Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 3 Desember 1994, Playstation pertama kali diluncurkan di Jepang sebagai konsol game yang menyaingi eksistensi Nintendo. Hingga saat ini, PlayStation menjadi salah satu raja konsol game di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesuksesan PlayStation berawal dari sebuah kegagalan untuk bekerja sama dengan perusahaan konsol lain yang sukses lebih dulu. Dilansir dari britannica.com, sebelum merilis PlayStation pada 3 Desember 1994, Sony Computer Entertainment mencoba untuk bekerja sama dengan Nintendo untuk merilis konsol Super Nintendo Entertainment System (SNES). Sayangnya, tawaran kerja sama tersebut ditolak, sehingga Sony merilis PlayStation sendiri pada 1994, lalu merilisnya di Amerika Serikat pada 1995.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di balik kisah suksesnya PlayStation, ternyata ada perseteruan antara Sony dan Nintendo. Dilansir dari culturedvultures.com, Ketika Nintendo mencari seseorang untuk merancang chip audio untuk Super Famicom yang saat itu sedang dikembangkan, Ken Kutaragi, pegawai Sony segera menerima tawaran tersebut, dan ia melakukannya tanpa sepengetahuan atasannya.
Dikutip dari Cultured Vultures, para petinggi Sony sangat marah ketika mengetahui hal ini, dan hanya melalui intervensi CEO Sony, Norio Ohga, Kutaragi dapat mempertahankan pekerjaannya dan melanjutkan proyek tersebut.
Ohga, yang mendapatkan posisinya di Sony setelah secara langsung mengkritik kualitas tape recorder perusahaan itu, melihat Kutaragi yang vokal dan berani sebagai seorang protegé dan aset berharga yang dapat mengguncang budaya perusahaan yang menurutnya terlalu bermain aman dan konvensional. Singkat cerita, proyek Kutaragi dengan Nintendo sukses di pasaran.
Pada awal 1990, Nintendo dan Sony secara resmi sepakat untuk berkolaborasi dalam sebuah proyek baru. Proyek ini memiliki dua pendekatan utama: kedua perusahaan akan menciptakan add-on untuk SNES yang mendukung format berbasis CD-ROM yang dikenal sebagai Super Disc, sementara Sony juga akan merilis sistem hibrida yang disebut PlayStation yang dapat menjalankan cartridge SNES serta Super Disc tersebut.
Namun, sejak awal, sudah ada tanda-tanda masalah dalam kolaborasi ini. Meskipun Kutaragi percaya pada teknologi mutakhir seperti CD, Nintendo jauh lebih skeptis, meyakini bahwa kelemahan berupa waktu muat yang lama melebihi manfaat potensialnya.
Skeptisisme dan ketidakpedulian Nintendo terhadap medium ini menyebabkan mereka membuat kesalahan yang ceroboh. Setelah diberitahu oleh Kutaragi bahwa Sony akan fokus pada perangkat lunak non-gaming untuk platform berbasis CD mereka, Nintendo setuju untuk menandatangani kontrak yang memberikan Sony hak penuh atas royalti perangkat lunak CD add-on tersebut.
Akibatnya, Nintendo tidak akan mendapatkan satu yen pun dari penjualan perangkat lunak ini. Lebih buruk lagi, meskipun Sony telah secara eksplisit menyatakan bahwa perangkat lunak CD mereka akan sepenuhnya non-gaming, pernyataan tersebut ternyata tidak pernah dimasukkan ke dalam kontrak secara tertulis.
Bagaimanapun, Nintendo memberikan kendali yang tidak biasa kepada Sony, sesuatu yang tidak disukai oleh Hiroshi Yamauchi, presiden Nintendo saat itu. Yamauchi sudah merasa waspada terhadap meningkatnya pengaruh Sony dalam beberapa tahun terakhir.
Situasi ini diperburuk oleh fakta bahwa chip audio SNES sepenuhnya disuplai oleh Sony, dengan Ken Kutaragi sebagai perancangnya, dan memerlukan kit pengembangan khusus yang mahal untuk digunakan. Tidak ingin menjadi pion dalam upaya Sony memasuki industri game, Yamauchi dan Nintendo mulai mencari alternatif untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih menguntungkan.
Setelah menjalani drama kerja sama dengan Nintendo dan Sega, Ken Kutaragi justru semakin tertantang untuk menguasai pasar konsol. Ken pun memimpin pengembangan konsol PlayStation yang berdiri sendiri.
Pada hari pertama peluncurannya di Jepang, 3 Desember 1994, PlayStation terjual sebanyak 100.000 unit; angka itu meningkat menjadi dua juta unit hanya dalam enam bulan. Orang-orang yang mengenal Ohga secara pribadi, seperti keluarga dan teman-temannya, bahkan sampai memohon kepadanya untuk membantu mendapatkan konsol tersebut bagi anak-anak mereka sebelum musim liburan. Peristiwa ini akhirnya membuat Ohga menyadari bahwa Sony memiliki sesuatu yang istimewa di tangannya.