Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Agar Isi Buku Lebih Hidup

Penggiat industri kreatif asal Yogyakarta menciptakan buku tiga dimensi pertama di Indonesia. Buku generasi ketiga ini cocok digunakan di bidang promosi dan periklanan.

26 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atthur Sahadewa meletakkan selembar kertas kuarto di atas tombol QWERTY komputer jinjing. Kertas itu berisi tiga gambar bidang geometris berbentuk kotak-kotak. Tak ada tulisan atau keterangan yang menunjukkan gambar tersebut dapat dibaca. Hanya warna hitam dan putih yang mendominasi gambar-gambar seukur an uang logam itu. ”Lihat, bisa jadi obyek tiga dimensi,” kata pria 30 tahun ini sepekan lalu.

Main sulap? Bukan. Atthur sedang memamerkan salah satu lembaran buku generasi terbaru. Namanya buku 3.0, atau dikenal sebagai buku generasi ketiga, yang mampu memunculkan gambar berobyek tiga dimensi. Caranya mudah. Atthur tinggal menyorotkan webcam ke arah obyek geometris (marker). Sehelaan napas kemudian, layar komputer pun menampilkan obyek tiga dimensi Bumi dan Saturnus lengkap dengan data teknis dari ukuran hingga suhu permukaan planet.

Buku berjudul Solar System, Augmented Reality Book ini merupakan salah satu karya terbaik buatan anak bangsa di Ajang Penganugerahan Apresiasi Bidang Telematika,INAICTA, pada 23-24 Juli 2010. Di masa depan, kehadiran buku 3.0 berpotensi menggantikan buku konvensional yang sebelumnya telah menggusur keberadaan tulisan di daun lontar dan batu.

Buku tiga dimensi buatan Atthur dan Yeremia Andi Irawan, 31 tahun, adalah yang pertama di Indonesia. Semula kedua penggiat industri kreatif ini tidak berniat membuat buku 3.0, tapi ingin menciptakan permainan tiga dimensi yang berkaitan dengan kiamat 2012. Tapi ide yang dirancang sejak September 2009 itu kandas di tengah jalan. ”Kami ingin menciptakan karya yang lebih bermanfaat,” kata Atthur, yang juga meraih penghargaan wirausaha mandiri kategori industri kreatif 2009.

Atthur bercerita, ide buku tiga dimensi muncul tiba-tiba. Beberapa literatur yang dibacanya menyebutkan minat baca generasi muda di Indonesia rendah. Data Badan Pusat Statistik pada 2003 mencatat penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran per minggu hanya 55,11 persen.

Adapun yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44,28 persen, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Lebih menyedihkan lagi, data 2006 menunjukkan orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari total penduduk. ”Kesimpulannya, minat baca Indonesia masih rendah,” ujar Yeremia.

Khusus buku pelajaran sekolah, berdasarkan pengalaman Atthur dan Yeremia, terkesan membosankan. Isinya hanya berkutat pada angka-angka dan rangkaian paragraf demi paragraf. Jika ada gambar pun, keberadaannya hanya sebatas pelengkap. ”Nah, pertanyaannya, bagaimana agar membaca buku itu tidak bosan?” kata Atthur.

Atthur dan Yeremia mulai memutar otak. Keduanya bertukar ide, berikhtiar menciptakan buku yang bisa diminati semua umur, tidak hanya anak di usia dini, tapi juga pelajar, mahasiswa, bahkan orang dewasa. ”Intinya menjadikan isi buku dapat diserap lebih mudah,” kata Atthur. Solusinya, ya itu tadi, membuat tampilan buku menjadi tiga dimensi, agar lebih hidup, sehingga pembaca bisa merasakan kehadiran benda yang sedang dibacanya.

Tengok saja buku tiga dimensi setebal 14 halaman yang mereka buat pada Mei-Juni 2010. Buku ini memuat data dan gambar tentang tata surya, dari matahari, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, sampai bulan. Jika pembaca buku tiga dimensi ingin mengetahui detail planet yang muncul di layar, tinggal mengubah jarak antara webcam dan marker. Semakin dekat jarak antara webcam dan marker, gambar yang muncul di layar juga makin detail. Begitu pula, saat webcam diputar, penampakan tata surya akan berubah sesuai dengan sudut pandang webcam. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat buku 3.0 sekitar Rp 20 juta.

Buku Solar System, Augmented Reality pernah diperkenalkan kepada kalangan pelajar dan orang dewasa. Respons mereka luar biasa. Mereka lebih antusias terhadap tampilan tiga dimensi buku di layar komputer. ”Jika membaca buku biasa mereka tahan setengah jam, dengan buku 3.0 minimal satu jam,” kata Atthur. Inilah yang membuat Atthur optimistis buku 3.0 bisa meningkatkan minat baca seseorang meski belum ada penelitian yang serius.

Membuat buku 3.0 di layar komputer, menurut Atthur, bukan hal yang sulit. Kerumitannya ada pada saat mendesain isi buku yang dituangkan menjadi sebuah marker. ”Modeler-nya sangat terbatas,” ujar Yeremia. Teknologinya disebut augmented reality, yang masih jarang dikembangkan di Indonesia.

Teknologi itu menggabungkan kemampuan database dan proses kompu ter, kamera digital, dan tampilan dalam bentuk tiga dimensi. Pembuat annya menggunakan Blender, program 3D dan animasi yang bersifat open source. Kelebihan Blender adlah memiliki game engine sendiri dan menggunakan Python sebagai pemrogram bahasa.

Pemerhati teknologi informasi, Ferrij Lumoring, berpendapat keunggulan teknologi yang digunakan dalam buku 3.0 adalah kemampuan interaktifnya. ”Pengenalan bentuk jadi lebih detail karena bentuk tiga dimensi yang dapat digerakkan sesuka hati,” kata Ferrij. Adapun kelemahannya bergantung pada banyaknya marker yang dibuat si empunya desain. Resolusi kamera dan proses komputer pun mempengaruhi tampilan buku 3.0.

Atthur menambahkan, buku 3.0 cocok untuk perpustakaan digital. Artinya, seluruh bahan atau buku pelajaran bisa dibuat digital. Kemudian buku pelajar an disimpan di dalam server yang ada di tiap daerah, misalnya kabupa ten atau kota. Lalu data dari buku digital tersebut disebarluaskan ke sekolah-sekolah, sehingga setiap sekolah mempunyai bahan dengan standar yang sama.

Bahkan setiap sekolah dimungkin kan bertukar bahan pelajaran. Misalnya sekolah A mempunyai buku pelajaran matematika yang berbeda dengan buku sekolah B. Sekolah B bisa meng unduhnya dari perpustakaan digital untuk menyamakan bahan dengan sekolah A, juga sebaliknya.

Usaha kecil-menengah pun bisa terbantu dengan keberadaan buku 3.0. Buku tiga dimensi bisa diimplementasikan menjadi brosur. Misalnya, peng usaha yang menjual alat-alat rumah tangga, seperti kursi, meja, tempat tidur, dan lemari, tidak perlu membawa brosur, tapi cukup membawa laptop dan buku 3.0. Bahkan pengusaha tersebut bisa memberikan layanan tambahan untuk desain interior. ”Teknologi augmented reality mampu menarik perhatian seseorang,” kata Ferrij.

Rudy Prasetyo, Heru C.N. (Yogyakarta)


Cara Kerja Buku 3.0

1. IInstall software buku 3.0 di laptop.

2. Siapkan webcam dan obyek buku 3.0.

3. Jalankan software buku 3.0.

4. Arahkan webcam ke obyek buku 3.0.

5. Maka akan muncul obyek 3D di layar laptop.

6. Kemudian coba putar obyek buku 3.0, maka obyek 3D yang ada di layar laptop akan ikut berputar.

7. Coba dekatkan dan jauhkan webcam. Obyek 3D akan membesar dan mengecil sesuai dengan jarak webcam ke obyek buku 3.0.

Revolusi Buku

Tulisan dari daun lontar (Buku 1.0)

Buku konvensional (Buku 2.0)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus