Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH berkali-kali lolos dari isu pergantian, kini saatnya Widya Purnama tersandung telak. ”Rapat untuk membahas pergantian direksi Pertamina menunggu Presiden pulang,” kata Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sugiharto. Setelah Instruksi Presiden No. 8/2005, kewenangan mengganti pucuk pimpinan di perusahaan pelat merah beralih dari tangan Sugiharto ke Tim Penilai Akhir (TPA), yang diketuai Presiden.
Widya kerap diisukan akan diganti karena tergolong pejabat BUMN dari ”rezim lama”. Kendati tak pernah memiliki pengalaman di industri pertambangan ataupun migas, Widya diangkat oleh Laksamana Sukardi, Menteri BUMN di era Megawati Soekarnoputri, sebagai Direktur Utama Pertamina, tahun lalu.
Widya sendiri sepertinya tak repot-repot amat. ”Kalau mau diganti, ya, silakan,” katanya ketika diwawancarai Tempo beberapa waktu lalu. Ia mulai ”disorot” ketika mengambil sikap berseberangan dengan tim ekonomi pemerintah, termasuk presiden dan wakil presiden, dalam perundingan perpanjangan kontrak wilayah kerja Cepu.
Banyak pejabat pemerintah menginginkan Pertamina segera menuntaskan kontrak perpanjangan dengan Exxon di Blok Cepu, agar volume produksi minyak nasional kembali ke atas 1 juta barel. Widya bertahan agar Pertamina mendapat porsi mayoritas, 55 persen, dalam pengelolaan blok ini.
Permintaan itu sama saja dengan menggergaji kesepakatan tim perunding pemerintah dengan raksasa minyak asal Amerika, ExxonMobil. Dalam perundingan awal yang diteken akhir Juni lalu itu, Pertamina hanya kebagian 45 persen, sama dengan porsi Exxon. Sisa saham yang 10 persen dialokasikan untuk pemerintah daerah.
Dua nama disebut-sebut sebagai calon kuat pengganti Widya, yakni Iin Arifin Takhyan, yang kini menjabat Direktur Jenderal Migas dan Sumber Daya Mineral Departemen ESDM, dan Martiono Hadianto, Komisaris Utama Pertamina. Penggantian, tadinya, akan dilakukan awal September.
Tertunda, memang. Tapi rencana penggantian semakin mantap. Selang dua hari setelah Presiden mengumumkan terbongkarnya penyelundupan minyak, Sugiharto menyatakan kinerja direksi Pertamina mengecewakan.
Said Didu, Sekretaris Jenderal Kementerian Negara BUMN, menyatakan direksi lama Pertamina tak lagi diikutkan dalam proses uji kelayakan dan kepatutan. ”Mereka otomatis bertahan kalau kinerjanya dianggap bagus,” ujar Said. Jika dianggap gagal, Widya dan kawan-kawan akan diganti oleh para calon yang dijaring melalui jalur uji kepatutan dan kelayakan.
Jalur ini, yang telah ditempuh oleh Kementerian BUMN, sudah menghasilkan lebih dari 20 nama. ”Nama-nama itu tak berbeda jauh dengan yang beredar,” kata Said. Dua nama yang juga ramai disebut-sebut sebagai kandidat adalah Gita Wirjawan—kini Presiden Direktur JP Morgan Securities Indonesia—dan Tubagus Haryono, Kepala Badan Pelaksana BP Migas.
Proses seleksi kini berada di TPA. Sumber Tempo yang dekat dengan Kementerian BUMN mengatakan, TPA telah dua kali membahas pengganti Widya. Kabinet baru di Pertamina akan diumumkan setelah kontrak pengelolaan Blok Cepu diteken, karena Widya turut dalam tim implementasi perjanjian awal.
Sumber itu menyatakan, Iin Arifin Takhyan memiliki peluang paling besar menggantikan Widya. ”Posisi Iin lebih kuat karena mendapat sokongan para birokrat di Departemen ESDM,” katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengaku tak ikut-ikut soal pergantian direksi Pertamina. ”Itu wilayah Menteri BUMN,” tuturnya. Sang ”kandidat” sendiri memilih tutup mulut ketika ditanya tentang peluangnya.
THW, Metta Dharmasaputra, Tito Sianipar, M. Fasabeni, Yura Syahrul
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo