Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buyung Arkam bukanlah Gunther W. Holtorf, warga Jerman pembikin peta Jakarta yang hafal seluk-beluk jalan hingga ke lubang-lubangnya. Tapi Buyung dan Gunther punya persamaan: Sama-sama hafal jalanan Jakarta. Cobalah tanya jalanan tikus penghindar kemacetan kepada Buyung. Dengan sigap, dia akan menunjukkan denah jalan-jalan yang bisa dilalui untuk melepaskan diri dari kemacetan.
Nah, dibanding Gunther, Buyung malah lebih hebat. Dia tak hanya paham Jakarta, tapi juga peta kota-kota Jawa Tengah atau Jawa Timur. Coba tanya dia di mana saja ada pompa bensin sepanjang jalur Tegal-Semarang. Lagi-lagi, lelaki muda yang jago membikin program komputer ini akan bisa menyerocos menyebutkan letak pompa bensin. Bahkan dia bisa menerangkan dengan tepat berapa kilometer jarak antarpompa bensin itu.
Begitu hebatkah Buyung? Ternyata, rahasia kehebatan karyawan perusahaan swasta di Jakarta itu ada di sebuah alat penangkap sinyal satelit, yakni Global Positioning System. Dengan bantuan alat seukuran genggaman tangan ini, Buyung bisa tahu letak jalan-jalan dengan tepat.
GPS sebetulnya bukan teknologi baru. Dunia militer, penerbangan, ahli survei pemetaan, semuanya sudah lama kenal alat ini. Namun GPS untuk kalangan awam baru sekitar 10 tahun belakangan ini populer. Dan sekarang, hampir semua mobil kelas menengah di Eropa, Jepang, Amerika menggunakan GPS sebagai perlengkapan standar. Dengan GPS, pengemudi bisa melihat peta di layar kecil sehingga tak mungkin tersesat.
Belakangan, GPS tak hanya jadi perlengkapan mobil mewah. Buyung adalah contohnya. Meski hanya Daihatsu Taruna, tapi di mobilnya sudah terpasang peranti GPS yang terbilang cukup canggih, yakni Navtalk, sebuah layar monitor berwarna, dilengkapi suara pemberi instruksi belok kiri-kanan. "Ini untuk memudahkan keliling kota. Dijamin tak bakalan tersesat," kata pria yang juga punya SP3, peranti GPS yang menjadi satu dengan telepon seluler GSM.
Sejak ketularan "virus GPS", Buyung makin gandrung berkeliling Jakarta. Bukan apa-apa, dia sengaja masuk ke pelosok-pelosok Jakarta untuk mencari koordinat jalan-jalan. Dengan merekam koordinat itu lalu menggabungkannya dengan gambar jalan, maka data peranti GPS-nya, pun makin lengkap. Maklumlah, peranti GPS buatan luar negeri seperti Garmin atau Holux, meskipun canggih, miskin peta Indonesia.
"Sekarang, seluruh jalan di dalam lingkaran jalan tol dalam kota sudah saya bikin petanya," ujarnya senang. Kalau mau pergi sebuah lokasi, misalnya, ke kafe Starbucks di Jalan Wahid Hasyim, ia tinggal masukkan tujuan lokasi (koordinat), maka GPS akan menuntun pengemudi ke arah tujuan. Di layar akan terpampang jalan-jalan yang harus dilalui. Bila perantinya cukup canggih, juga ada suara yang memperingatkan untuk belok kiri atau belok kanan bila mobil ada di sebuah persimpangan.
Peta-peta itu sebagian besar dikumpulkan Buyung sendiri. Sisanya, hasil keroyokan teman-temannya yang bergabung di komunitas surat elektronik (mailing list) [email protected] dan 800-an anggota dari situs bikinannya, www.navigasi.net. Semuanya bisa diunduh (download) gratis.
Ramainya peminat GPS di situs-situs itu menunjukkan GPS memang sedang digandrungi. Satyo Nugroho adalah salah satu contohnya. Setelah punya dua telepon seluler dan dua PDA, Satyo masih merasa wajib memiliki peranti GPS. "GPS beberapa kali menyelamatkan saya dari kemacetan Jakarta," kata Satyo. Pernah suatu ketika dia nyaris putus harapan saat terjebak di sebuah sore dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Berkat GPS, dia bisa menerabas kemacetan melalui jalan-jalan tikus dan tiba di kantornya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, dengan cepat.
Karena sudah memiliki dua PDA, chief technical officer di produsen game Boleh.com itu tak mau membeli peranti khusus GPS, seperti Garmin. Untuk menikmati layanan GPS yang gratis ini, dia memilih menggunakan komputer genggamnya, merek XDA II O2, ditambah software gratisan OziExplorer, dan penerima sinyal satelit GPS. Alat itu dia hubungkan ke XDA II dengan Bluetooth. Petanya, dia mengambil dari peta Gunther versi cakram digital (CD ROM). Jadi, tak perlu lagi menenteng-nenteng GPS. Cukup PDA.
Kini, GPS seolah menjadi perangkat wajib Satyo, terutama bila dia sedang melawat ke jalan-jalan perawan di luar kota bersama teman-temannya dari Blazer In-donesia Club. "Dengan GPS tak perlu lagi takut kesasar," kata Ketua Blazer Indonesia Club itu. "Dan waktu perjalanan bisa ditempuh dengan sangat tepat."
Bukan hanya untuk hobi, GPS juga dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis, seperti dilakukan perusahaan taksi terkemuka Jakarta, Blue Bird Group. Menurut Sigit Priawan Djokosoetono, Senior Operation Manager Blue Bird Group, bekerja sama dengan perusahaan konsultan Sigtec dari Australia, mereka telah menyusun kepingan-kepingan peta dan koordinat sehingga kini mereka memiliki koordinat GPS seluruh Jakarta. Pada 2002-2004, mereka memasang peralatan GPS pada 2.740 taksi dari total taksi 9.000 unit dan 100 bus jemputan.
Dengan GPS seharga Rp 15 juta per mobil itu, ke mana pun mobil Blue Bird pergi, kantor pusat bisa memantaunya. Data mobilitas taksi ini kemudian dikawinkan dengan sistem reservasi, sehingga saat ada pesanan taksi via telepon, komputer langsung mengontak taksi terdekat dengan pemesan. Hasilnya, taksi bisa lebih cepat sampai ke pe-langgan.
Pemantauan menggunakan GPS ini pernah menyelamatkan sebuah taksi dari perampokan. Sigit menuturkan, tahun lalu sebuah taksi Blue Bird dibajak di kawasan Bintaro Sektor IX. Perampok tampaknya tak sadar ke mana pun mobil itu dia bawa pergi, gerakannya terpantau berkat GPS. "Dalam 15 menit, perampok bisa dibekuk," ujar Sigit dengan bangga.
GPS memang membuat dunia menjadi hanya selebar telapak tangan, bahkan lebih kecil lagi, hanya seukuran layar telepon genggam. No place to hide.
Burhan Sholihin
Inilah Para Pemburu Jejak
Empat Februari 2001. Pemain bola terkenal asal Brasil, Ronaldo, termangu di jalanan Rio de Janeiro yang menyengat. Mobil BMW X5 miliknya raib digondol perampok. Untung-nya, mobil itu dilengkapi penerima global positioning system (GPS) seharga US$ 2.500. Empat dari 24 satelit global positioning system milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat segera menangkap jejak mobil itu. Perampok pun dibekuk berkat jasa satelit yang layanannya sudah digratiskan buat masyarakat sipil ini.
Gratis? Ya. Pengguna GPS cukup membeli alat penerima dan petanya. Di Indonesia, misalnya, ada peta Nusamap bikinan alumni Institut Teknologi Bandung. Peta itu melengkapi alat-alat seperti Garmin, yang memang minim data peta Indonesia. Peta yang dijual Rp 1,75 juta itu menurut pembikinnya, Tri Tjahja Surja, meliputi jalan-jalan besar dan kecil di DKI Jakarta, Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi), Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Yogyakarta, Kota Solo, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Malang, serta Denpasar, Bali, dan sekitarnya. "Semua jalan, asalkan jalan itu bisa dilewati motor, ada di peta," kata Surja.
BS/Ahmad Fikri (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo