Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otak merupakan organ vital yang berfungsi sebagai pusat kontrol tubuh manusia, dan juga bisa mengalami penuaan seiring bertambahnya usia. Sama seperti kondisi fisik, otak juga ternyata bisa menua lebih cepat dari yang seharusnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian terbaru menunjukkan bagaimana alat kecerdasan buatan (AI) mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap percepatan penuaan otak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti yang diketahui, seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan otak akan mengalami penurunan. Hal itu juga berpengaruh pada proses penuaan otak.
Dinukil dari WebMD, perubahan itu dapat dimulai pada usia paruh baya, tetapi biasanya tidak terlihat hingga puluhan tahun kemudian. Pada usia 60 tahun ke atas, perubahan dapat bertambah cepat dan mungkin menjadi jelas. Adapun Marc Milstein, PhD, seorang peneliti kesehatan otak di Los Angeles mengatakan bahwa mulai usia 40an, volume otak manusia secara keseluruhan dapat mulai menyusut sekitar 5 persen setiap 10 tahun.
Dilansir dari Psychology Today, Peneliti medis di Karolinska Institutet di Stockholm, Swedia, telah menerbitkan sebuah studi baru dimana kecerdasan buatan (AI) mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap percepatan penuaan otak.
"Kesenjangan usia otak (BAG), yang berasal dari perbedaan antara usia otak yang diprediksi (PBA) dan usia kronologis (CA) seseorang, dapat berfungsi sebagai biomarker yang berharga untuk kesehatan otak," bunyi laporan dari tim yang dipimpin oleh Anna Marseglia dalam jurnal Alzheimer & Dementia yang diterbitkan oleh Alzheimer's Association.
Dengan menggunakan perbedaan usia otak sebagai biomarker digital potensial ketahanan otak, tim peneliti Swedia mengevaluasi dampak penyakit neurodegeneratif; penyakit vaskular; faktor gaya hidup seperti aktivitas dan pola makan; faktor risiko dan gangguan kardiometabolik (CMD) seperti penyakit jantung, diabetes, obesitas, dan hipertensi; proses biologis seperti peradangan, dan gangguan metabolisme glukosa dan lipid.
Selain itu, tim peneliti juga mempelajari hubungan antara perbedaan usia otak dan fungsi kognitif dan mencari perbedaan potensial antara perempuan dan laki-laki biologis sebagaimana didefinisikan saat lahir.
Penelitian ini menggunakan data yang mencakup 739 penduduk Gothenburg, berusia 70 tahun, dan berpartisipasi dalam studi kohort berbasis populasi Swedia dari tahun 2014 hingga 2016. Semuanya telah menjalani pencitraan otak yang lulus standar kendali mutu neuroimaging dan bebas dari gangguan neurologis seperti demensia.
“Kemajuan dalam kecerdasan buatan memfasilitasi pengembangan model usia otak menggunakan seluruh pencitraan resonansi magnetik (MRI) struktural, yang menangkap dimensi biologis inti dari ketahanan,” tulis para peneliti.
Hasil Penelitian
Adapun pemindaian otak para peserta dianalisis oleh AI yang telah dilatih dengan lebih dari 18.800 gambar MRI dari tujuh kelompok lainnya. Model AI tersebut menghasilkan skor kesenjangan usia otak yang berasal dari perbedaan antara usia biologis otak individu dan usia kronologis mereka. Hasil menunjukkan bahwa semakin tua usia otak, maka semakin besar kesenjangannya.
Otak dengan tampilan yang lebih tua dan kesenjangan yang lebih besar dikaitkan dengan tingkat peradangan, glukosa, dan beban serebrovaskular yang tinggi. Selain itu, juga dikaitkan dengan rendahnya tingkat aktivitas fisik, adanya stroke/TIA, dan diabetes.
Menariknya, di antara peserta yang diketahui mengalami obesitas dan aktif secara fisik, skor kesenjangan usia otak justru lebih rendah. Ciri otak yang tampak lebih muda adalah ketebalan korteks yang lebih besar.
“Yang perlu diperhatikan, asosiasi khusus jenis kelamin muncul, yang menunjukkan jalur patologis dan ketahanan yang berbeda terhadap gangguan kognitif antara perempuan dan laki-laki,” catat para peneliti.
Sementara itu, otak perempuan yang tampak lebih tua dikaitkan dengan risiko konsumsi alkohol dan daya ingat episodik yang lebih rendah. Pada laki-laki, otak yang tampak lebih tua berkaitan dengan berkurangnya ketebalan korteks dan fungsi kognitif di area perhatian /kecepatan, kemampuan visuospasial, dan kelancaran verbal.
Dengan memanfaatkan kemampuan pengenalan pola AI, para peneliti mampu menentukan faktor-faktor dari gambar otak yang kompleks untuk mengungkap temuan kesehatan yang penting. Di mana penelitian ini juga menyoroti soal dampak aktivitas fisik, obesitas, stroke, peradangan, penyakit serebrovaskular pada usia biologis otak, serta perbedaan antara otak perempuan dan laki-laki. Oleh karenanya, kesenjangan usia otak berpotensi berfungsi sebagai biomarker digital ketahanan otak.
Para peneliti juga menegaskan bahwa penerapan gaya hidup yang baik, seperti aktivitas fisik, dapat membantu menjaga integritas otak, sehingga otak tampak lebih muda.
Pilihan editor: Bahaya Aneurisma Otak Jika Tidak Ditangani dengan Tepat