Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kode X Code

Sebuah film yang mencoba menampilkan humor di Kampung Code. Berhasilkah mereka menampilkan peradaban khas di sana?

16 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAGAD X CODE
Sutradara: Herwin Novianto
Skenario: Armantono
Pemain: Ringgo Agus Rahman, Mario Irwiensyah, Opi Bachtiar, Tika Putri
Produksi: Maleo Pictures, 2009

SEPELEMPARAN batu dari Kampung Code, berdirilah gerai megah McDonald’s. Warga pinggir kali itu tiap hari menyaksikan orang antre beli hamburger. Apa tak iri? Inilah jawaban seorang warga: ”Kenapa iri? Kalo tiap hari mereka makan burger, tiap hari kita juga makan ati, kok!” Inilah kelakar khas wong Yogya—semacam spirit dagelan-nya Basiyo—cerdas ketika mengolok-olok diri. Sayang, kecerdasan kelakar semacam itu tak terlalu tampak dalam film ini.

Judul Jagad X Code memberikan pengharapan: inilah film yang akan melukiskan keunikan Code sebagai kampung rural, yang memiliki ”peradaban” sendiri, seperti pernah dihadirkan dengan bagus pada cerpen Lampor karya Joni Ariadinata. Penulis skenario Armantono pernah berhasil mendedahkan dunia anak jalanan Yogya dalam film Daun di Atas Bantal karya Garin Nugroho, membuat kita tak berlebihan bila berharap seperti itu sebelum menyaksikan film ini. Apalagi pembukaan topeng monyet langsung membawa kita ke kawasan pinggiran kali yang padat asri itu. Relasi antartokoh bisa digambarkan efektif dan mengena oleh sutradara Herwin Novianto.

Tapi, 15 menit kisah berjalan, kita mafhum, ini bukan semata perihal jagat Kali Code, melainkan lebih pada kisah tentang Jagad (Ringgo Agus Rahman) dengan dua sohibnya, Bayu (Mario Irwiensyah) dan Gareng (Opi Bachtiar), yang mendapat order dari Semsar (Tio Pakusadewo), preman, untuk mengambil flashdisk, sementara mereka tak tahu apa flashdisk itu. Dari sinilah alur komikal dikembangkan dengan formulasi lama komedi, yang ndeso dibenturkan ke yang modern. Reaksinya bisa diduga: flashdisk itu anaknya Flash Gordon!

Formulasi semacam itu kerap mengabaikan konteks sosial, di mana setting menjadi tak begitu penting, karena kisah bisa terjadi di mana saja, tak mesti di jagat Kali Code. Eksotisme Yogya, yang dianggap berjiwa tradisional atau agraris—sebagaimana kini tengah dipercakapkan dengan riuh dalam seni rupa kita—dipandang dari mata ”seorang turis”, menjadi tak terhindarkan. Padahal flashdisk sebagai pemicu kisah bukanlah hal asing bagi warga Code, yang dibangun dengan berhasil secara pendidikan oleh Romo Mangun. Di angkringan, warung pinggir jalan khas Yogya, sekarang sudah ada hotspot. Yang nongkrong bukan cuma tukang becak dan kere, melainkan juga mahasiswa yang menenteng laptop. Itulah yang membuat wong cilik di sana melek peradaban.

Lelucon cerdas ada pada akhir kejar-kejaran mobil dan becak. Tukang becak yang kepayahan malah senang, dan terhibur. Logika Yogya banget. Alur yang menyimpan ”teka-teki” menjadi kelebihan film ini dibanding film komedi (Indonesia) yang kini banyak diproduksi. Menjanjikan kejutan, seolah ada kode yang mesti dipecahkan dalam flashdisk itu, dan Herwin cukup lancar menuturkannya dengan adegan-adegan humor yang menghibur. Ia hanya kurang mulus dalam menyelesaikan hubungan antartokoh, terutama Regina (Tika Putri), seorang penderita kleptomania yang tak punya teman, yang membuatnya berkenalan dengan Jagad. Tapi itu memang sisi romantis yang hendak ditampilkan film ini. Ekspresi Agus Ringgo yang memang sudah komedis dari sono-nya akan makin kuat kesan util dan usilnya apabila ia mau lebih menampakkan watak jailnya sebagai Jagad yang hidup di Kampung Code. Untunglah musik Djaduk Ferianto bisa memunculkan sisi jenaka, yang membuat kita betah menunggu kejutan cerita.

Kampung Code memang kawasan unik yang menyimpan kode sosial dan kultural, yang mungkin tak ditemukan di tempat lain. Film ini sudah berusaha mengungkapkan ”kode-kode” itu. Maka kita pun tak hanya tersenyum, tapi makin memahami: ada banyak tempat bagi kita untuk menemukan kebaikan. Tak hanya lelucon komedi ala Jakarta.

Agus Noor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus