Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang Di Laut Dan Di Darat

Pengambil-alihan pengelolaan pelelangan ikan di krakas oleh wali kota cirebon menggembirakan nelayan. sindikat cukong telah menguasai pelelangan dan nelayan penangkap ikan. (kt)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGAMBIL-ALIHAN pengelolaan pelelangan ikan di Krakas oleh Walikota Cirebon dari pengurus Koperasi Perikanan Laut (KPL) (TEMPO, 16 Oktober),tentu saja menggembirakan para nelayan. Dan diharapkan menambah darah kehidupan perkoperasian di sana. Namun nampaknya langkah Walikota dengan SK tanggal 29 Juli 1976 itu belum membawa tuah banyak. Sebab setelah beberapa bulan berjalan, nasib para nelayan dan kehidupan perkoperasian, belum juga beranjak baik. Sementara itu sindikat beberapa cukong yang menguasai pelelangan ikan sudah begitu dalam mencengkeramkan kukunya. Mereka ini menguasai perahu-perahu pukat (trawl) yang masuk dengan mengharuskan menjual hasil tangkapan kepada mereka. Pembeli yang terdiri dari bakul-bakul ikan, juga tak bisa langsung membeli ikan kepada perahu itu. Tapi harus lewat agen yang ditunjuk cukong-cukong tadi. Dengan harga yang sudah tinggi tentu saja. Dan bakul-bakul ini selain mesti membayar pungutan Pemda Kodya Cirebon, juga harus membayar uang keamanan dan entah apa lagi. Tak aneh, bila sindikat cukong tadi punya kekuasaan besar. Sebab memang merekalah yang menyediakan segala keperluan kapal-kapal pukat, sejak solar. beras sampai es. Semua itu sudah berlangsung sejak 1972. Yaitu sejak para pengusaha trawl dari Bagansiapi-api mengalihkan usahanya ke sana. Tak kurang dari 600 trawl asal sana berpangkalan di pelabuhan nelayan Cirebon. Mereka beroperasi di laut Jawa bagian utara yang kesohor memendam berjenis-jenis ikan itu. Sudah tentu ini berarti memberi isi pada pundi-pundi Kodya Cirebon Sebab setiap trawl, sekali berlayar yang lamanya 5-6 hari, bisa menyiduk ikan bernilai Rp 350-Rp 500 ribu. Terutama bila sedang musim udang. Si Joki & Bakri Tapi keadaan ini tak berarti menggembirakan para nelayan sendiri. Sebab sebagai awak trawl, nelayan-nelayan itu cuma mendapat uang makan Rp 500 sehari atau Rp 3.000 paling tinggi sekali berlayar. Padahal setiap bulan kapal trawl itu rata-rata memperoleh untung bersih Rp 1 hingga Rp 1 1/2 juta. Dari keuntungan bersih itu, sang cukong memperoleh 40%. Belum lagi keuntungan dari penjualan ikan. Dan meski mereka dikenal dengan nama-nama Joni, Osay atau Bakri, asal mereka bukan dari Cirebon. ltu semua tampaknya masih menunggu langkah berikutnya dari Walikota Aboeng Koesman. Yang sampai kini tampaknya belum teringat memanfaatkan organisasi semacam Pertiwi atau Barunawati. Misalnya untuk kegiatan penyediaan bahan-bahan baku para nelayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus