Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Pengendus Para Peselingkuh

Google meluncurkan Latitude. Bermanfaat untuk memantau keberadaan anak, tapi dinilai melanggar privasi. Belum terlalu akurat.

16 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH sekian tahun googling menjadi kata kerja sebagai pengganti searching di Internet. Kamus Oxford English mencantumkan google sebagai kata kerja sejak 15 Juni 2006. Sebulan kemudian, giliran kamus Merriam Webster Collegiate menggolongkan google menjadi kata kerja.

Kendati demikian, Google Inc. sebenarnya agak keberatan atas penggunaan istilah googling untuk menyebut pencarian informasi di Internet dengan menggunakan mesin pencari selain Google. ”Tolong, gunakan istilah google hanya saat kamu menggunakan Google,” kata Michael Krantz dari Google Blog Team. Namun, tetap saja, googling telanjur melekat sebagai pencarian di Internet, apa pun mesin pencari yang dipakai. Pengen tahu sesuatu, googling saja.

Google memang sudah kelewat besar dan populer, bahkan bagi para pesaing terdekatnya, Yahoo dan Microsoft. Menurut Hitwise, pada Desember 2008, 72 persen warga Amerika menggunakan Google dan hanya 18 persen yang memilih Yahoo untuk berburu informasi.

John McCain pun, ketika ditanyai siapa yang akan menjadi pendampingnya untuk pencalonan Presiden Amerika Serikat tahun lalu—tentu saja ini bergurau—mengatakan, ”Pada dasarnya kami masih meng-google-nya.” Apa pun yang dicari, ketikkan saja kata kuncinya di Google dan biarkan mesin ini bekerja.

Sekarang, tak cuma informasi yang bisa dicari di Google, tapi juga lokasi orang atau bahkan mungkin orang hilang. Itu berkat Google Latitude, yang baru diluncurkan dua pekan lalu. ”Berapa kali dalam sehari Anda bertanya ke teman sedang di mana mereka,” Google menulis. ”Kami membantu menjawabnya sebelum pertanyaan itu terlontar.”

Latitude ini sebenarnya hanya pengembangan dari Google Maps. Di Maps, hampir semua kota besar di dunia ada citra satelitnya. Beberapa kota kecil juga ada petanya. Coba saja ketikkan ”Ciamis”, Maps segera menampilkan citra satelit kota kecil di Jawa Barat itu.

Latitude menambahkan penjejak lokasi orang di Maps. Cara Latitude menentukan lokasi sebenarnya juga tak benar-benar anyar. Dia menggunakan ”sinyal” dari telepon seluler atau koneksi Internet nirkabel (Wi-Fi) atau penentu lokasi geografis (GPS) untuk menentukan di mana seseorang berada. Cara serupa sudah dilakukan beberapa operator seluler dan perusahaan sistem informasi geografis di Indonesia seperti Sis-Info (Pointrek) dan Vi-Track.

Vic Gundotra, Vice President Engineering Google, mengatakan baru beberapa jenis ponsel yang bisa memanfaatkan Latitude, yakni yang menggunakan sistem operasi Google Android, Windows Mobile 5.0 dan generasi berikutnya, Blackberry, dan ponsel dengan Symbian S60.

Jika menggunakan ponsel, Latitude menjejak lokasi kita hanya berdasarkan pemancar (BTS) terdekat. Artinya, Latitude sebenarnya tak benar-benar akurat mendeteksi lokasi. Di kawasan perkotaan yang padat seperti Jakarta, Latitude mungkin hanya meleset puluhan meter dalam menjejak lokasi ponsel.

Seperti saat mencoba Maps di ponsel Sony Ericsson S500 dengan kartu Telkomsel, Google meleset mendeteksi lokasi Tempo beberapa puluh meter dari tempat sebenarnya. Jika pemilik ponsel berada di suatu tempat yang jarak antar BTS-nya lebih renggang atau jauh, kesalahan Latitude pun bakal semakin lebar.

Kalau koneksi Wi-Fi yang digunakan untuk menjejak lokasi, akurasi tergantung jarak komputer dengan titik akses. Yang lebih akurat tentu lewat GPS. Tapi syaratnya tidak boleh dalam gedung.

Lewat Latitude, pengguna tak hanya bisa mengetahui lokasinya, tapi juga bisa berbagi dengan orang-orang terdekat di mana posisi masing-masing setiap saat. Hanya dengan satu kali klik di peta, pengguna Latitude juga bisa menelepon, kirim pesan pendek (SMS) atau e-mail, bahkan chatting.

Fitur seperti ini tentu akan berguna bagi orang tua yang sering mengkhawatirkan anak-anaknya. Atau laki-laki atau perempuan yang sering bertanya-tanya ada di mana pasangannya. Tapi, untuk yang satu ini, ternyata tak semua orang suka setiap saat ”dimata-matai”. ”Saya kok agak enggak nyaman kalau pacar saya ’mengikuti’ saya sepanjang waktu,” kata beberapa orang. Tapi mereka rata-rata sepakat Latitude layak dipakai misalnya untuk memantau keberadaan anak-anak.

Sayangnya, Latitude baru bisa dipakai di Indonesia pertengahan tahun ini. Kita baru bisa memanfaatkan Google Maps-nya saja. Latitude baru aktif di 27 negara. Untuk Asia, negara yang bisa mengakses Latitude hanya India, Hong Kong, dan Taiwan.

l l l

Bagi sebagian orang, semakin hebat, semakin akurat, dan semakin dalam Google mencari informasi, terutama data pribadi, dia semakin menakutkan. Google dianggap berpotensi melanggar privasi. GoogleWatch—ini situs yang rajin mengkritik Google—misalnya, menyebut mesin pencari ini seperti ”Big Brother”, tokoh diktator yang gemar memata-matai rakyatnya dalam novel 1984 karya George Orwell.

Sergey Brin, satu dari dua orang pendiri Google, menilai mereka terlalu berlebihan menilai ”kekuasaan” perusahaan yang bernilai US$ 96,5 miliar atau sekitar Rp 1.100 triliun tersebut. ”Sebagian orang melihat Google ini seperti Tuhan, sebagian lainnya menilai Google lebih mirip setan. Tapi, jika mereka menganggap kami terlalu berkuasa, ingat dengan mesin pencari, Anda hanya perlu satu kali klik untuk pindah ke situs pencari lain,” kata Sergey, 35 tahun.

Munculnya Latitude memang memancing debat etik. Kelompok yang curiga pada Google bertambah khawatir. ”Latitude ini bisa menjadi semacam hadiah bagi para pengintip, pacar yang pencemburu, bos yang selalu curiga, atau teman yang kelewat posesif,” kata Simon Davies, Direktur Privacy International.

Google sendiri sebenarnya sedari awal sadar betul terhadap ketakutan seperti ini. Mereka pun sudah mengantisipasi segala kemungkinan penyalahgunaan Latitude. Menurut Vic Gundotra, Vice President Engineering Google, pengguna Latitude punya kuasa sepenuhnya untuk mengatur seberapa jauh dia bisa dipantau dan siapa saja yang boleh mengetahui lokasinya. Misalnya, saat kita sedang berjemur di pantai Kuta, Bali, namun tidak ingin diketahui siapa pun, saat itu bisa saja diatur agar kita terdeteksi masih tetap berada di Jakarta.

Namun Simon masih belum puas dengan pencegahan yang dilakukan Google. Tetap saja, kata dia, mereka yang berniat memata-matai dapat diam-diam mengaktifkan Latitude tanpa setahu pemilik ponsel atau komputer. Misalnya dengan memberikan hadiah ponsel dengan Latitude yang sudah aktif terpasang. Vic menilai kekhawatiran Simon ini berlebihan.

Jika Anda, seperti Simon, tetap belum percaya dengan Latitude, sebenarnya gampang saja solusinya: jangan install Latitude. Atau kalau sudah telanjur mengaktifkannya, ya hapus saja. Masih juga belum yakin privasi Anda terjaga, matikan saja ponselnya atau jangan mengakses Internet lewat Wi-Fi.

Sapto Pradityo (PCWorld, InfoWorld)

Mengaktifkan Latitude

  1. Kalau Anda sudah punya akun iGoogle di komputer, tinggal tambahkan Latitude. Jika belum, daftar dulu. Jika menggunakan ponsel, dari situs google.com/latitude install versi terakhir dari Google Mobile apps.
  2. Jika ingin berbagi lokasi Anda dengan teman, masukkan alamat e-mail mereka untuk mengirim pemberitahuan dan meminta persetujuan.
  3. Jika e-mail sudah direspons, ikon mereka akan muncul di peta.
  4. Atur pilihan privasi: dibagi sepenuhnya, hanya sebagian, atau tertutup sama sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus