Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GARA-gara Electrolux berencana memindahkan pabrik utamanya di Eropa, Morten Falkenberg terbiasa ditanyai: ”Apakah Anda akan membuka pabrik di negara kami?” ”Saya terkesan dengan pertanyaan semacam ini,” kata Wakil Presiden Eksekutif Electrolux itu menceritakan pengalamannya di Argentina beberapa tahun lalu.
Falkenberg, 50 tahun, pun menyiapkan jawaban jika mendapat pertanyaan serupa. Maka, ketika Tempo bertemu dengannya di Johannesburg, Afrika Selatan, dalam perayaan jarig inovasi vacuum cleaner ke-88 pada Desember lalu, dan mengajukan pertanyaan itu, orang Denmark ini langsung menyodorkan jawaban yang sudah disiapkannya. ”Absolutely no plan,” katanya seraya tertawa.
Bukan Argentina atau Indonesia yang ada dalam daftar hajat besar Electrolux—yang berkantor pusat di Swedia—selama sepuluh tahun terakhir ini. ”Jika penduduk di daerah itu tak sanggup membeli produk kami, buat apa bikin pabrik,” kata Falkenberg melanjutkan. Padahal Asia Pasifik adalah pasar masa depan Electrolux, juga Eropa Timur dan Amerika Latin.
Pasar di tiga wilayah ini terus naik sejak awal 2000. Pelanggan baru di Asia, misalnya, tumbuh rata-rata 20 persen. Tiga wilayah itu memang jauh menjanjikan dibandingkan dengan pasar Amerika atau Eropa, yang paling banter tumbuh 3 persen. Electrolux pun menjadi pelopor dan pemegang pasar alat rumah tangga terbesar di dunia, dengan penjualan bersih pada 2006 mencapai Rp 157 triliun.
Tapi persaingan dagang barang rumah tangga selalu ketat. Di tiga wilayah itu, produsen lain sudah memasarkan barang sejenis dengan harga murah. Cina, Jepang, dan Korea menguasai pasar Asia lebih dulu. Sejak 2002, harga produk elektronik terus turun rata-rata 20 persen per tahun. Maka tak ada jalan bagi produsen Eropa selain ikut dalam arus itu.
Menurut Hans Straberg, CEO Electrolux Group, target masa depan perusahaannya adalah menambah pasar dan memangkas ongkos produksi. Memindahkan sebagian besar pabrik (totalnya 50) ke negara-negara berbiaya rendah adalah pilihan yang tak bisa ditawar. ”Selain tetap mempertahankan inovasi dan produk premium, penetrasi ke pasar lain akan terus kami lakukan,” katanya.
Strategi itu terbukti ampuh. Sebuah pabrik di Jerman yang dipindahkan ke Hungaria bisa menekan biaya 20 persen tanpa mengurangi teknologi dan bahan baku. Penjualan, sementara itu, meningkat 3 persen karena pangsa yang melebar. Saat ini, Electrolux menjual 40 juta item setiap tahun di 150 negara dengan market share 14 persen di dunia.
Jika restrukturisasi ini selesai dan tak ada lagi pabrik utama di Eropa atau Amerika, biaya produksi bisa dihemat Rp 5 triliun per tahun. Kini pemindahan itu hampir rampung. Bulan lalu, sebuah pabrik di Inggris resmi ditutup. Sebelumnya, ada pabrik baru di Brasil dan Meksiko, pindahan dari Amerika Serikat.
Distribusi Eropa Timur akan dipusatkan di pabrik Polandia yang pembangunannya baru rampung akhir tahun lalu. Asia, ini dia, dipusatkan di Thailand dan Cina. Menurut Presiden Electrolux Indonesia, Saw Kok Wei, Indonesia belum dilirik karena alasan klasik para investor: persepsi. Indonesia masih dikategorikan negara tak bersahabat bagi investor karena faktor korupsi, pajak, persoalan buruh, dan ketidakpastian hukum.
Tak hanya itu. Kendati tumbuh dan menjanjikan, kata Wei, pasar Indonesia juga lelet dibanding negara Asia lainnya pascakrisis ekonomi 1997. ”Pertumbuhan kelas menengahnya sangat lambat,” katanya. Tak seperti Thailand atau Korea, pendapatan per kapita penduduk Indonesia timpang. Selain itu, para pejabat Electrolux jeri saat tahu bahwa Electrolux palsu mulai beredar di beberapa provinsi di Indonesia.
Pada akhirnya, dalam ceruk bisnis ”barang dapur canggih” seperti Electrolux, Indonesia seperti yang ada dalam bayangan Morten Falkenberg dan para pebisnis umumnya: ”Negeri ini menarik karena jumlah penduduknya besar.” Selebihnya, absolutely no plan.
Bagja Hidayat (Johannesburg)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo