Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG pertemuan di lantai tujuh Wisma Bakrie II di Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa sore pekan lalu. Tiga puluhan analis berbondong-bondong hadir untuk mendengarkan penjelasan manajemen PT Bumi Resources Tbk. atas kinerja perusahaan tersebut. Rupanya, kursi yang tersedia tak sanggup menampung semua yang hadir. Beberapa analis sempat berdiri lantaran tak kebagian kursi. Akhirnya mereka bisa duduk setelah staf perusahaan pertambangan itu menambah tempat duduk.
Tingginya antusiasme para pengamat pasar modal itu dipicu oleh investasi China Investment Corporation (CIC) di Bumi Resources pada 23 September lalu. Tak tanggung-tanggung, perusahaan investasi milik pemerintah Cina itu menanamkan US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 18 triliun) di perusahaan pertambangan batu bara yang dikendalikan keluarga Bakrie tersebut. ”Dalam pertemuan, analis umumnya menanyakan investasi CIC dan rencana penggunaan dananya,” kata seorang analis yang tak mau disebut namanya.
Sesaat setelah China Investment Corp. memberikan pinjaman, Bumi Resources mengeluarkan edaran dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Dalam rilis berbahasa Indonesia disebutkan China Investment telah menanamkan investasi US$ 1,9 miliar dalam bentuk instrumen utang (debt like instrument). Bumi harus mengembalikan utang US$ 600 juta pada tahun keempat, US$ 600 juta pada tahun kelima, dan sisanya US$ 700 juta pada tahun keenam. Bumi memberikan imbalan bunga 12 persen per tahun dengan tingkat pengembalian investasi (internal rate of return) 19 persen. Selisihnya harus dibayar pada saat jatuh tempo terakhir.
Rupanya, rilis dalam dua bahasa itu membingungkan otoritas Bursa Efek Jakarta. ”Ada perbedaan rilis versi Inggris dan Indonesia, tapi bersifat material bagi kami,” kata Direktur Bursa Efek Indonesia, Eddy Sugito, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Dalam bahasa Inggrisnya, kata dia, dana US$ 1,9 miliar disebut investasi berbentuk debt like instrument. Tapi dalam bahasa Indonesianya disebut utang.
Dalam versi bahasa Inggris juga, kata dia, pinjaman akan digunakan untuk pembiayaan kembali (refinancing) utang Bumi Resources dan anak-anak usahanya, sebagian untuk belanja barang modal (capital expenditure). Tapi dalam bahasa Indonesia cuma ditulis untuk pelunasan utang. ”Terus terang ini membingungkan,” ujar Eddy. Lantaran penjelasan yang disampaikan minim, otoritas bursa memanggil manajemen Bumi Resources.
Direktur Bumi Resources Eddie J. Soebari menolak berkomentar ketika dimintai konfirmasi. ”Nanti saya ditegur badan pengawas pasar modal,” katanya di Jakarta pekan lalu. Penjelasan sedikit lebih gamblang disampaikan sekretaris perusahaan Bumi, Dileep Srivastava, kepada bursa efek. Menurut Dileep, utang dari China Investment Corp. itu akan digunakan untuk membayar utang. Utang ini muncul setelah Bumi mengakuisisi PT Fajar Bumi Sakti, PT Dharma Henwa, dan PT Pendopo Energi Batubara pada awal 2009. US$ 202 juta akan dipakai untuk belanja investasi. ”Sisanya untuk biaya profesional terkait dengan pinjaman,” ujarnya.
Analis tadi mengungkapkan, tak ada makan siang gratis. Begitu pula dengan China Investment Corp. Perusahaan asal Cina ini mau menaruh uangnya lantaran Bumi menjaminkan saham unit usaha Bumi Resources seperti PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, Indocoal Resources, dan PT Indocoal Resources Kaltim. ”Itu ada penjelasannya,” kata dia.
Sumber Tempo menambahkan, China Investment Corp. bersedia memberikan pinjaman bukan saja karena mendapat imbalan menarik dan dijamin saham anak usaha Bumi, tetapi perusahaan itu bisa mendapatkan 20 juta ton batu bara per tahun. Perusahaan itu yakin bisa mendapatkannya lantaran pinjaman tersebut juga akan dipakai untuk meningkatkan kapasitas produksi batu bara Bumi Resources, dari sekitar 50 juta ton menjadi 100 juta ton per tahun. ”Cina butuh batu bara. Itulah kenapa mereka mau investasi,” tuturnya. Jadi, memang tak ada makan siang gratis.
Padjar Iswara, Nieke Indrietta
Saham unit usaha Bumi yang dijaminkan ke CIC
PT Arutmin Indonesia
PT Indocoal Kaltim Resources
PT Indocoal Kalsel Resources
PT Sitrade Coal
PT Kaltim Prima Coal
70%
70%
70%
99,9%
13,6%
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo