Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Hadapi Kebijakan Tarif AS, Pengamat: Peluang Berinovasi di Sektor Teknologi

Kebijakan kenaikan tarif dari AS sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia akan memukul sektor tekstil dan produk teknologi.

7 April 2025 | 14.44 WIB

Pemimpin Pasar Ponsel Cina Kuartal 1 2024. (IDC)
Perbesar
Pemimpin Pasar Ponsel Cina Kuartal 1 2024. (IDC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan kenaikan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump berpotensi menimbulkan dampak terhadap perekonomian Indonesia, khususnya pada sektor-sektor yang berorientasi ekspor seperti tekstil, elektronik, otomotif dan produk digital lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menilai bahwa pemberlakuan tarif impor timbal balik sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia dapat menjadi pukulan berat bagi sektor-sektor tersebut. “Yang terkena dampak langsung adalah pabrik tekstil, elektronik, dan otomotif. Karena AS adalah salah satu pasar utama Indonesia,” kata Heru ketika dihubungi Tempo, Senin, 7 April 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Heru, sektor tekstil dan otomotif diperkirakan akan memasuki masa sulit dan bisa menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia menyebut, PHK di sektor-sektor itu bisa berdampak lanjutan pada menurunnya daya beli masyarakat. “PHK akan mempengaruhi daya beli termasuk untuk membeli ponsel dan layanan telekomunikasi atau internet,” tuturnya.

Selain itu, Heru juga menyoroti risiko pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang dapat memperburuk kondisi sektor teknologi dan telekomunikasi di dalam negeri. “Angka psikologis kita adalah Rp 17 ribu. Kalau angka ini tembus, nampaknya Rp 20 ribu per dolar juga bisa tembus. Ini tentu akan mempengaruhi bisnis telekomunikasi dan internet di Indonesia,” katanya.

Heru memperkirakan akan banyak proyek mangkrak dan sulit membayar ke vendor karena sejumlah proyek peralatannya dari luar negeri, yang harganya mengikuti pergerakan rupiah. “Begitu juga dengan harga-harga perangkat telekomunikasi,” ucap Heru.

“Ini semua menjadi alarm bagi kita soal potensi krisis ekonomi, krisis sosial, dan krisis politik yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Harus diwaspadai. Pemerintah harus memperbaiki komunikasi dan tata kelola pemerintahan,” ujar Heru. Ia menyarankan perlunya ada restrukturisasi kabinet dan merealokasi anggaran.

namun Heru melihat masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia dalam situasi ini, terutama di sektor teknologi dan digital. “Peluangnya kita harus banyak melakukan inovasi, sedikit impor dan kembangkan produk dalam negeri untuk dipakai di dalam negeri.” 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump merilis kebijakan tarif impor baru yang dinamakan 'Reciprocal Tariffs', 2 April 2025. Kebijakan ini akan memberlakukan tarif tambahan terhadap produk impor dari berbagai negara, tak terkecuali pada beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.

Trump menyatakan AS menerapkan tarif impor minimum 10 persen untuk semua produk impor. Selain itu, beberapa negara tertentu akan dikenakan tarif resiprokal (timbal balik) yang lebih tinggi sebagai bagian dari kebijakan baru ini. Kamboja menjadi negara Asia yang mendapatkan tarif paling tinggi yakni 49 persen, sementara Indonesia 32 persen. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus