Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Microsoft dilaporkan menunda atau memperlambat proyek pembangunan pusat data di beberapa wilayah, termasuk Indonesia. Penundaan ini terjadi meskipun perusahaan teknologi asal Amerika Serikat tersebut sebelumnya mengumumkan akan menggelontorkan dana sebesar US$ 80 miliar (sekitar Rp 1.347 triliun) untuk proyek pusat data selama tahun fiskal 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Laporan yang beredar menyebutkan bahwa Microsoft menunda atau bahkan menghentikan negosiasi terkait pembangunan pusat data di Indonesia, Inggris, Australia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti Illinois, North Dakota, dan Wisconsin. Dalam beberapa kasus, Microsoft disebut menarik diri dari proses negosiasi, sementara proyek lainnya mengalami penundaan konstruksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Langkah ini disebut-sebut berkaitan dengan upaya Microsoft untuk mengembangkan kapabilitas kecerdasan buatan (AI) secara global. Namun, meski ada perubahan pendekatan, seorang perwakilan perusahaan memastikan bahwa rencana anggaran tetap berjalan.
“Perusahaan masih berencana mempertahankan anggaran pengeluaran sebesar US$ 80 miliar untuk pusat data selama tahun fiskal 2025,” kata juru bicara Microsoft, dikutip dari laporan Engadget, Selasa, 8 April 2025.
Anggaran tersebut sebelumnya diumumkan dalam sebuah unggahan blog yang ditulis oleh Wakil Ketua dan Presiden Microsoft, Brad Smith. Dalam unggahan tersebut, Smith menyampaikan optimisme perusahaan terhadap arah kebijakan AI di bawah pemerintahan Amerika Serikat saat itu.
“Negara ini memiliki peluang unik untuk mengejar visi ini dan membangun di atas ide-ide dasar kebijakan AI yang ditetapkan selama masa jabatan pertama Presiden Trump,” katanya. “Di Microsoft, kami antusias untuk ambil bagian dalam perjalanan ini.”
Sementara itu, analis memperkirakan bahwa rencana Microsoft kemungkinan juga terdampak oleh kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Tarif ini dinilai dapat meningkatkan biaya proyek infrastruktur besar dan menciptakan ketidakpastian di pasar finansial. Akibatnya, Microsoft mungkin tetap akan menghabiskan dana mendekati US$ 80 miliar, namun tidak akan mampu merealisasikan pembangunan di sebanyak lokasi seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Pilihan Editor: Singapura Kirim 10 Kecoa Cyborg Bantu Korban Gempa Myanmar