Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Rekonstruksi Model Ngaglik

Kopral dua suprapto,28, divonis hukuman 18 bulan penjara oleh mahkamah militer malang.ia dinyatakan bersalah, memaksa samijo dan sutini berzinah di hadapan umum.samijo menuntut ganti rugi rp 50 juta.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena memaksa orang berzina, Kopral Suprapto dijatuhi 18 bulan penjara. Gara-gara membaca cara rekonstruksi polisi di koran-koran? BERZINA sudah pasti salah. Apalagi memaksa orang berzina. Gara-gara kesalahan yang kedua itulah Kopral Dua Suprapto, 28 tahun, divonis hukuman 18 bulan penjara oleh Mahkamah Militer Malang, Selasa pekan lalu. Anggota intel Korem 083 Malang ini dinyatakan bersalah memaksa orang berzina di depan umum. "Perbuatan yang dilakukan itu sungguh amat tercela, apalagi dia anggota ABRI," kata hakim ketua, Kolonel Sukirlan Zakir, yang mengadili perkara itu. Ulah Suprapto memang sempat menggegerkan warga kota Malang. Pada 13 Maret lalu, Suprapto bersama empat orang pengurus RW I Sukun, Malang, melakukan penggerebekan terhadap Samijo dan Sutini yang mereka duga berzina. Pasangan ini lalu diseret dan diadili di balai RW. Keduanya -- di hadapan warga, di antaranya anak-anak -- dipaksa melakukan persetubuhan. Adegan porno itu tak begitu seru, tapi tata cara Suprapto dan kawan-kawan itulah justru yang membuat gempar penduduk. Samijo, yang sehari-hari menarik becak, pun mengadu ke Pom ABRI dan menggugat di Pengadilan Negeri Malang (TEMPO, 9 Juni 1990). Seperti terungkap dalam berita acara pemeriksaan, peristiwa itu bermula gara-gara Samijo menjalin hubungan dengan Sutini, pelacur asal Kecamatan Talun, Blitar. Wanita yang tiap malam berpangkalan di kawasan Kuto Bedah, Malang, ini sering dipergoki aparat RW menginap di rumah Samijo. Hubungan mereka ini sudah lama dicium aparat setempat. "Samijo sudah sering kami peringatkan, jangan membawa wanita di kampung ini," kata Suprapto di persidangan. Tapi peringatan ini tak digubris Samijo. Nyatanya, sore itu Sutini terlihat masih ngendon di rumah lelaki itu. Karena sudah hilang kesabaran, Bejo, anggota keamanan RW, langsung mengontak Suprapto. Keduanya berunding dengan Suminto, Sumihat, dan Kasman. Lima orang ini, yang semuanya anggota keamanan di RW, langsung menggedor rumah Samijo. Mereka hanya menjumpai Sutini, yang bersembunyi di almari pakaian. Sedangkan Samijo, yang masih mengayuh becak, belum pulang. Tanpa pikir panjang, Suprapto dan kawan-kawan langsung menginterogasi Sutini. Samijo, yang datang setengah jam kemudian, hanya bisa menangis mendapati rumahnya dikerumuni banyak orang. Lelaki berkulit hitam ini, tak ayal lagi, mendapat bogem mentah berkali-kali. Di hadapan massa yang menghakiminya, Samijo berterus terang mengaku telah dua kali menggauli Sutini. Pertama, di rumahnya sendiri, dan kedua, di sebuah losmen di Malang. Setelah itu pasangan tersebut digiring ke balai RW. Di sebuah ruangan kaca, dengan temaram sorot lampu neon 20 watt, "pasangan haram ini" diperintahkan telanjang bulat dan melakukan persetubuhan. Adegan itu ditonton banyak orang, termasuk anak-anak. "Saya terpaksa melakukan karena dipukuli," kata Samijo kepada TEMPO . Sehari setelah kejadian, Kampung Ngaglik geger. Ibu-ibu dan sejumlah pemuda desa mengajukan protes. Perbuatan aparat keamanan itu dianggap tak bermoral. Atas dorongan sejumlah warga yang bersimpati, Samijo mengadu ke LBH Malang dan Pom ABRI. Selain menuntut pidana, Samijo juga menggugat secara perdata dan menuntut ganti rugi Rp 50 juta -- persidangan perdatanya masih berlangsung Pengadilan Negeri Malang. Di persidangan, Senin pekan lalu, Suprapto menyangkal memukul Samijo. Ia mengaku cuma menampar korban. Sedang yang memukul korban, katanya, Kasman, anggota keamanan RW yang juga anggota ABRI. Tapi kepada majelis Kasman juga menyangkal telah memukul. "Memukul atau menampar sama saja, yang jelas mereka telah melakukan penganiayaan," kata Sukirlan. Karena itu, selain terbukti memaksa orang berzina Suprapto juga dianggap melakukan penganiayaan. Melalui Letnan Satu V.F. Nasution, salah satu dari tiga penasihat hukumnya, Suprapto -- pasrah dan menerima hukuman. Ia mengaku memaksa korban memperagakan adegan persetubuhan karena pengaruh berita koran. Biasanya, menurut berita koran, jika polisi menangkap orang yang dianggap bersalah, disuruh melakukan peragaan perbuatan yang dilakukannya (rekonstruksi). "Saya akui waktu itu saya memang khilaf," kata Suprapto, yang pernah mendapat penghargaan bintang Seroja, atas jasa-jasanya bertugas di Timor Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus