Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Kepala Stasiun Klimatologi Sultan Mahmud Badarudin (SMB) II di Palembang, Siswanto, mengingatkan petani untuk menyesuaikan pola tanam di masa pancaroba atau peralihan kemarau ke musim hujan. Kondisi cuaca di Sumatera Selatan yang belakangan tidak menentu dianggap akan berpengaruh besar terhadap beberapa skema pertanian, seperti hortikultura maupun sistem perkebunan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hal itu (penyesuaian pola tanam) bisa diketahui melalui sistem kalender tanam,” katanya kepada Tempo, Senin, 14 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Siswanto, kalender tanam biasanya sudah menyediakan informasi cuaca dan iklim yang disesuaikan dengan karakteristik lahan pertanian di daerah masing-masing. Penyesuaian pola tanam juga bisa didampingi oleh para penyuluh pertanian yang ada di setiap kecamatan.
"Perlu juga disesuaikan apakah lahan pertanian tersebut berupa lahan tanah hujan atau lahan yang sudah didukung oleh irigasi yang memadai," tutur dia.
Petani di Sumatera Selatan, kata dia, cenderung menanam sayuran seperti cabai, sawi, dan beberapa lainnya. Mereka sudah terbiasa memakai teknologi untuk memenuhi kebutuhan bibit unggul, pemupukan, pengawasan perilaku hama dan penyakit tanaman, serta untuk memantau cuaca dan iklim setempat.
Tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebagian besar area di Sumatera Selatan akan memasuki usim penghujan pada dasarian atau hitungan 10 hari ketiga Oktober 2024. Musim hujan diprakirakan memuncak pada November-Desember nanti.
Siswanto sempat menyebut Palembang tengah dilanda hujan dan panas dengan intensitas yang tidak menentu. Di tengah pancaroba, ada juga kabut yang muncul di Palembang dan beberapa wilayah di Sumatera Selatan.
BMKG Sumatera Selatan sebelumnya mengungkapkan bahwa kemarau tahun ini tidak separah tahun 2023. Kemarau ekstrem pada tahun lalu akibat El Nino.
“Pada 2024, kita sedikit diuntungkan karena pada Mei hingga Juli ada pasokan air dari uap lautan Indonesia, sehingga masih terjadi hujan di wilayah Sumsel," kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sumsel, Nandang. Dia menambahkan, potensi hujan dan angin kencang bisa terjadi sewaktu-waktu karena terdapat belokan masa udara di wilayah Sumatera Selatan.