Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Properti</font><br />Menjual Mimpi Surjadi

Proyek besar para raja properti berkerumun di kawasan segi tiga emas. Tetap tumbuh positif.

24 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panjang ruas jalan itu hanya 3,6 kilometer. Kalau berniat menyegarkan mata, tidak banyak juga pilihan rekreasi yang bisa dinikmati. Hanya pusat perbelanjaan berderet: Paragon, Ngee Ann City, Isetan, Takashimaya, Centre Point, Lucky Plaza, dan beberapa lagi yang lain. Tapi siapa tak kenal Orchard Road di Singapura yang legendaris itu.

Begitu ngetop-nya Orchard Road ini, hingga memercikkan ide di kepala Gubernur DKI Jakarta untuk menirunya. Ketika itu, 1990-an, bos DKI Jakarta masih Surjadi Soedirdja. Yang dia tunjuk sebagai Orchard-nya Jakarta adalah Jalan Prof Dr Satrio yang berujung di Jalan Jenderal Sudirman dan HR Rasuna Said. Panjang sepotong jalan ini juga cuma sekitar dua kilometer.

Saat itu, ada beberapa pengusaha yang sudah siap meng-Orchard-kan Jalan Satrio ini, seperti raja properti Ciputra dan bos Grup Jakarta Setiabudi, Jan Darmadi. Tanah sudah dibebaskan dan tiang siap dipancangkan. Rencananya, seperti di Jalan Orchard, pejalan kaki bakal dimanjakan dengan jalur pedestrian lebar nan nyaman. Tapi krisis ekonomi pada 1997 membuyarkan mimpi Surjadi.

Sepuluh tahun kemudian, mimpi Surjadi itu kembali dikibarkan. Dia memang tidak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta. Ciputra-lah, yang menjadi pendukung setia Orchard of the Jakarta, bersama beberapa baron properti baru seperti Grup Agung Podomoro, menghidupkan kembali mimpi Surjadi. Bisnis properti di Jakarta memang kembali bergairah setelah lama lunglai kurang darah.

Pertengahan Januari lalu, batu pertama rencana Orchard ini sudah ditanam di proyek Ciputra World. Ini salah satu proyek yang sempat mangkrak saat krisis. Raja properti ini, lewat bendera PT Ciputra Property Tbk., sepertinya bakal menjadi penguasa poros Orchard tersebut. Selain sebelumnya sudah punya apartemen Somerset Grand Citra, proyek Ciputra World berada di tiga lokasi dan semuanya bermuka ke arah Jalan Dr Satrio. Luasnya 10,1 hektare atau lebih dari 10 kali lapangan sepak bola.

Tahap pertama, dengan luas 5,5 hektare, menurut Direktur PT Ciputra Property Tbk. Artadinata Djangkar, akan selesai pada 2010. Dalam superblok baru ini, tak hanya bakal ada menara kondominium 32 lantai dan gedung perkantoran 33 lantai, tapi juga pusat perbelanjaan enam lantai seluas 130 ribu meter persegi atau kira-kira 13 kali lapangan sepak bola.

Nah, yang agak lain dari yang lain, di puncak mal Ciputra World bakal dibangun museum seni yang luasnya satu hektare. Ciputra World memang flagship-nya kelompok Ciputra. ”Tapi ini juga simbol kembalinya Grup Ciputra ke kawasan segi tiga emas Jakarta,” kata Artadinata.

Tahap kedua, dengan ukuran lebih kecil, hanya 1,6 hektare, bakal mulai digeber pembangunannya tahun depan. Di sini akan dibangun tiga menara 30 lantai, yakni dua untuk apartemen dan satu menara perkantoran. Pembangunan tahap terakhir, dengan luas tiga hektare, tergantung kondisi pasar.

Di proyek besar ini, tak hanya reputasi Ciputra yang dipertaruhkan, tapi juga modal yang tak kecil. Sebab, berkaca pada krisis ekonomi sepuluh tahun lalu, mereka lebih memilih merogoh kantong sendiri ketimbang berutang ke bank. Artadinata mengatakan, dari penjualan saham perdana pada November 2007, Ciputra Property meraup dana segar Rp 2,1 triliun.

Untuk menutup kekurangan pendanaan proyek tahap pertama yang diperkirakan butuh Rp 3 triliun, sebagian akan ditambal dari hasil penjualan apartemen dan uang muka sewa. Sisanya baru berutang ke bank. Total duit yang diperlukan untuk membangun Ciputra World ini sekitar Rp 7 triliun.

Di Orchard-nya Jakarta ini, Ciputra World bakal mendapat perlawanan sengit dari Grup Agung Podomoro, yang juga tengah bersiap memancangkan tiang proyek Kuningan City. Apalagi konsep Agung Podomoro juga seragam, yakni menyatukan tempat tinggal, kantor, dan pusat belanja, sebangun dengan motonya: ”Work, Rest, and Play”.

Lahan yang digarap raja properti yang lagi melejit ini boleh jadi tak sebesar Ciputra World. Luas Kuningan City hanya 2,8 hektare. Di tanah itu akan dibangun dua menara apartemen 40 lantai, mal 6 lantai dengan luas 85,7 ribu meter persegi, dan gedung perkantoran 31 lantai.

Keunggulan Kuningan City, menurut Kepala Eksekutif PT Arah Sejahtera Abadi (anak perusahaan Agung Podomoro) Eddy Mumin, adalah lahannya memanjang menghadap Jalan Satrio. Bentuk seperti ini sangat ideal untuk pusat belanja Kuningan City, yang mengedepankan unsur gaya hidup dan hiburan. ”Kami bisa mendapat pemandangan ke jalan lebih luas,” katanya.

Kawasan segi tiga emas memang tetap memikat. Setelah sempat beberapa waktu sepi dari proyek besar, para baron properti rupanya lagi rame-rame kembali ke pusat kota. PT Anggada Duta Realty, misalnya, hampir menyelesaikan CityLofts di Jalan KH Mas Mansyur, terusan Jalan Satrio. Di Jalan Casablanca, terusan Jalan Satrio ke arah timur, raja properti dari Surabaya, Grup Pakuwon, sedang menggarap Kota Kasablanka. Yang paling dahsyat tentu saja Rasuna Epicentrum, superblok prestisius PT Bakrieland Development, seluas 54 hektare di kawasan Kuningan.

Yang agak seret langkahnya justru PT Perdana Gapura Prima Tbk., milik keluarga Margono. Proyek superblok Crowne City di kawasan Semanggi malah terganjal pembebasan lahannya. ”Hanya tinggal 4.000-an meter lagi, tapi posisinya justru di tengah,” kata Rosihan Saad, Sekretaris Perusahaan Perdana.

Adu otot para raja properti di kawasan segi tiga emas sepertinya bakal alot. Terlebih konsep mereka juga tak banyak beda. Tapi para pembangun ini tetap optimistis dengan pasar properti. ”Kondisinya tidak sangat baik, tapi juga tidak jelek,” kata Artadinata.

Senior Manager Strategic Advisory Group PT Procon Indah, Utami Prastiana, juga mengatakan rata-rata pasar properti masih positif. Di segmen perkantoran, misalnya, pasokan perkantoran baru sudah pulih seperti sebelum krisis, sekitar 300 ribu meter persegi per tahun, tapi permintaannya juga tinggi. Dia memperkirakan hanya akan ada sedikit kelebihan pasokan tahun ini.

Demikian pula halnya di apartemen. Pertumbuhan populasi dan penurunan suku bunga pinjaman menjadi pendorong positif. Kemacetan di sekujur jalan Ibu Kota, yang biasanya menjadi sasaran sumpah serapah semua pengguna jalan, kali ini malah jadi ”berkah” para pembangun. Mereka yang berduit dan malas terjebak hingga lumutan di jalan mulai melirik kembali tempat tinggal di pusat kota yang dekat dengan lokasi kerja.

Pasar pusat perbelanjaan yang agak berat. Tekanan kenaikan harga minyak dan komoditas membuat permintaan terhadap ruang belanja tidak akan beranjak jauh dari tahun lalu. Procon memperkirakan tingkat hunian pusat belanja pada 2008 bakal turun sekitar lima persen.

Berkerumunnya superblok di sekitar pusat bisnis Jakarta malah dinilai positif. Apalagi di segi tiga emas ini memang masih sepi pusat belanja sekaligus hiburan sebesar Senayan City atau Cilandak Town Square. Seperti jualan rambutan, kata Artadinata, semakin banyak yang berjualan di daerah itu, semakin banyak orang tertarik mampir.

Sapto Pradityo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus