Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Protes gaya mayong

Sekitar 300 penduduk merusak dan membakar pabrik kacang mustika bumi di desa pringtulis,jepara,ja-teng. karena dianggap menghambat proses pelebaran jalan. polisi belum menangkap para pelaku.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Protes Gaya Mayong Sebuah- pabrik dibakar dan dirusak penduduk. Pemiliknya dianggap menghambat pembangunan jalan. SELASA tengah malam pekan lalu-, sekitar 300 orang dengan wajah garang bergerak bagaikan hendak p-erang. Mereka bersenjatakan kapak, linggis, dan senjata tajam lainnya menuju sasaran pabrik kacang Mustika Bumi, yang berdiri di sudut jalan Desa Pringtulis, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Ja-wa- Tengah. Beberapa orang di antara mereka membawa jeriken penuh bensin. Sambil lewat, mereka mematikan lampu penerangan jalan satu per satu. Jalan pun menjadi gelap. Tak berapa lama, suasana gaduh dan brutal meletus. Batu beterbangan ke genting pabrik itu. "Serbu . . . ," teriak mereka. Tiga orang penjaga pabrik tak mampu menahan mereka. Tanpa halangan massa menjebol pintu gerbang. Bak kesurupan, mereka dengan beringas menghancurkan harta benda yang ada di dalam pabrik itu. TV, mesin oven, dan kaca-kaca ruangan porak-poranda. Belum cukup? salah seorang dari mereka melemparkan kaus berapi itu ke atap hangunan. "Wut . . . ," api pun langsung menyambar pabrik kacang itu. Untunglah, sebelum bangunan 7.000 m2 itu menjadi abu, pemadam kebakaran berhasil memadamkan amukan api itu. Kerusuhan yang berlangsung sekitar satu jam itu dapat didinginkan setelah polres, camat, dan koramil turun tangan. Camat Mayong, Hendro -artoyo, lewat pengeras suara, meredam emosi penduduk itu. "Aksi perusakan ini supaya dihentikan," teriaknya. Massa menghentikan aksinya dan bubar sambil mengancam. "Jika kami tunggu sampai tiga hari pabrik itu tak dibongkar, kami akan bergerak lagi." Kecemburuan sosial? Yang jelas, aksi massa itu meletus gara-gara pemilik bangunan itu Benny Haryanto dianggap penduduk membandel terhadap kesepakatan. Pabrik kacang yang berdiri menonjol di sudut jalan itu, menurut penduduk, menghambat proses pelebaran jalan yang sekarang sedang berlangsung. Maret lalu, jalan desa sepanjang 3,5 km yang tadinya berbatu mulai diaspal dan diperlebar dari semula enam meter menjadi delapan meter. Karena itu, sejumlah rumah penduduk, termasuk pabrik kacang itu, terkena pe-ngepras-an, atau pemangkasan. Tanpa banyak protes, penduduk merelakan rumahnya kena pelebaran jalan. "Di sini ada 50 kepala keluarga yang kena kepras, baik rumah maupun halamannya," kata Kepala Desa Dorang, Massulkan. Tapi tak begitu dengan pemilik pabrik kacang Mustika Bumi tadi. Benny tak segera me-ngepras pabriknya yang menonjol menghadang di tikungan jalan. Karena itu, pengaspalan jalan sepanjang 200 meter lagi, terbengkalai. Berkali-kali, pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara memanggil pemilik pabrik itu. Terakhir, pemilik pabrik, katanya, sanggup membongkar hingga batas waktu 1 September lalu. Celakanya, pernyataan tertulis yang disampaikan ke Dinas Pekerjaan Umum Jepara itu tercium penduduk. Padahal, menurut kesepakatan antara Pemda Jepara dan penduduk, batas akhir pe-ngepras-an bangunan adalah bulan Mei lalu. Ternyata, hingga Selasa 4 September, lalu Benny belum juga membongkar pabriknya. Itulah yang menyulut kemarahan penduduk. "Pemilik pabrik itu bandel, selalu tak menepati janjinya," ujar salah seorang tokoh masyarakat setempat, Syakir. Maka, terjadilah aksi kebrutalan itu. Benny Haryanto, yang menderita kerugian sekitar Rp 1,5 juta gara-gara kerusuhan itu, membantah menghambat pembangunan jalan itu. "Saya merelakan pabrik kami kena kepras, dan tak menuntut ganti rugi," katanya. Mengapa mengulur-ulur waktu? "Karena belum ada kesepakatan tentang lebar yang dibabat," alasannya. Saat ini, polisi belum menangkap para pelaku itu. Kapolsek Mayong, Pembantu Letnan Satu Ngarno, mengakui tak mencium rencana massa merusak pabrik itu. "Itu gerakan spontan," katanya. Artinya, tak didalangi siapa pun, termasuk aparat. GT dan Bandelan Amarudin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus