Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Teknologi dan Keamanan Siber, Alfons Tanujaya, menyesalkan kesalahan aplikasi Sirekap dalam rekapitulasi suara di Pemilu 2024. Dari jauh-jauh hari, kata Alfons, dirinya telah mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pejabat terkait untuk memaksimalkan sistem ini, karena sangat sensitif bila terjadi kesalahan dan kekeliruan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya saja, katanya, nasi sudah menjadi bubur. Kesalahan sistem pada aplikasi Sirekap telah terjadi dan bila pun ingin memperbaiki sudah terlambat. Alfons hanya menyarankan untuk waktu selanjutnya perlu ada pengecekan dan pembaruan sistem yang lebih unggul untuk Sirekap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alfons mengatakan untuk menilai hasil akhir dari Pemilu 2024 seharusnya bukan berdasarkan aplikasi, tapi pengecekan manual dari hasil di Tempat Pemungutan Suara atau TPS.
Menurut Alfons, bila aplikasi Sirekap mengalami kekeliruan dalam penginputan data rekapitulasi, solusi paling jitunya dengan cara mengecek formulir yang sudah diupload di aplikasi itu. "Di aplikasi ini kan juga disertakan foto penghitungan di TPS, jadi kalau dianggap keliru bisa dilihat formulirnya ini," kata Alfons saat dihubungi Tempo, Rabu, 21 Januari 2024.
Alfons menjelaskan bahwa aplikasi Sirekap memang digunakan untuk membantu penyelenggaraan pemilu serentak 2024, kendati demikian sistem ini tidak menjadi penentu kepada hasil akhir pemenang pemilu. Namun dia menyadari kalau kesalahan sistem dan sejenisnya di aplikasi Sirekap bisa membuat publik marah, karena isu ini sensitif.
Beberapa waktu lalu juga muncul desakan dari pihak lain yang merasa dirugikan, untuk mengaudit atau melakukan pemeriksaan kepada aplikasi Sirekap. Langkah ini dikatakan oleh pihak internal aplikasi Sirekap tidak diperlukan, sebab mereka masih bisa mengatasi permasalahan itu. Upaya audit independen seperti ini dikatakan Alfons adalah hal yang lumrah dan boleh-boleh saja dilakukan.
Bahkan, Alfons telah melihat sendiri di media sosial X sudah banyak pengguna yang secara konsisten melakukan pengecekan di aplikasi Sirekap. Meski aplikasi ini bermasalah, namun Alfons menegaskan bukan hanya terjadi pada satu pasangan calon saja, tapi ketiga capres mengalami penggelembungan suara yang sama-sama bermasalah.
"Kalau dirasa perlu audit dari pihak luar silakan saja, tapi kalau memang internal KPU sendiri bisa dan sudah cukup terpercaya, juga tidak masalah. Saya hanya tidak habis pikir kalau aplikasi Sirekap ini dijadikan dalih pemilu curang, itu saja sih, enggak sampai di logika soalnya," ujar Alfons.
Alfons menggambarkan, seandainya ada pihak yang ingin mempermainkan pemilu serentak 2024, tentu bukan di ranah aplikasi Sirekap pelaku itu melakukannya, namun di lokasi-lokasi TPS dan daerah paling dasar dari gelaran pemilu. Bila kecurangan terjadi di aplikasi Sirekap, kata Alfons, publik pasti mengetahuinya karena ada formulir rekapitulasi dari TPS yang turut diupload.
Sementara itu, Ketua Tim Auditor Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Andrari Grahitandaru menanggapi desakan beberapa pihak untuk melakukan audit terhadap aplikasi mobile itu.
Menurutnya, hal itu tergantung apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mau atau tidak. “Menurut saya nggak perlu karena dari kami cukup,” ujarnya, Senin 19 Februari 2024. Sembari menambahkan, bahwa BRIN telah mendapatkan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Tugas BRIN membuat standar dan tata cara audit aplikasi dan audit infrastruktur, terutama yang diterapkan untuk umum dan berskala nasional, dan ditetapkan oleh Kepala BRIN. Andrari sebagai Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN menjadi penanggung jawab teknis audit. Dibantu tim, audit teknologi dilakukan sejak awal pemakaian, termasuk aplikasi Sirekap mobile.
“Setiap minggu ada hasil audit untuk perbaikan sejak 7 Februari 2024,” kata Andrari. Ketika melakukan audit teknologi itu, menurutnya, sifatnya bukan untuk mencari kesalahan tetapi melihat kelemahan untuk diperbaiki. “Tapi kan pihak yang kalah tidak percaya dengan pemerintah, sehingga perlu pihak independen, silakan ke KPU,” ujarnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.