jakarta Timur, 6 Juni 2021. TEMPO/Imam Hamdi

Menurut warga RW 16 itu, status HGB tersebut merugikan warga. Sebab, setelah masa HGB selesai, warga diwajibkan memperpanjang kembali dengan hitungan 2,5 kali nilai jual obyek pajak (NJOP). Adapun NJOP di Perumahan Jatinegara Baru sebesar Rp 7,5 juta per meter persegi. "Ini kan merugikan warga. Kami merasa tertipu membeli rumah ini," kata dia.

Dia berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melepas HPL atas lahan tersebut karena seluruh kawasan itu telah menjadi permukiman. Terlebih, puluhan warga yang lebih dulu mengurus bukti kepemilikan telah mengantongi sertifikat hak milik (SHM).

Ketua Rukun Warga Perumahan Jatinegara Baru, Kun Hidayat, mengatakan sekitar 500 keluarga di sana dirugikan dengan status HGB di atas hak pengelolaan ini. Di luar soal kepemilikan, status tersebut menyebabkan terhalangnya fasilitas dari pemerintah karena PT Cakra belum menyerahkan kewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum ke DKI.

"Dari awal perumahan dibangun, kami tidak pernah merasakan aspal dari pemerintah. Bahkan penerangan jalan sampai sekarang kami bayar sendiri Rp 9 juta per bulan," ujarnya. Warga berharap DKI dan PT Cakra duduk bersama membahas permasalahan aset ini.

Perumahan Jatinegara Baru masuk daftar 16 aset DKI yang terancam hilang versi laporan BPK. Di lahan seluas 52,5 hektare yang menjadi kompleks rumah mewah itu, Pemerintah Provinsi DKI hanya memegang fotokopi sertifikat HPL dengan nomor 2 PGB. 

Berdasarkan salinan laporan pengakhiran kerja sama operasi Jatinegara Baru yang diterima Tempo, dijelaskan bahwa pembangunan kawasan permukiman itu dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada 1995 dan 2006. Adapun pengakhiran kerja sama terjadi per 26 September 2011, yang ditangani empat perwakilan pemerintah DKI dan PT Cakra.

Pembangunan Jatinegara Baru merupakan proyek kerja sama pengembangan tanah dan bangunan untuk perumahan antara DKI dan PT Cakra di atas lahan seluas sekitar 52,5 hektare. Dari luas total tersebut, telah diserahkan kepada KSO Jatinegara baru untuk dikembangkan seluas 411.079 meter persegi, dari penyerahan BPLIP 20,5 hektare dan PT Cakra 20,5 hektare, sesuai dengan berita acara kesepakatan penyerahan tanah pada 18 Juni 1998.

Tempo meminta penjelasan Badan Pengelolaan Aset Daerah ihwal kepemilikan aset negara tersebut. Namun panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirim ke pelaksana tugas Kepala BPAD DKI, Purwanti, tak kunjung berbalas hingga tenggat tulisan ini tadi malam.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus