Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RENCANA pembelian pesawat MA-60 buatan Xian Aircraft Industry Co. Ltd. memasuki babak baru. Di tengah tarik-ulur pembahasan penerusan pinjaman antara Merpati Nusantara Airlines dan Departemen Keuangan, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengirim surat ke kantor Menteri Koordinator Perekonomian. Isinya meminta agar 15 pesawat buatan Cina itu, beserta flight simulator-nya, diambil alih dan dioperasikan oleh pemerintah daerah Aceh.
Permohonan itu diajukan setelah ia mendapat kabar pesawat itu urung digunakan oleh Merpati. "Melalui dukungan serta restu pemerintah pusat, kami menyampaikan minat dan kesanggupan serta permohonan untuk mengambil semua pesawat," Irwandi menulis dalam suratnya, awal September lalu.
Irwandi punya sederet mimpi. Bekerja sama dengan PT Transwisata Prima Aviation dan PT Garuda Indonesia, pemerintah Aceh berikhtiar memakai pesawat itu sebagai feeder line buat rute utama Garuda di seluruh Indonesia. Perusahaan penerbangan Aceh, tulis dia, akan melayani penerbangan antar-daerah di Aceh dan beberapa provinsi di Indonesia. Tujuannya agar aksesibilitas daerah terpencil meningkat.
Kerja sama di antara ketiganya tertuang dalam nota kesepahaman yang diteken pada 6 Agustus lalu di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Gubernur Irwandi, Rustam Suhanda (Direktur Transwisata), dan Emirsyah Satar (Direktur Utama Garuda) yang menandatanganinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyaksikan penandatanganan kerja sama itu. Kerja sama meliputi pengoperasian dan pemasaran.
Dalam suratnya Irwandi yakin, kolaborasi bisnis dengan dua maskapai itu bisa cepat mendulang untung, sehingga kewajiban finansial untuk melunasi pesawat bisa terpenuhi. Di ujung surat, Irwandi berharap, pemerintah pusat menyetujui permohonan itu.
Tali kerja sama itu sesungguhnya bermula tujuh bulan lalu. Ketika itu pemerintah Aceh sedang berpikir keras mengembangkan Air Aceh-perusahaan patungan yang didirikan oleh Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh dan investor asal Malaysia, Able Sky Sdn. Bhd., pada Oktober tahun lalu.
Transwisata datang menawarkan bantuan. Perusahaan tersebut-yang secara tidak langsung dimiliki pengusaha Tomy Winata-kemudian menjadi penasihat teknis untuk mengembangkan bisnis transportasi udara di Aceh dan sekitarnya, khususnya dalam melayani rute pendek.
Di tengah proses ini, tidak sengaja mereka bertemu Garuda pada Juli lalu. Maskapai penerbangan pelat merah itu ternyata tengah mencari mitra untuk melebarkan jaringan bisnisnya. "Garuda mencari mitra yang bisa melayani rute pendek yang langsung terhubung dengan jalur penerbangan utama mereka," kata sumber Tempo di pemerintahan di Jakarta, pekan lalu. Merasa klop, ketiganya meneken nota kesepahaman pada Agustus lalu.
Karena mendengar info Merpati belum bisa menyelesaikan perjanjian penerusan pinjaman untuk pembelian pesawat MA-60, dan gara-gara itu ada potensi hubungan Indonesia-Cina bisa runyam, Irwandi mengirim surat ke kantor Menteri Koordinator Perekonomian. "Permohonan mengoperasikan pesawat itu sekaligus untuk membantu pemerintah mengatasi masalah tersebut," kata sumber Tempo lainnya.
Sebelum surat dilayangkan, Irwandi sudah melakukan komunikasi dengan beberapa menteri untuk membicarakan kemungkinan pengambilalihan pesawat MA-60. "Opsi itu masih terbuka," ujar sumber tadi.
PENGADAAN pesawat ini bermula dari kontrak pembelian bersyarat yang ditandatangani Hotasi Nababan-Direktur Utama Merpati saat itu-dengan Xian. Dalam kontrak yang diteken pada Juni 2006 di Beijing itu, Merpati setuju membeli 15 pesawat MA-60 senilai US$ 232,4 juta.
Sejak 2002 Merpati ingin memiliki pesawat komuter propeler berkapasitas 50 penumpang yang bisa menjangkau 200 kabupaten, terutama di Indonesia timur. Pesawat ini untuk menggantikan armada lama seperti Fokker-27 dan CN-235 yang sudah uzur.
Sebagai bagian dari transaksi, Merpati menyewa dua MA-60 selama 24 bulan sejak Januari 2007, dengan harga sewa US$ 70 ribu per bulan per unit. Dua pesawat ini melayani rute Bali-Nusa Tenggara Barat-Nusa Tenggara Timur-Sulawesi Selatan.
Pengurusan pendanaan dilakukan oleh Xian ke Bank Exim Cina. Di Tanah Air, pengajuan pinjaman dilakukan melalui Bappenas dan Departemen Keuangan. Pendek kata, pemerintah Cina dan Indonesia menyetujui transaksi jual-beli MA-60 itu. Bentuknya dituangkan dalam perjanjian pinjaman (government concession loan agreement) antara Bank Exim Cina dan Departemen Keuangan, 5 Agustus 2008.
Mengacu pada perjanjian ini, Bank Exim Cina memberikan fasilitas pembiayaan 1,8 miliar yuan. Masa pinjaman 15 tahun dengan bunga 2,5 persen per tahun. Lantaran pinjaman diberikan kepada pemerintah Indonesia, Merpati harus menandatangani perjanjian penerusan pinjaman (subsidiary loan agreement) dengan Departemen Keuangan agar bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan pembelian pesawat.
Nah, masalah muncul di sini. Perusahaan yang berpusat di Provinsi Shaanxi, Cina, itu menganggap transaksi sudah efektif setelah Bank Exim Cina dan Departemen Keuangan menandatangani perjanjian pinjaman. Xian mendesak Merpati agar segera mengambil sisa pesawat. Manajemen dan komisaris baru Merpati menolak karena belum menandatangani perjanjian penerusan pinjaman dengan Departemen Keuangan.
Perjanjian belum diteken karena komisaris sempat mempersoalkan harga pesawat yang dinilai kelewat mahal. Merpati juga sempat meminta ada negosiasi ulang soal harga, jumlah, dan jaminan kualitas.
KEINGINAN Irwandi Yusuf belum tentu mulus. Pada 19 Agustus lalu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengirim surat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Isinya menjelaskan posisi Merpati terhadap pembelian pesawat MA-60.
Menurut Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara Said Didu, Kementerian BUMN sudah menjelaskan kondisi dan persyaratan yang dibutuhkan agar pesawat tetap layak diusahakan, tanpa harus membebani Merpati. "Termasuk soal mekanisme teknis pembayaran pinjaman," katanya.
Direktur Utama Merpati Bambang Bhakti mengatakan, perusahaan pelat merah itu masih sanggup mengoperasikan 15 pesawat MA-60, asalkan beberapa syarat tadi dipenuhi. Antara lain, soal bunga pinjaman yang mesti dibayar ke Departemen Keuangan.
Poin itu penting demi menjaga kelangsungan bisnis Merpati. Apalagi Merpati masih dalam proses menuju "sehat". "Saya tidak semata-mata meminta, tapi ini demi kelanggengan Merpati," kata Bambang.
Direktur Pengelolaan Penerusan Pinjaman Departemen Keuangan, Soritaon Siregar, menjelaskan besarnya bunga pinjaman masih dihitung. Penerusan pinjaman dari pemerintah ke Merpati dalam bentuk rupiah, bukan yuan atau dolar. Jangka waktu pengembalian 20 tahun.
Adapun Menteri Keuangan, kata Soritaon, sudah meminta agar penerimaan dari pengoperasian pesawat ditempatkan dalam rekening penampungan. "Rekening itu hanya boleh dipakai untuk biaya operasional MA-60, tidak untuk biaya operasional Merpati lainnya," ujarnya. Tujuannya agar pendapatan operasional MA-60 terkontrol.
Lalu bagaimana peluang Irwandi? Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Eddy Abdurahman mengatakan, keputusan itu belum diambil pemerintah. "Masih akan dirapatkan dan dilaporkan ke Menteri Keuangan," katanya.
Dari sisi aspek legal, pengambilalihan itu juga mesti dipelajari. "Apa iya pinjaman dari Cina ke Indonesia buat beli pesawat itu bisa dialihkan pengoperasiannya ke pihak lain?" kata sumber Tempo. Sumber lain di pemerintahan berpendapat, harus ada perubahan dalam kontrak jual-beli antara Xian dan Merpati, serta kesepakatan pinjaman antara pemerintah Cina dan Indonesia.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil mengakui bahwa aspek legal dalam perubahan penerusan pinjaman harus dipelajari. Namun yang terpenting bagi dia saat ini adalah menyelesaikan masalah pesawat MA-60 itu. "Masalah performance guarantee pesawat itu yang hendak kita negosiasi ulang," katanya. Apakah nantinya diserahkan ke Merpati atau pemerintah Aceh, itu urusan kedua.
Bila pesawat tidak bisa diambil alih, rencana pemerintah Aceh dengan dua maskapai tetap jalan. Pesawatnya, kata sumber Tempo, didapat dari Transwisata atau sewa beli (leasing) ke beberapa negara tetangga. Adapun Irwandi tengah melakukan lawatan ke Amerika Serikat, Jepang, dan Cina. Di Cina, ditemani tim dari Transwisata, Irwandi akan melihat-lihat pabrik pesawat.
Yang jelas, rencana Irwandi itu bisa jadi membuat ketar-ketir Merpati. Soalnya, rute yang disasar tak lain ceruk bisnis yang selama ini milik Merpati. Apalagi tidak tertutup kemungkinan, pemerintah Aceh bersama Transwisata dan Garuda masuk ke penerbangan perintis, yang selama ini dikuasai Merpati.
Soal ini Bambang Bhakti tidak mau berkomentar. "Saya hanya mendengar, tidak bisa berkomentar tentang rencana mereka," katanya. Irwandi Yusuf maupun pihak Transwisata juga belum bersedia diwawancarai. "Kami belum bisa berkomentar karena pemerintah belum memutuskan," kata seseorang di Transwisata.
Melihat usia kabinet yang tinggal sepekan, keputusan tentang pesawat dari Shaanxi bisa jadi akan mulur.
Yandhrie Arvian
Kinerja Merpati
  | 2007 | 2008 | 2009* |
Laba usaha | -214 | -204 | 145 |
Laba bersih | -158 | -656** | 83 |
Aset | 1.008 | 1.006 | 1.131 |
Kewajiban | 2.210 | 2.716 | 2.935 |
Load factor (%) | 77 | 76 | 75 |
PMN | 450 | 254*** | - |
Rute (kota) | 100 | 100 | 133 |
Pesawat | 30 | 19 | 39 |
*Proyeksi,
**Karena biaya pesangon dan kurs,
***Utang ke PPA
SUMBER: PT MERPATI NUSANTARA AIRLINES
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo