Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, Komnas HAM mengusut pelanggaran hak asasi semasa Presiden Soeharto? | ||
Ya | ||
81.02% | 572 | |
Tidak | ||
17.99% | 127 | |
Tidak tahu | ||
0.99% | 7 | |
Total | 100% | 706 |
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia akan menelusuri rekam jejak Presiden Soeharto untuk membuktikan ada-tidaknya pelanggaran hak asasi berat di masa Orde Baru. ”Ini meneruskan mandat Komnas HAM dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000,” kata Wakil Ketua Komnas HAM M. Ridha Saleh.
Untuk itu, Komnas HAM membentuk empat tim. Dua di antaranya merupakan tim ad hoc yang akan meneliti kasus penembakan misterius (Petrus) dan pembunuhan massal setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965. Dua tim lainnya—disebut tim khusus—bertugas menelusuri dugaan pelanggaran hak asasi terkait dengan kebijakan daerah operasi militer di Aceh dan Papua.
Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat mendukung upaya itu. Namun Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat menentang. Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden sepakat dengan langkah Komnas HAM.
Komentar
Langkah Komnas HAM perlu didukung. Pembunuhan, penindasan, kesewenang-wenangan, dan praktek KKN yang dilakukan jenderal besar itu amat menyakiti rakyat dan seluruh isi bangsa ini.
(Sudirman, Surabaya)
Korupsi Soeharto boleh dikesampingkan, tapi pelanggaran berat kejahatan kemanusiaan harus dituntaskan. Ini baru fair bagi para korban dan keluarganya. Juga penting untuk generasi selanjutnya.
(Tony, Sydney)
Tidak perlu diusut dan diperdebatkan lagi. Toh, pelaku sudah tiada. Kita tidak perlu melakukan pekerjaan yang menghabiskan banyak tenaga dan waktu.
(Angga Lingga, Tobasa)
Bahan Indikator Pekan Depan: Sejumlah warga Jakarta menyatakan belum siap beralih dari minyak tanah ke gas. Padahal Pertamina sudah mencanangkan akan menarik minyak tanah bersubsidi di Ibu Kota, Mei nanti. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pun mengakui pembagian kompor dan tabung gas gratis belum lancar. Karena itu, Pertamina diminta mempercepat pembagian kedua barang gratis itu. Sejauh ini, baru sekitar 1,5 juta kompor dan tabung gas gratis yang dibagikan di Ibu Kota. Sedangkan 200 ribu paket kompor dan tabung gas belum disalurkan. Jika subsidi dicabut, harga minyak tanah di Jakarta bisa melewati Rp 6.000 per liter—jauh di atas harga eceran saat ini, Rp 2.500. Setujukah Anda atas rencana penarikan minyak tanah bersubsidi di DKI Jakarta, Mei mendatang? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo