Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Gadai Emas</font><br />Mengerem Laju Gadai Emas

Bisnis gadai emas syariah semakin pesat. Berpotensi mengurangi penyaluran kredit ke sektor riil.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI-pagi Yati Suhartini sudah menyambangi gerai Bank Syariah Mandiri di Jalan Tole Iskandar, Depok, Jawa Barat. Demi menghindari antrean panjang, ibu dua anak itu datang 15 menit sebelum bank buka pukul 08.00, Kamis pekan lalu. Warga Kampung Sukmajaya itu bukan hendak menabung atau mengambil uang, tapi menggadaikan emas. ”Saya perlu tambahan uang buat memperbaiki rumah,” ujarnya.

Yati membawa seuntai kalung dan sebuah cincin emas 15 gram. Setelah ditaksir petugas bank, kandungan emas miliknya mencapai 16 karat, memenuhi syarat gadai. Dengan acuan harga emas Rp 555 ribu per gram, ia bisa membawa pulang duit pinjaman Rp 4,5 juta. Kendati tak dibayar penuh, pinjaman dari anak usaha Bank Mandiri itu lumayan menguntungkan. Alasannya, kata dia, tahun lalu perhiasan itu dibelinya kurang dari Rp 3 juta.

Tak hanya di Bank Syariah Mandiri, layanan gadai emas alias rahn juga marak di bank-bank sejenis lainnya. Transaksinya ditunjang pembiayaan qardh atau pinjaman berjangka, yang harus dikembalikan pada waktu tertentu. Rahn banyak peminatnya karena pengurusannya cepat dan biayanya murah. Nasabah hanya dipungut jasa titipan barang gadai plus biaya administrasi tanpa dikenai bunga.

Jasa gadai emas di bank syariah sudah muncul enam tahun lalu. Menurut Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya Effendi Siregar, awalnya skema itu mengemban misi sosial memenuhi kebutuhan dana masyarakat dengan biaya relatif ringan. Pembiayaan qardh ditalangi dana zakat, infak, atau sedekah yang biasa dititipkan masyarakat di bank-bank syariah. Ketika itu nilai pembiayaan rahn belum besar.

Sejak harga emas terus naik dalam dua tahun terakhir, layanan rahn berkembang menjadi bisnis baru perbankan syariah. Masyarakat juga berlomba-lomba menggadaikan emas lantaran bisa mendapat dana lebih tinggi ketimbang harga belinya di masa lalu. Gadai emas makin marak setelah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa pada tahun ini. Isinya membolehkan pembiayaan rahn komersial ditalangi modal bank atau dana pihak ketiga. Maka muncullah berbagai varian gadai emas yang diminati nasabah.

Bank-bank pun ketiban rezeki. Bank Syariah Mandiri, misalnya, bisa menjaring kenaikan baki debet pada triwulan pertama tahun ini. Pada Januari 2011, baki debet transaksi gadai emas hanya Rp 580 miliar. Pada akhir Maret lalu, baki debetnya naik hingga Rp 1,1 triliun dan menopang perputaran uang hingga Rp 3,5 triliun. ”Dalam tiga bulan, omzet naik tiga kali lipat,” kata Direktur Divisi Program Gadai Emas Bank Syariah Mandiri, Andri Vendredi, kepada Febriana Firdaus dari Tempo.

Bank Rakyat Indonesia Syariah tak kalah untung. Sampai Agustus lalu, penyaluran qardh gadai emas telah mencapai Rp 1,7 triliun, naik 147 persen dari Desember 2010. ”Kontribusinya sudah mencapai 22 persen dari total pembiayaan kami,” ujar Kepala Divisi Komunikasi Pemasaran BRI Syariah Hanifah Fibianti. Selain melayani gadai emas, bank tertua di Indonesia ini membiayai kepemilikan emas yang disebut Kredit Logam Mulia. Dalam skema ini, nasabah bisa mencicil pembelian emas tanpa bunga sekaligus bisa menjualnya kembali.

Toh, meski bank-bank merasa senang, belakangan Bank Indonesia mulai cemas melihat banyak bank syariah—unit-unit syariah milik bank konvensional—berlomba-lomba melayani­ bisnis rahn. Pangkal kekhawatiran berasal dari fluktuatifnya harga emas. Harga komoditas ini memang bisa naik-turun.

Mulya merujuk anjloknya harga emas dunia hingga 41,5 persen dua tahun lalu. Bank bisa menghadapi bahaya besar bila harga emas terjun bebas dan nasabah enggan menebus gadainya. Rasio kecukupan modal (CAR) dan simpanan masyarakat yang dipakai buat pinjaman penggadai bisa amblas. ”Bank bisa gagal mengganti tabungan nasabah,” ujarnya.

Tergerusnya modal bank dan sim­panan masyarakat hanya salah satu ancaman. Mulya mengungkapkan bank sentral sebetulnya lebih khawatir bank syariah mengabaikan fungsi intermediasi perbankan, yakni menyalurkan kredit buat menggerakkan sektor riil. Bukan mustahil, kata dia, proporsi pembiayaan rahn semakin buncit dan sebaliknya proporsi buat kredit sektor riil menyusut. ”Seharusnya bisnis gadai hanya pendukung, bukan menjadi ladang utama bank syariah,” kata ­Mulya.

Kekhawatiran Kebon Sirih—sebutan untuk kantor pusat BI—cukup beralasan. Perkembangan gadai emas bank syariah memang lumayan cepat. Data Bank Indonesia menunjukkan, sejak 2007 pembiayaan qardh meningkat dua kali lipat saban tahun. Dulu qardh hanya Rp 126 miliar. Tapi sampai pertengahan tahun ini nilainya sudah menembus Rp 7,5 triliun (lihat grafis).

Bank Indonesia bergegas menyiapkan beberapa langkah antisipasi. Agustus lalu, otoritas moneter ini menggelar pertemuan dengan bank-bank penyedia layanan rahn. Dalam pertemuan itu, Mulya meminta bank-bank syariah menerapkan sejumlah ketentuan atau prosedur, seperti ambang nilai pinjaman (loan to value) dan pembatasan frekuensi gadai.

Prosedur-prosedur itu diperlukan buat mencegah perilaku spekulasi penggadai emas yang mengejar selisih keuntungan semata. ”Batas tiap bank berbeda-beda,” ujarnya. ”Mereka sendiri yang tahu profil nasabah dan risiko yang ditanggung.”

Tak berhenti di situ. Bank Indonesia kini juga menggodok batasan portofolio pembiayaan rahn. Mulya memaparkan prinsip batasan ini adalah perhitungan level penurunan harga emas yang berpotensi menurunkan CAR hingga di bawah batas aman delapan persen. Dengan acuan itu, nantinya bisa diperoleh batas proporsi pembiayaan aman dan bank tahu waktu kapan harus memijak rem pembiayaan rahn dan qardh yang sudah berbahaya. Penerapan batasan itu, kata dia, bisa dilakukan lewat peraturan Bank Indonesia atau supervisi di setiap bank.

Rem semacam itu sebenarnya sudah berkali-kali diminta Dewan Syariah Nasional. Wakil Sekretaris Dewan Syariah Kanny Hidaya mengatakan ambang batas diperlukan untuk menjaga prinsip kehati-hatian, terutama setelah gadai emas komersial dibolehkan. ”Ini bentuk tanggung jawab regulator,” ujarnya.

Sumber Tempo mengatakan Dewan Syariah sudah merekomendasikan batas pembiayaan rahn 25 persen hingga 30 persen dari total portofolio setiap bank. Usul itu sempat mengemuka dalam forum pertemuan Komite Perbankan Syariah belum lama ini. Namun Kanny menampiknya. ”Mungkin itu muncul dari diskusi masing-masing anggota. Sebagai lembaga, kami belum menentukan sikap,” ujarnya.

Sejauh ini industri perbankan tampaknya tak merasa keberatan dengan pembatasan portofolio rahn. Meski­ bank membutuhkan ekspansi gadai emas tinggi, kata Hanifa, pembatasan juga penting sebagai peringatan agar bank tak abai menjalankan fungsi intermediasi: menggerakkan sektor riil.

Fery Firmansyah


Penyaluran Qardh Bank Syariah Nasional
(Dalam rupiah)
Des. 2005 Des. 2006 Des. 2007 Des. 2008 Des. 2009 Des. 2010 Juli 2011
126 miliar 252 miliar 542 miliar 960 miliar 1,8 triliun 4,7 triliun 7,5triliun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus