SEBAGAI kota terdepan di Irian Jaya Sorong tampaknya banyak
punya kemungkinan masa depan yang cerah. Hasil minyak bumi yang
diolah Pertamina, Petromer Trend, Gulf Oil dan Sun Oil (2
terakhir masih dalam taraf eksplorasi), sudah kelihatan memberi
harapan. Lalu 3 modal Jepang dan satu perusahaan milik negara,
sudah pula kelihatan repot di bidang perikanan dan udang. Tak
kurang 50 kapal perikanan bersliweran di kawasan laut sekitar
kota ini. Kapal tangki minyak dan kapal lokal, ramai pula di
bandar lautnya. Di samping Ujungpandang, tampaknya kota ini akan
tumbuh jadi pusat ekonomi kawasan timur Indonesia.
Tapi tak berarti Sorong sudah siap. menghadapi pertumbuhan
seperti itu Sekarang ini cuma 3 dermaga dipunyainya. Pertama
Sorong Doom, berukuran 40 x 8 M, punya gudang tapi tak bisa di
manfaatkan. Lalu dermaga besar dari kayu, tapi sudah lapuk.
Terakhir, yang paling kecil 15 x 3 M melayani kapal-kapal 10-150
dwt dan selalu dipadati sekitar 22 kapal. Crane yang dimilik
cuma satu dan hanya berkemampuan 60%, forklift dan trailer
rusak berat. Padahal Sorong harus membongkar barang sekitar 900
ton dan memuat 2000 ton tiap bulan. Apalagi Sorong merupakan
pelabuhan transit jurusan Merauke dan Fafak. Hingga bila kapal
ke jurusan selatan belum siap terpaksa barang ditumpuk
dilapangan terbuka dengan cuma ditutup terpal. Bisa dibayangkan
akibatnya bila barang-barang itu berupa semen atau beras. Belum
lagi air untuk kapal-kapal itu jadi masalah. Di samping juga
tenaga pandu.
Namun perkara pertumbuhan kehidupan hiburan dan pelacuran
tampaknya lebih cepat kelihatan. Klub malam, TTR (satu-satunya
di Irian Jaya) dan tempat lokalisasi pelacuran bernama Malano
sudah lama ada. Hingga Amo Suwarma, Kepala Kanwil Sosial Irian
Jaya pernah berucap: "Perdagangan daging mentah" di Sorong
sangat ramai". Menurut Suwarma mereka yang jadi pelacur itu
kebanyakan berasal dari Lamongan. Wanita-wanita itu kebanyakan
datang ke sana karena ditipu untuk dicarikan pekerjaan. Tapi
sebenarnya cuma untuk dijadikan mangsa buruh-buruh minyak. Meski
akibat banyak proyek Pertamina yang dihentikan, banyak pula
mereka yang jadi penganggur. Lalu pulang ke kampung halamannya
di Manado, Sulawesi Selatan atau Jawa Timur dan Maluku, dengan
menumpang kapal secara gelap .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini