Sengketa Lembaran Kerja Pengadilan Boston memenangkan Lotus dalam kasus look and feel. Ada usul, agar UU Hak Cipta AS ditinjau kembali karena dianggap tak menjamin kreativitas. MEREKA bergerombol persis di depan hidung kantor pusat Lotus Development Corp. di Cambridge, Massachusetts. Sembari mengacung-acungkan pelbagai poster, mereka serempak bernyanyi: "1-2-3-4, tendang keluar tuntutan itu, 5-6-7-8 berinovasilah, jangan berperkara, 9-A-B-C interface seharusnya dibebaskan, D-E-F-O look and feel harus dienyahkan". Dari nyanyian yang "berirama" heksadesimal itu gampang ditebak bahwa demo itu digelar oleh orang-orang yang doyan bermain komputer. Mereka bereaksi terhadap keputusan pengadilan mengenai sengketa Lotus Development Corp melawan Paperback Software International. Pertikaian itu mereka sebut sebagai kasus look and feel, yakni sengketa hak cipta komputer. Pengadilan Federal Boston, seperti dilaporkan Time akhir Agustus lalu, memenangkan pihak Lotus. Kenyataan ini tak menyenangkan kelompok ahli komputer, yang tergabung dalam Liga Kebebasan Programming. Dipimpin oleh ahli komputer kondang Richard Stallman, mereka pun menggelar unjuk rasa. Lotus dikecam. Keputusan pengadilan dicela. Mereka menilai pengadilan terlalu kaku menafsirkan pelaksanaan UU Hak Cipta. "Itu membelenggu kebebasan berkreasi," kata mereka. Sengketa bermula dari klaim Lotus Corp. Ia menuduh, produknya, program komputer Lotus 1-2-3, disontek oleh Paperback. Klaim itu kemudian diajukan sebagai gugatan pengadilan, awal 1987. Produk Paperback yang dituding oleh Lotus sebagai hasil sontekan adalah program aplikasi spread sheet VP-Planner. Program spread sheet (halaman lebar) itu biasa disebut orang sebagai lembar kerja elektronik. Pada awalnya, program canggih ini dipakai untuk mengerjakan tugas pencatatan dan penghitungan yang berhubungan dengan soal keuangan. Jenis pekerjaan yang bisa ditangani spread sheet antara lain analisa biaya, penyiapan anggaran belanja, laporan keuangan, atau neraca rugi-laba. Namun, belakangan kemampuan program pun berkembang. Aplikasinya meluas sehingga bisa digunakan oleh hampir semua orang yang memerlukan analisa masalah, yang melibatkan data dalam bentuk tabel, kurva, diagram, atau matriks. Program yang melayani kebutuhan itu ada bermacam-macam. Misalnya, Lotus 1-2-3, Quattro, Lucid, The Twin, dan VP-Planner. Di kelas itu, memang Lotus 1-2-3 paling laris dan dipakai di mana-mana. Kenyataan itu secara tak sengaja menjadikan program Lotus 1-2-3 sebagai standar. Namun, lantaran dianggap kelewat mirip, The Twin (buatan Mosaic Software) dan VP-Planner (buatan Paperback) digugat oleh Lotus. Sampai pekan lalu, baru gugatan atas Paperback yang diputus. Antara VP-Planner dan Lotus 1-2-3 memang terdapat beberapa persamaan. Menu yang disodorkan, seperti pilihan kata, rancangan bahasa makro, dan perintah-perintahnya, serupa. Boleh dikatakan bahwa program The Twin dan VP-Planner tampak dan terasa -- look and feel, yang kemudian menjadi nama kasus ini -- mirip Lotus 1-2-3. "Kreasi itu milik kami, dan kami tak ingin ada yang mengopinya," kata Jim Manzi, Dirut Lotus Corp. Adam Osborne, Dirut Paperback, tentu saja menolak dituding menjiplak Lotus. Dia bisa saja membuat program dalam bentuk yang sama sekali berbeda dengan Lotus 1-2-3. Namun, dia sadari bahwa Lotus telah begitu merajalela di pasaran. Menu dan perintah-perintahnya telah dianggap standar dalam aplikasi perangkat lunak. Namanya juga standar, maka semua pihak boleh memakainya. Paperback pun menggunakan "standar" Lotus dalam produk peranti lunaknya. Tindakan ini pun dimaksudkan demi kepentingan konsumen. Sebab, perusahaan-perusahaan yang menggunakan program spread sheet telah menyisihkan dana dalam jumlah besar untuk melatih karyawannya. Kalau menawarkan program baru dengan bentuk yang sama sekali berbeda kemungkinan besar tak laku. Jadi, bila "penyontekan" itu diharamkan, sama saja membiarkan pasar tanpa persaingan. Dengan demikian, kata Adam Osborne, persamaan dua program atau lebih tak bisa dipandang sebagai kasus sontek menyontek. "Tapi sekadar kompatibilitas," katanya. Sebetulnya, kasus kompatibilitas semacam ini bukan hal baru di dunia komputer. Hampir semua komputer pribadi (PC) memiliki BIOS (Basic Input/Output System) yang mirip dengan- BIOS buatan IBM. Produk semacam ini sering disebut klon. Secara bisnis, munculnya klon itu memang mengurangi penjualan IBM. Tapi perusahaan raksasa itu enggan memprsoalkannya. Contoh klon yang lain adalah pro-gram NewWord. Telah diketahui oleh umum bahwa NewWord merupakan klon dari program WordStar yang dibuat oleh P-erusahaan Micro-Pro. Bahkan diakui pula bahwa pembuat program NewWord adalah- bekas karyawan Micro--Pro yang pernah terlibat dalam penyusunan WordStar. Bagi seorang Richard- Stallman, sebuah pro-ram mengacu ke program lain adalah hal yang wajar. "Untuk membuat program yang canggih, orang memang harus berpijak dari program yang ada, dan kemudian mengembangkannya," ujar Stallman, pencipta program sistem operasi GNU -- yang bebas untuk disontek. Lotus 1-2-3 yang disengketakan itu, menurut Stallman, tak sepenuhnya kreasi Mitch Kapor dan Jonathan Sachs, sebagaimana diklaim oleh Lotus. Kapor dan -Sachs (keduanya pendiri Lotus Corp.), menurut Stallman, meracik Lotus 1-2-3 berdasarkan program Visicalc. "Tak ada yang mampu mencapai sesuatu yang benar-benar dari nol," katanya. Maka, untuk menghadapi iklim kreatif abad 21 nanti, Stallman mengusulkan agar Kongres AS meninjau UU Hak Cipta yang kini diberlakukan. Usul itu tentu saja ditolak oleh Prof. Arthur Miller, ahli hukum hak cipta Universitas Harvard. "Tak ada bukti bahwa langit runtuh oleh UU itu," kata guru besar itu. Tapi Stallman tak mau kalah. "Langit memang belum runtuh. Tapi, yang terjadi sekarang adalah hujan besar," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini